Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat
Saya setuju banget dengan pendapat bunda reva kalau dokter2 harus diaudit dan juga YLKI harus memasukkan daftar obat-2an antibiotik yang keras/teramat keras supaya tidak lagi dikonsumsi oleh kita sebagai konsumen. Salam, Bunda Rafli ---Original Message--- From: [EMAIL PROTECTED] Date: 28 Mei 2003 17:31:58 To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat aku kira selama ini sudah ada audit tersendiri untuk dokter. tapi begitumelihat dokter dalam satu rumah sakit aja bisa beda pendapat wah aku jadiberfikir jangan jangan tidak ada standarisasi dalam satu rumah sakit. FYisemua dokter yang aku tanyain berlatar belakang lulusan UI tapi nggaksemuanya pengajar. dulu aku pikir kalau sama sama lulusan UI apalagi saturumah sakit pasti saling mengingatkan atau tuker pendapat. kadang opininyasama kadang beda. tapi untuk urusan antibotik sepertinya kelas beda.aku setuju sekali kalau kita para ortu yang peduli dengan kesehatan anakmaju ke YLKI dan mungkin bisa dimulai dengan menyatukan pendapat di anggotamilis dulu. setelah itu bisa ke milis yang anggotanya banyak dokter yangikut.kita adalah konsumen loh dan kita berhak mendapat pelayanan terbaik.mengenai nama dokter disebut... saat ini saya belum bisa..tapi untuk auditresmi pasti aku siap memberikan informasi sejelasnya.saat ini dokter yang sering memberikan antibiotik sepertinya sudah menjamur,aku bahkan pernah baca artikel di nakita dimana sang dsa memberikan komentarsaat ini sudah banyak antibiotik canggih untuk radang tengorokan, gile kan?temen-temenku juga waktu aku cerita tentang antibiotik tanggapannya bedabeda ah anakku sama professor ini selalu dikasih antibiotik. ada jugatemenku yang menyalahkan dokter pengganti dokter anaknya karena kurangmemberikan dosis antibiotiknya sehingga anaknya jadi lama sembuhnya.nah kalau ketemu yang model gini gimana? mereka sangat yakin antibiotik is amust.mungkin selain issue dokter mesti diaudit perlu juga issu penggunaanantibotik disampaikan ke YLKIregardbunda reva- Original Message -From: "Bunda Nisa" <[EMAIL PROTECTED]>To: <[EMAIL PROTECTED]>Sent: Wednesday, May 28, 2003 2:23 PMSubject: Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat> Terus terang saya jadi concern banget ya dengan kondisi para dokter saatini. Kita sebagai orang tua kan inginnya yang terbaik buat anaks. Dan kitasangat mempercayai "omongan" para dokter, yang pada kenyataannya, ada yangmenyesatkan & bikin menyesal dikemudian hari.> Saya pernah bercerita panjang lebar dengan dsa nya anak saya (dr.purnamawati), beliau cerita kalo di Luar Negeri para dokter ini setiap kasihresep ke pasiennya selalu ada tindasannya & tindasannya ini yang menjadipertinggal & untuk diaudit dikemudian hari. So pasti para dokter ini akansangat berhati-hati dalam pemberian obat-obatan kepada pasiennya. Danapabila para dokter ini mau memberikan antibiotik selalu dikonsulkan dulu keRational Use of Drugs Comittee, apakah memang sudah saatnya (sudah mendesak)diberikan antibiotik.> Sebenarnya kita sebagai pasien punya hak kepada para dokter untukmemberikan obat-obatan yang tidak "menyesatkan". Meskipun pastinya paradokter ini akan bersikeras bahwa yang dikasih itu udah "baik" (menurut dia)dan sudah sesuai dosisnya. Memang udah saatnya kita para orang tua tauobat-obatan yang dikasih sama dokter. Kita bisa search di Yahoo (aku udahcoba), nama obat yang diberikan oleh dokter. Kalo memang obat itu tergolongantibiotik, akan ada penjelasannya. Dan kita bisa liat apa efek sampingnya.> Kita juga bisa "bersatu" untuk minta kepada YLKI tuk mengingatkan sudahsaatnya di Indonesia tercinta ini para dokternya di AUDIT.> Kerjaan kita aja dikantor kan di audit, mosok mereka para dokter yangkerjaannya menyangkut nyawa manusia gak diaudit.> Gimana ?> Sebenarnya mbak Ade gak ada salahnya menyebutkan nama dokternya, sehinggajelas bagi kita para orang tua yang termasuk golongan "anti" terhadapdokter-2 antibiotik, siapa-siapa aja mereka dokter-2 yang suka & rajin kasihantibiotik. Dan kita orang tua "anti antibiotik" akan waspada.> Memang bakal muncul protes dari pasien-2 yang dokter "favorite"nyatiba-tiba disebutkan sebagai dokter antibiotik. Tapi setiap manusia kanpunya hak memilih siapa dokter favoritenya. Ya kalo dia tetep menganggapbahwa dokternya ini dokter favoriten
RE: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat
Bicara mengenai antibiotik memang sering bikin pusing Karena banyak pendapat berbeda-beda. Saya sendiri selama ini nurut aja kalau dsa saya bilang bhw ketika si anak sakit karena infeksi (mis. Radang tenggorokan) maka antibiotik pastilah diperlukan karena apabila tidak, maka radang tersebut akan semakin parah . Gimana ya netters, bingung kaan kalau ntar bener2 jadi tambah parah pasti obatnya harus antibiotik dengan dosis yang lebih tinggi lagi Mohon info-nya yaa Salam, Novie -Original Message- From: Ade Novita [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, May 28, 2003 4:40 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat aku kira selama ini sudah ada audit tersendiri untuk dokter. tapi begitu melihat dokter dalam satu rumah sakit aja bisa beda pendapat wah aku jadi berfikir jangan jangan tidak ada standarisasi dalam satu rumah sakit. FYi semua dokter yang aku tanyain berlatar belakang lulusan UI tapi nggak semuanya pengajar. dulu aku pikir kalau sama sama lulusan UI apalagi satu rumah sakit pasti saling mengingatkan atau tuker pendapat. kadang opininya sama kadang beda. tapi untuk urusan antibotik sepertinya kelas beda. aku setuju sekali kalau kita para ortu yang peduli dengan kesehatan anak maju ke YLKI dan mungkin bisa dimulai dengan menyatukan pendapat di anggota milis dulu. setelah itu bisa ke milis yang anggotanya banyak dokter yang ikut. kita adalah konsumen loh dan kita berhak mendapat pelayanan terbaik. mengenai nama dokter disebut... saat ini saya belum bisa..tapi untuk audit resmi pasti aku siap memberikan informasi sejelasnya. saat ini dokter yang sering memberikan antibiotik sepertinya sudah menjamur, aku bahkan pernah baca artikel di nakita dimana sang dsa memberikan komentar saat ini sudah banyak antibiotik canggih untuk radang tengorokan, gile kan? temen-temenku juga waktu aku cerita tentang antibiotik tanggapannya beda beda ah anakku sama professor ini selalu dikasih antibiotik. ada juga temenku yang menyalahkan dokter pengganti dokter anaknya karena kurang memberikan dosis antibiotiknya sehingga anaknya jadi lama sembuhnya. nah kalau ketemu yang model gini gimana? mereka sangat yakin antibiotik is a must. mungkin selain issue dokter mesti diaudit perlu juga issu penggunaan antibotik disampaikan ke YLKI regard bunda reva - Original Message - From: "Bunda Nisa" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Wednesday, May 28, 2003 2:23 PM Subject: Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat > Terus terang saya jadi concern banget ya dengan kondisi para dokter > saat ini. Kita sebagai orang tua kan inginnya yang terbaik buat anaks. Dan kita sangat mempercayai "omongan" para dokter, yang pada kenyataannya, ada yang menyesatkan & bikin menyesal dikemudian hari. > Saya pernah bercerita panjang lebar dengan dsa nya anak saya (dr. purnamawati), beliau cerita kalo di Luar Negeri para dokter ini setiap kasih resep ke pasiennya selalu ada tindasannya & tindasannya ini yang menjadi pertinggal & untuk diaudit dikemudian hari. So pasti para dokter ini akan sangat berhati-hati dalam pemberian obat-obatan kepada pasiennya. Dan apabila para dokter ini mau memberikan antibiotik selalu dikonsulkan dulu ke Rational Use of Drugs Comittee, apakah memang sudah saatnya (sudah mendesak) diberikan antibiotik. > Sebenarnya kita sebagai pasien punya hak kepada para dokter untuk memberikan obat-obatan yang tidak "menyesatkan". Meskipun pastinya para dokter ini akan bersikeras bahwa yang dikasih itu udah "baik" (menurut dia) dan sudah sesuai dosisnya. Memang udah saatnya kita para orang tua tau obat-obatan yang dikasih sama dokter. Kita bisa search di Yahoo (aku udah coba), nama obat yang diberikan oleh dokter. Kalo memang obat itu tergolong antibiotik, akan ada penjelasannya. Dan kita bisa liat apa efek sampingnya. > Kita juga bisa "bersatu" untuk minta kepada YLKI tuk mengingatkan > sudah saatnya di Indonesia tercinta ini para dokternya di AUDIT. > Kerjaan kita aja dikantor kan di audit, mosok mereka para dokter yang kerjaannya menyangkut nyawa manusia gak diaudit. > Gimana ? > Sebenarnya mbak Ade gak ada salahnya menyebutkan nama dokternya, > sehingga jelas bagi kita para orang tua yang termasuk golongan "anti" terhadap dokter-2 antibiotik, siapa-siapa aja mereka dokter-2 yang suka & rajin kasih antibiotik. Dan kita orang tua "anti antibiotik" akan waspada. > Memang bakal muncul protes dari pasien-2 yang dokter "favorite"nya tiba-tiba disebutkan sebagai dokter antibiotik. Tapi setiap manusia kan punya hak memilih siapa dokter favoritenya. Ya kalo dia tetep menganggap bahwa dokternya ini dokter favoritenya, ya monggo aja dan jangan tersinggung. > Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan. > > Bundanya Annisa & Kevin > ---
Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat
Anak saya pernah pilek selama 1 1/2 bulan... rewel karna susah bernafas... Dari satu DSA ke DSA lain... akhirnya sembuh di DSA ke-5. Sejak itu.. saya pake' DSA ini. Karna pernah pindah2 dan dapet berbagai macam obat... riwayat obat anak saya, saya simpan. Kalo sudah ambil obat... saya selalu minta 2 salinan resep. Satu untuk kantor (klaim), sedangkan satu lagi untuk arsip saya. Jadi saya bisa memberi keterangan riwayat anak saya kalo terpaksa pindah DSA (mudah2an enggak lagi deh) :D Mungkin Mbak mau coba DSA saya... Konsultan Pulmonologi Anak dr. Noenoeng Rahajoe Sp.A Jln. Mendawai III / 21 - B Kebayoran Baru Jakarta Selatan Telp. 7244970 Dokter ini tidak pernah kasih obat keras... kecuali dibutuhkan Tapi antriannya panjang Mbak... bisa sampai malam banget, kecuali anak yang sedang sakit...kita boleh masuk langsung (tanpa daftar). OK segini dulu sharing saya. - Original Message - From: "Ade Novita" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Wednesday, May 28, 2003 11:26 AM Subject: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat dear parents, aku mau sharing pengalamanku dan terus terang aku bingung mau kasih judul apa. tapi aku pikir aku harus sharing dan kalau ada yang tidak berkenan mohon maaf. reva anakku sering sekali dirawat, mulai dari usia 8 bulan sampai sekarang usia 16 bulan sudah 5 kali dirawat. semuanya dikarenakan panas tinggi. reva kalau sudah panas susah sekali masuk obat atau apapun ke dalam mulutnya sehingga panasnya sulit untuk turun karena aku cuma bergantung dengan kompres. kalau aku paksa masukin tempra atau panadol drop dia akan muntah. panas reva bahkan bisa sampai 41 an (dgn termometer digital). beberapa kali dirawat ternyata anakku sudah hapal rasa obat penurun panas sehingga ada penolakan dari dia dan membuat dia muntah. jadi anakku diselang seling tempra dengan panadol dan pernah proris. terakhir dia cocok dengan tempra syirup (kalau dikasih panadol akan muntah). tapi tetep anakku sulit turun panasnya dan prosedurnya kalau sudah 3 hari panas nggak turun turun maka perlu dirawat. tapi dari pengalaman 3 kali dirawat dimana reva baru dirawat setelah panasnya 3 hari nggak turun turun (berkisar 39 - 41) ketika akan dirawat anakku sulit untuk diinfus karena dehidrasi katanya, oleh karena itu begitu anakku dua hari panasnya nggak turun aku langsung setuju untuk dirawat karena dengan diinfus anakku ada cairan masuk. setiap dirawat anakku selalu dianjurkan untuk foto rontgen, karena menurut dsanya ada banyak lendir. dan setiap dirawat anakku juga selalu di ambil darahnya untuk ditest. dsa nya selalu menjelaskan ke aku angka dan kalimat yang tertera pada hasil lab yang diagnosanya selalu tifus dan radang paru. karena aku nggak ngerti istilah kedokteran tersebut ya aku pasrah aja. belakangan aku baru tahu dari hasil seminar dengan dsa spesialisasi hati dan korespondensi email dgn dsa spesialisasi hati juga, kalau test untuk tifus hanya benar apabila menggunakan test yang namanya gal culture dan bukan widal. oleh karena itu ketika anakku untuk kelima kalinya dirawat aku meminta dsanya untuk tidak test widal tapi gal culture atau sekaligus saja keduanya. maka begitu diagnosa dijelaskan aku lihat disitu tetap ada widal dan ada juga gal culture, dan beliau bilang hasilnya positif tifus dan radang paru aku percaya aja karena aku udah minta dia untuk test dgn metode gal culture. waktu dirawat aku juga meminta dsanya untuk nggak masukin dosis antibiotik yang terlalu keras (karena akhir akhir ini aku sering ketemu dgn bbrp orang tua yang bilang kalau dsa anakku terkenal sering memberikan antibiotik keras) dsanya bilang nggak bu karena dia hanya masukin anti kuman dan penambah daya tahan tubuh (lewat injeksi) dan tempra sirup 3 kali sehari yang diberikan pada saat anak saya panas diatas 39,5. ketika akan pulang setelah 4 hari dirawat saya meminta fotokopi hasil lab dan rontgen karena saya ingin cari second opinion kenapa anakku sering sekali tifus padahal aku sudah over protektif terhadap anakku. dan juga mencari tahu apa benar anakku perlu segera vaksinasi tifus. untuk opinion pertama aku ke kepala bagian anaknya disitu opininya begini, dia malah akan menambah test darah anakku yang mengarah ke TBC. dan pengobatan tifus mestinya sampai tuntas dan bisa memakan jangka waktu yang lama dan beberapa kali test darah per 2 minggu bukan per 3 hari. hasil test lab yang menunjukkan tifus anakku meningkat karena sedang dalam proses penyembuahan makanya angkanya meningkat. mengenai obat obatan yang dikasih antara lain thiamysin, cefspan, imboost, mycostatin disuruh teruskan. untuk opinion kedua aku ke dsa disitu juga yang punya sub spesialisasi penyakit tropis, opini beliau anakku sebenarnya belum tentu tifus hanya gangguan pencernaan saja (anakku waktu sakit dari pubnya bisa terlihat kalau dia makan wortel atau apa), dan hampir sama dengan dr tadi kalau angka tifus yang meningkat karena adanya pengobatan yang menandakan tercatatnya bakteri yang dimatikan justru kalau sed
Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat
Saya sependapat banget sama bunda Annisa & Kevin. Alhamdulillah, dsa-nya Jemima gak gampang ngasih antibiotiok. Kalo pun terpaksa, dosisnya gak terlalu besar. Karena beliau takut, kalo kebiasaan, ntar pada saat diperlukan bener, badannya udah kebal & antibiotiknya malah gak mempan. salam, bunda Jemima ---Original Message--- From: [EMAIL PROTECTED] Date: Wednesday, May 28, 2003 03:03:08 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat Terus terang saya jadi concern banget ya dengan kondisi para dokter saat ini. Kita sebagai orang tua kan inginnya yang terbaik buat anaks. Dan kita sangat mempercayai "omongan" para dokter, yang pada kenyataannya, ada yang menyesatkan & bikin menyesal dikemudian hari.Saya pernah bercerita panjang lebar dengan dsa nya anak saya (dr. purnamawati), beliau cerita kalo di Luar Negeri para dokter ini setiap kasih resep ke pasiennya selalu ada tindasannya & tindasannya ini yang menjadi pertinggal & untuk diaudit dikemudian hari. So pasti para dokter ini akan sangat berhati-hati dalam pemberian obat-obatan kepada pasiennya. Dan apabila para dokter ini mau memberikan antibiotik selalu dikonsulkan dulu ke Rational Use of Drugs Comittee, apakah memang sudah saatnya (sudah mendesak) diberikan antibiotik.Sebenarnya kita sebagai pasien punya hak kepada para dokter untuk memberikan obat-obatan yang tidak "menyesatkan". Meskipun pastinya para dokter ini akan bersikeras bahwa yang dikasih itu udah "baik" (menurut dia) dan sudah sesuai dosisnya. Memang udah saatnya kita para orang tua tau obat-obatan yang dikasih sama dokter. Kita bisa search di Yahoo (aku udah coba), nama obat yang diberikan oleh dokter. Kalo memang obat itu tergolong antibiotik, akan ada penjelasannya. Dan kita bisa liat apa efek sampingnya.Kita juga bisa "bersatu" untuk minta kepada YLKI tuk mengingatkan sudah saatnya di Indonesia tercinta ini para dokternya di AUDIT. Kerjaan kita aja dikantor kan di audit, mosok mereka para dokter yang kerjaannya menyangkut nyawa manusia gak diaudit.Gimana ?Sebenarnya mbak Ade gak ada salahnya menyebutkan nama dokternya, sehingga jelas bagi kita para orang tua yang termasuk golongan "anti" terhadap dokter-2 antibiotik, siapa-siapa aja mereka dokter-2 yang suka & rajin kasih antibiotik. Dan kita orang tua "anti antibiotik" akan waspada.Memang bakal muncul protes dari pasien-2 yang dokter "favorite"nya tiba-tiba disebutkan sebagai dokter antibiotik. Tapi setiap manusia kan punya hak memilih siapa dokter favoritenya. Ya kalo dia tetep menganggap bahwa dokternya ini dokter favoritenya, ya monggo aja dan jangan tersinggung. Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan.Bundanya Annisa & KevinAde Novita <[EMAIL PROTECTED]> wrote:dear parents,aku mau sharing pengalamanku dan terus terang aku bingung mau kasih judul apa. tapi aku pikir aku harus sharing dan kalau ada yang tidak berkenan mohon maaf. reva anakku sering sekali dirawat, mulai dari usia 8 bulan sampai sekarang usia 16 bulan sudah 5 kali dirawat. semuanya dikarenakan panas tinggi. reva kalau sudah panas susah sekali masuk obat atau apapun ke dalam mulutnya sehingga panasnya sulit untuk turun karena aku cuma bergantung dengan kompres. kalau aku paksa masukin tempra atau panadol drop dia akan muntah. panas reva bahkan bisa sampai 41 an (dgn termometer digital). beberapa kali dirawat ternyata anakku sudah hapal rasa obat penurun panas sehingga ada penolakan dari dia dan membuat dia muntah. jadi anakku diselang seling tempra dengan panadol dan pernah proris. terakhir dia cocok dengan tempra syirup (kalau dikasih panadol akan muntah). tapi tetep anakku sulit turun panasnya dan prosedurnya kalau sudah 3 hari panas nggak turun turun maka perlu dirawat. tapi dari pengalaman 3 kali dirawat dimana reva baru dirawat setelah panasnya 3 hari nggak turun turun (berkisar 39 - 41) ketika akan dirawat anakku sulit untuk diinfus karena dehidrasi katanya, oleh karena itu begitu anakku dua hari panasnya nggak turun aku langsung setuju untuk dirawat karena dengan diinfus anakku ada cairan masuk.setiap dirawat anakku selalu dianjurkan untuk foto rontgen, karena menurut dsanya ada banyak lendir. dan setiap dirawat anakku juga selalu di ambil darahnya untuk ditest. dsa nya selalu menjelaskan ke aku angka dan kalimat yang tertera pada hasil lab yang diagnosanya selalu tifus dan radang paru. karena aku nggak ngerti istilah kedokteran tersebut ya aku pasrah aja. belakangan aku baru tahu dari hasil seminar dengan dsa spesialisasi hati dan korespondensi email dgn dsa spesialisasi hati juga, kalau test untuk tifus hanya benar apabila menggunakan test yang namanya gal culture dan bukan widal. oleh karena itu ketika anakku untuk kelima kalinya dirawat aku meminta dsanya untuk tidak test widal tapi gal culture atau sekaligus saja keduanya. maka begitu diagnosa dijelaskan aku lihat disitu tetap
RE: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat
Memang dokter sekarang sangat mudah memberikan antibiotik. Terkesan mereka menjadikan antibiotik sebagai senjata untuk memberi efek 'cespleng' dalam mengobati penyakit apa saja walaupun jelas-jelas penyakitnya disebabkan virus. Penyakit radang tenggorokan yang sebagian besar penyebabnya adalah virus tapi langsung dihajar antibiotik sehingga sistem kekebalan tubuh kita tidak berfungsi optimal sehingga lain kali ada infeksi maka tubuh langsung sakit tanpa perlawanan sistem kekebalan tubuh lagi. Contoh lain adalah cacar air yang juga disebabkan virus tapi kelihatannya banyak dokter yang akan memberikan antibiotik pada kesempatan pertama. Regards, Edy www.yahoogroups.com/group/konsumen-l www.yahoogroups.com/group/taruna_owners -Original Message- From: Bunda Nisa [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, May 28, 2003 2:23 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat Terus terang saya jadi concern banget ya dengan kondisi para dokter saat ini. Kita sebagai orang tua kan inginnya yang terbaik buat anaks. Dan kita sangat mempercayai "omongan" para dokter, yang pada kenyataannya, ada yang menyesatkan & bikin menyesal dikemudian hari. Saya pernah bercerita panjang lebar dengan dsa nya anak saya (dr. purnamawati), beliau cerita kalo di Luar Negeri para dokter ini setiap kasih resep ke pasiennya selalu ada tindasannya & tindasannya ini yang menjadi pertinggal & untuk diaudit dikemudian hari. So pasti para dokter ini akan sangat berhati-hati dalam pemberian obat-obatan kepada pasiennya. Dan apabila para dokter ini mau memberikan antibiotik selalu dikonsulkan dulu ke Rational Use of Drugs Comittee, apakah memang sudah saatnya (sudah mendesak) diberikan antibiotik. Sebenarnya kita sebagai pasien punya hak kepada para dokter untuk memberikan obat-obatan yang tidak "menyesatkan". Meskipun pastinya para dokter ini akan bersikeras bahwa yang dikasih itu udah "baik" (menurut dia) dan sudah sesuai dosisnya. Memang udah saatnya kita para orang tua tau obat-obatan yang dikasih sama dokter. Kita bisa search di Yahoo (aku udah coba), nama obat yang diberikan oleh dokter. Kalo memang obat itu tergolong antibiotik, akan ada penjelasannya. Dan kita bisa liat apa efek sampingnya. Kita juga bisa "bersatu" untuk minta kepada YLKI tuk mengingatkan sudah saatnya di Indonesia tercinta ini para dokternya di AUDIT. Kerjaan kita aja dikantor kan di audit, mosok mereka para dokter yang kerjaannya menyangkut nyawa manusia gak diaudit. Gimana ? Sebenarnya mbak Ade gak ada salahnya menyebutkan nama dokternya, sehingga jelas bagi kita para orang tua yang termasuk golongan "anti" terhadap dokter-2 antibiotik, siapa-siapa aja mereka dokter-2 yang suka & rajin kasih antibiotik. Dan kita orang tua "anti antibiotik" akan waspada. Memang bakal muncul protes dari pasien-2 yang dokter "favorite"nya tiba-tiba disebutkan sebagai dokter antibiotik. Tapi setiap manusia kan punya hak memilih siapa dokter favoritenya. Ya kalo dia tetep menganggap bahwa dokternya ini dokter favoritenya, ya monggo aja dan jangan tersinggung. Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan. Bundanya Annisa & Kevin - Additional information is available upon request Copyright (c) 2002 CLSA Emerging Markets. The information and statistical data herein have been obtained from sources we believe to be reliable but in no way are warranted by us as to accuracy or completeness. We do not undertake to advise you as to any change of our views. This is not a solicitation or any offer to buy or sell. CLSA Emerging Markets has produced this information for private circulation only. All information and advice is given in good faith but without any warranty. CLSA Emerging Markets, its affiliates or companies or individuals connected with CLSA Emerging Markets may have used the information set forth herein before publication and may have positions in, may from time to time purchase or sell or may be materially interested in any of the securities mentioned or related securities. This information is subject to the terms and conditions of use set forth on the www.clsa.com website. MITA (P) 405/07/2001. V.020402. This email is only for the use of the addressee and may contain information which is confidential, privileged or subject to copyright. If you receive this and are not the addressee, please contact the sender or [EMAIL PROTECTED] immediately. Thank you. CLSA EMERGING MARKETS http://www.clsa.com
Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat
Dear Bundanya Reva, Saya sangat tersentuh dengan curhat anda yang menggambarkan kegelisahan seorang Ibu, yang saya rasa pasti banyak diantara member list ini -pun merasakan hal yang sama. Pengalaman saya sharing dengan teman teman dikantor, saya lihat, semakin si Ibu cemas tentang kesehatan anaknya, semakin penyakit datang merongrongentah jatuh kejeduklah, kesiram airpanas, batuk pilek datang dan pergi de es te. Dilain pihak, saya lihat teman teman yang agak "cuek" (ukuran saya lho !) sama anaknya, ehmalah anaknya sehat walafiat nggak kurang suatu apa..sungguh suatu fenomena yang saya sendiripun nggak ngerti kenapa bisa demikian. Jadi Mbak Ade, belajar dari pengalaman, biarlah ini jadi pengalaman yang berharga buat kita semua supaya tidak "terlalu" percaya dan menyerahkan segala sesuatunya pada DSA. Salam, Mama Ruru - Original Message - From: "Ade Novita" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Wednesday, May 28, 2003 11:26 AM Subject: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat dear parents, aku mau sharing pengalamanku dan terus terang aku bingung mau kasih judul apa. tapi aku pikir aku harus sharing dan kalau ada yang tidak berkenan mohon maaf. dst. - >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat
Ass. Wr. Wb Mama Reva, InsyaAllah Reva semakin sehat dan baik ya...peluk cium sayang saya u nya... Jujur bu, saya sendiri kadang suka kesel kalau denger atau lihat sendiri DSA atau dokter spesialis apapun yang sembrono ma pasiennya. Entah pelayanannya entah obatnya. Apalagi DSA bu, duh apa mereka itu nggak berfikir mrk pun punya buah hati juga. Mrk sebenarnya tahu kan bu u tes lab apalagi rongent itu tidak boleh terlalu sering... Efeknya kedepan itu lho bu, kita aja yg dewasa nggak boleh sering2 rongent kok, min kata dokter keluarga kami 3 th sekali, kalaupun setahun sekali ada pengeculiannya... U ayah dan ibu lainnya, jika memang kurang puas dengan DSAnya selama ini, nggak ada salahnya pergi ke DSA lain, sebagai pembanding. Memang pelayanan msg2 DSA berbeda, diagnosanya pun berbeda, tp InsyaAllah ada salah satu yg paling berkenan dihati ayah - ibu sekalian, ttg pelayanan dan sistem pemberian obatnya. Alhamdulillah, DSA Aulia yg sekarang ini, orgnya baik dan komunikatif, dan yang terpenting, nggak asal2an juga care sekali ke Aulia dan InsyaAllah ke yg lain (krn saya cerewet takutnya dia carenya krn itu, terus yg lain nggak. Semoga tidak seperti itu) Wass. Wr. Wb - Original Message - From: "Ade Novita" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Wednesday, May 28, 2003 11:26 AM Subject: [balita-anda] sharing pengalaman anak yang sering dirawat dear parents, aku mau sharing pengalamanku dan terus terang aku bingung mau kasih judul apa. tapi aku pikir aku harus sharing dan kalau ada yang tidak berkenan mohon maaf. reva anakku sering sekali dirawat, mulai dari usia 8 bulan sampai sekarang usia 16 bulan sudah 5 kali dirawat. semuanya dikarenakan panas tinggi. reva kalau sudah panas susah sekali masuk obat atau apapun ke dalam mulutnya sehingga panasnya sulit untuk turun karena aku cuma bergantung dengan kompres. kalau aku paksa masukin tempra atau panadol drop dia akan muntah. panas reva bahkan bisa sampai 41 an (dgn termometer digital). beberapa kali dirawat ternyata anakku sudah hapal rasa obat penurun panas sehingga ada penolakan dari dia dan membuat dia muntah. jadi anakku diselang seling tempra dengan panadol dan pernah proris. terakhir dia cocok dengan tempra syirup (kalau dikasih panadol akan muntah). tapi tetep anakku sulit turun panasnya dan prosedurnya kalau sudah 3 hari panas nggak turun turun maka perlu dirawat. tapi dari pengalaman 3 kali dirawat dimana reva baru dirawat setelah panasnya 3 hari nggak turun turun (berkisar 39 - 41) ketika akan dirawat anakku sulit untuk diinfus karena dehidrasi katanya, oleh karena itu begitu anakku dua hari panasnya nggak turun aku langsung setuju untuk dirawat karena dengan diinfus anakku ada cairan masuk. setiap dirawat anakku selalu dianjurkan untuk foto rontgen, karena menurut dsanya ada banyak lendir. dan setiap dirawat anakku juga selalu di ambil darahnya untuk ditest. dsa nya selalu menjelaskan ke aku angka dan kalimat yang tertera pada hasil lab yang diagnosanya selalu tifus dan radang paru. karena aku nggak ngerti istilah kedokteran tersebut ya aku pasrah aja. belakangan aku baru tahu dari hasil seminar dengan dsa spesialisasi hati dan korespondensi email dgn dsa spesialisasi hati juga, kalau test untuk tifus hanya benar apabila menggunakan test yang namanya gal culture dan bukan widal. oleh karena itu ketika anakku untuk kelima kalinya dirawat aku meminta dsanya untuk tidak test widal tapi gal culture atau sekaligus saja keduanya. maka begitu diagnosa dijelaskan aku lihat disitu tetap ada widal dan ada juga gal culture, dan beliau bilang hasilnya positif tifus dan radang paru aku percaya aja karena aku udah minta dia untuk test dgn metode gal culture. waktu dirawat aku juga meminta dsanya untuk nggak masukin dosis antibiotik yang terlalu keras (karena akhir akhir ini aku sering ketemu dgn bbrp orang tua yang bilang kalau dsa anakku terkenal sering memberikan antibiotik keras) dsanya bilang nggak bu karena dia hanya masukin anti kuman dan penambah daya tahan tubuh (lewat injeksi) dan tempra sirup 3 kali sehari yang diberikan pada saat anak saya panas diatas 39,5. ketika akan pulang setelah 4 hari dirawat saya meminta fotokopi hasil lab dan rontgen karena saya ingin cari second opinion kenapa anakku sering sekali tifus padahal aku sudah over protektif terhadap anakku. dan juga mencari tahu apa benar anakku perlu segera vaksinasi tifus. untuk opinion pertama aku ke kepala bagian anaknya disitu opininya begini, dia malah akan menambah test darah anakku yang mengarah ke TBC. dan pengobatan tifus mestinya sampai tuntas dan bisa memakan jangka waktu yang lama dan beberapa kali test darah per 2 minggu bukan per 3 hari. hasil test lab yang menunjukkan tifus anakku meningkat karena sedang dalam proses penyembuahan makanya angkanya meningkat. mengenai obat obatan yang dikasih antara lain thiamysin, cefspan, imboost, mycostatin disuruh teruskan. untuk opinion kedua aku ke dsa disitu juga yang punya sub spesialisasi penyakit tropis, opini belia