Re: [balita-anda] Sharing anak saya ikut kursus Metode Kumon
Dear all... setelah mengikuti pendapat pendapat mengenai kumon dan mental aritmatika saya jadi kepikiran kesini nih: menurut saya matematika itu tidak untuk semua orang, ada yang hobby / suka, ada yang sama sekali ngga bakat untuk bergulat dg angka, bener ngga ? nah kalo emang bisa di bilang urusan matematika ini tergantung bakat juga, apa yang akan terjadi bilang anak anak yang kurang bakat itu mengikuti kursus kursus ini Dini - Original Message - From: Irene F Mongkar <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Friday, October 06, 2000 8:37 AM Subject: [balita-anda] Sharing anak saya ikut kursus Metode Kumon Dear sahabat-sahabat saya, Dalam beberapa hari ini cukup seru juga yg membahas kumon. Tadinya saya cuma baca-baca aja, dikit-dikit kasih comment, tapi berhubung banyak juga yang kasih masukkan, maka saya juga jadi ingin ikutan sharing. Anak saya, Dea, sekarang berusia 9 tahun kelas 4 SD dan mengikuti kursus kumon sudah 2 tahun, sejak kelas 2 SD. Mulanya dia yang merengek mau kursus kumon, katanya biar matematikanya pintar dan mudah mengerjakan di sekolah. Sebetulnya saya tidak begitu suka memberi les anak saya mata pelajaran yang sudah ada di sekolah, soalnya kayaknya tambah berat aja buat si anak. Kalau mau les sebaiknya yang lain. Tapi berhubung Dea nya maksa-maksa terus, maka saya mencari kursus tsb dan konsultasi dulu dengan pembimbingnya apa sih kumon itu, materinya kayak apa, cara ngajarnya gimana, fasilitasnya apa dan evaluasi ke anaknya gimana. Yang saya terima, saya alami bersama Dea sbb : 1. Materi disediakan dari anak usia 2 tahun (kalo nggak salah), diberikan disesuaikan dulu dengan kemampuan anak, melalui test penempatan, dan biasanya diberikan di bawah kemampuan anak agar si anak merasa mudah mengerjakan yg akhirnya membangun self confidence, dan perlahan-lahan ditingkatkan yang sekali lagi disesuaikan dengan kemampuan anak. Setiap hari anak akan diminta mengerjakan work sheet dan orang tua diharapkan menerapkan waktu kumon artinya waktunya sama setiap hari, sehingga terbentuk disiplin pada si anak. Waktu mengerjakannya memang diberikan target, tetapi tidak dipaksakan, misalnya seharusnya 20 menit, anak baru bisa 29 menit, ok aja, dan diberikan lagi soal tsb, di ulang, tapi berselang-seling dengan soal lainnya. Menurut saya si anak bukannya hafal, tetapi menjadi lebih cekatan, lebih biasa. Sebab ke Dea, saya coba teliti, soal-soal yang dikerjakannya berulang-ulang bukannya hafal, tapi dia lebih cepat berpikir. Peranan orang tua disini sangat penting sekali, dimana orang tua diminta untuk memeriksa worksheet anaknya setiap hari dan memberikan paraf. Bagi saya ini penting karena seringkali kita beralasan tidak punya waktu bersama anak, jadi ini juga merupakan sarana komunikasi yang cukup baik. 2. Waktu kursusnya seminggu 2 kali, jam nya terserah, disediakan dari pk.8.00 - 20.00 dan pembimbingnya siap setiap saat. Di tempat kursus itu pembimbing-pembimbingnya memeriksa PR-PR dan mengadakan pembetulan yang salah, mengulang soal yang masih belum dapat dikerjakan dengan baik, memberi penjelasan materi pelajaran yang baru yang sangat individual, satu per satu anak. 3. Keseluruhan materi tidak hanya tambah-kurang-kali-bagi, tapi terus ditingkatkan sampai ke jenjang yang tinggi seperti log, differensial, bilangan imajiner, dll yang lumayan lah yang biasanya diberikan di univ. 4. Perkembangan Dea di dalam matematikanya, yang saya lihat, logikanya berkembang dengan baik sekali, menemui masalah/soal, lebih mudah menterjemahkan soal tsb ke dalam kalimat matematika dan sekarang setelah 2 tahun telah mencapai level 2 tingkat diatas pelajaran di sekolahnya. 5. Mengenai masalah kebosanan yang seringkali dihadapi anak di dalam mengikuti kursus-kursus, disini diajak untuk anak tidak lari dari rasa bosan tsb dan orangtua dianjurkan tidak menghentikan les jika anak bosan, tetapi mencoba mencari jalan keluar seperti misalnya sedikit dikendorkan, mengadakan pendekatan yang berbeda, sampai akhirnya rasa bosan itu dilewati, memang seharusnya menurut saya begitu, karena bagaimana pun di dalam hidup kita seringkali kita menemui rasa bosan dan tentu jalan keluarnya tidak harus lari, tetapi sebaiknya dihadapi dan pasti akan bisa dilewati. 6. Kelemahannya yang saya lihat, pada awal-awal ikut kursus, tulisannya jadi amburadul, jelek banget... berkesan asal-asalan pokoknya kacau belo lah... tapi perlahan bisa diperbaiki. Sekarang masalah lainnya muncul yaitu seringkali Dea menyepelekan soal-soal di sekolah dan cenderung tidak teliti, karena menganggap enteng. Saat ini saya sedang mencoba memberi pemahaman kepadanya apa sih manfaatnya kalau kita lebih teliti. Seperti bisa dilewatinya tulisan yang jelek, saya percaya masalah ketelitian ini juga akan bisa diatasi asalkan saya mau lebih banyak memberi pemahaman kepada Dea. 7. Lainnya lagi apa ya...Oh iya.. periodically orang tua diminta datang untuk berdiskusi mengenai perkembangan anak, grafik kemajuan si anak, prob
[balita-anda] Sharing anak saya ikut kursus Metode Kumon
Dear sahabat-sahabat saya, Dalam beberapa hari ini cukup seru juga yg membahas kumon. Tadinya saya cuma baca-baca aja, dikit-dikit kasih comment, tapi berhubung banyak juga yang kasih masukkan, maka saya juga jadi ingin ikutan sharing. Anak saya, Dea, sekarang berusia 9 tahun kelas 4 SD dan mengikuti kursus kumon sudah 2 tahun, sejak kelas 2 SD. Mulanya dia yang merengek mau kursus kumon, katanya biar matematikanya pintar dan mudah mengerjakan di sekolah. Sebetulnya saya tidak begitu suka memberi les anak saya mata pelajaran yang sudah ada di sekolah, soalnya kayaknya tambah berat aja buat si anak. Kalau mau les sebaiknya yang lain. Tapi berhubung Dea nya maksa-maksa terus, maka saya mencari kursus tsb dan konsultasi dulu dengan pembimbingnya apa sih kumon itu, materinya kayak apa, cara ngajarnya gimana, fasilitasnya apa dan evaluasi ke anaknya gimana. Yang saya terima, saya alami bersama Dea sbb : 1. Materi disediakan dari anak usia 2 tahun (kalo nggak salah), diberikan disesuaikan dulu dengan kemampuan anak, melalui test penempatan, dan biasanya diberikan di bawah kemampuan anak agar si anak merasa mudah mengerjakan yg akhirnya membangun self confidence, dan perlahan-lahan ditingkatkan yang sekali lagi disesuaikan dengan kemampuan anak. Setiap hari anak akan diminta mengerjakan work sheet dan orang tua diharapkan menerapkan waktu kumon artinya waktunya sama setiap hari, sehingga terbentuk disiplin pada si anak. Waktu mengerjakannya memang diberikan target, tetapi tidak dipaksakan, misalnya seharusnya 20 menit, anak baru bisa 29 menit, ok aja, dan diberikan lagi soal tsb, di ulang, tapi berselang-seling dengan soal lainnya. Menurut saya si anak bukannya hafal, tetapi menjadi lebih cekatan, lebih biasa. Sebab ke Dea, saya coba teliti, soal-soal yang dikerjakannya berulang-ulang bukannya hafal, tapi dia lebih cepat berpikir. Peranan orang tua disini sangat penting sekali, dimana orang tua diminta untuk memeriksa worksheet anaknya setiap hari dan memberikan paraf. Bagi saya ini penting karena seringkali kita beralasan tidak punya waktu bersama anak, jadi ini juga merupakan sarana komunikasi yang cukup baik. 2. Waktu kursusnya seminggu 2 kali, jam nya terserah, disediakan dari pk.8.00 - 20.00 dan pembimbingnya siap setiap saat. Di tempat kursus itu pembimbing-pembimbingnya memeriksa PR-PR dan mengadakan pembetulan yang salah, mengulang soal yang masih belum dapat dikerjakan dengan baik, memberi penjelasan materi pelajaran yang baru yang sangat individual, satu per satu anak. 3. Keseluruhan materi tidak hanya tambah-kurang-kali-bagi, tapi terus ditingkatkan sampai ke jenjang yang tinggi seperti log, differensial, bilangan imajiner, dll yang lumayan lah yang biasanya diberikan di univ. 4. Perkembangan Dea di dalam matematikanya, yang saya lihat, logikanya berkembang dengan baik sekali, menemui masalah/soal, lebih mudah menterjemahkan soal tsb ke dalam kalimat matematika dan sekarang setelah 2 tahun telah mencapai level 2 tingkat diatas pelajaran di sekolahnya. 5. Mengenai masalah kebosanan yang seringkali dihadapi anak di dalam mengikuti kursus-kursus, disini diajak untuk anak tidak lari dari rasa bosan tsb dan orangtua dianjurkan tidak menghentikan les jika anak bosan, tetapi mencoba mencari jalan keluar seperti misalnya sedikit dikendorkan, mengadakan pendekatan yang berbeda, sampai akhirnya rasa bosan itu dilewati, memang seharusnya menurut saya begitu, karena bagaimana pun di dalam hidup kita seringkali kita menemui rasa bosan dan tentu jalan keluarnya tidak harus lari, tetapi sebaiknya dihadapi dan pasti akan bisa dilewati. 6. Kelemahannya yang saya lihat, pada awal-awal ikut kursus, tulisannya jadi amburadul, jelek banget... berkesan asal-asalan pokoknya kacau belo lah... tapi perlahan bisa diperbaiki. Sekarang masalah lainnya muncul yaitu seringkali Dea menyepelekan soal-soal di sekolah dan cenderung tidak teliti, karena menganggap enteng. Saat ini saya sedang mencoba memberi pemahaman kepadanya apa sih manfaatnya kalau kita lebih teliti. Seperti bisa dilewatinya tulisan yang jelek, saya percaya masalah ketelitian ini juga akan bisa diatasi asalkan saya mau lebih banyak memberi pemahaman kepada Dea. 7. Lainnya lagi apa ya...Oh iya.. periodically orang tua diminta datang untuk berdiskusi mengenai perkembangan anak, grafik kemajuan si anak, problem apa yang dihadapi si anak yang bukan cuma urusan matematika, tetapi dapat menjalar ke masalah psikologis lainnya. Pembimbing dapat memberikan masukan-masukan yang sangat berarti yang memang seringkali di luar pengetahuan kita tentang anak kita. Diskusi ini diberikan sangat personal dan bebas. Jadi kita para orangtua bisa lebih jelas bagaimana sih kemajuan anak kita, perkembangan jiwanya dan lain-lain dari pengamatan orang lain yang cukup berkompeten untuk itu selain gurunya di sekolah tentunya. 8. Dea kursus beberapa, kumon, piano, bahasa inggris dan sanggar. Setelah naik kelas 4 d