Re: [balita-anda] Sharing anak saya ikut kursus Metode Kumon

2000-10-05 Terurut Topik Dini Rahma Shanti

Dear all...

setelah mengikuti pendapat pendapat mengenai kumon dan mental aritmatika
saya jadi kepikiran kesini nih:
menurut  saya matematika itu tidak untuk semua orang,
ada yang hobby / suka, ada yang sama sekali ngga bakat untuk bergulat dg
angka,
bener ngga ?
nah kalo emang bisa di bilang urusan matematika ini tergantung bakat juga,
apa yang akan terjadi bilang anak anak yang kurang bakat itu mengikuti
kursus kursus ini

Dini


- Original Message -
From: Irene F Mongkar <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, October 06, 2000 8:37 AM
Subject: [balita-anda] Sharing anak saya ikut kursus Metode Kumon


Dear sahabat-sahabat saya,

Dalam beberapa hari ini cukup seru juga yg membahas kumon.  Tadinya saya
cuma baca-baca aja, dikit-dikit kasih comment, tapi berhubung banyak juga
yang kasih masukkan, maka saya juga jadi ingin ikutan sharing.

Anak saya, Dea, sekarang berusia 9 tahun kelas 4 SD dan mengikuti kursus
kumon sudah 2 tahun, sejak kelas 2 SD.  Mulanya dia yang merengek mau kursus
kumon, katanya biar matematikanya pintar dan mudah mengerjakan di sekolah.
Sebetulnya saya tidak begitu suka memberi les anak saya mata pelajaran yang
sudah ada di sekolah, soalnya kayaknya tambah berat aja buat si anak.  Kalau
mau les sebaiknya yang lain.  Tapi berhubung Dea nya maksa-maksa terus, maka
saya mencari kursus tsb dan konsultasi dulu dengan pembimbingnya apa sih
kumon itu, materinya kayak apa, cara ngajarnya gimana, fasilitasnya apa dan
evaluasi ke anaknya gimana.

Yang saya terima, saya alami bersama Dea sbb :

1. Materi disediakan dari anak usia 2 tahun (kalo nggak salah), diberikan
disesuaikan dulu dengan kemampuan anak, melalui test penempatan, dan
biasanya diberikan di bawah kemampuan anak agar si anak merasa mudah
mengerjakan yg akhirnya membangun self confidence, dan perlahan-lahan
ditingkatkan yang sekali lagi disesuaikan dengan kemampuan anak.  Setiap
hari anak akan diminta mengerjakan work sheet dan orang tua diharapkan
menerapkan waktu kumon artinya waktunya sama setiap hari, sehingga terbentuk
disiplin pada si anak.
Waktu mengerjakannya memang diberikan target, tetapi tidak dipaksakan,
misalnya seharusnya 20 menit, anak baru bisa 29 menit, ok aja, dan diberikan
lagi soal tsb, di ulang, tapi berselang-seling dengan soal lainnya. Menurut
saya si anak bukannya hafal, tetapi menjadi lebih cekatan, lebih biasa.
Sebab ke Dea, saya coba teliti, soal-soal yang dikerjakannya berulang-ulang
bukannya hafal, tapi dia lebih cepat berpikir.  Peranan orang tua disini
sangat penting sekali, dimana orang tua diminta untuk memeriksa worksheet
anaknya setiap hari dan memberikan paraf.  Bagi saya ini penting karena
seringkali kita beralasan tidak punya waktu bersama anak, jadi ini juga
merupakan sarana komunikasi yang cukup baik.

2. Waktu kursusnya seminggu 2 kali, jam nya terserah, disediakan dari
pk.8.00 - 20.00 dan pembimbingnya siap setiap saat.  Di tempat kursus itu
pembimbing-pembimbingnya memeriksa PR-PR dan mengadakan pembetulan yang
salah, mengulang soal yang masih belum dapat dikerjakan dengan baik, memberi
penjelasan materi pelajaran yang baru yang sangat individual, satu per satu
anak.

3. Keseluruhan materi tidak hanya tambah-kurang-kali-bagi, tapi terus
ditingkatkan sampai ke jenjang yang tinggi seperti log, differensial,
bilangan imajiner, dll yang lumayan lah yang biasanya diberikan di univ.

4. Perkembangan Dea di dalam matematikanya, yang saya lihat, logikanya
berkembang dengan baik sekali, menemui masalah/soal, lebih mudah
menterjemahkan soal tsb ke dalam kalimat matematika dan sekarang setelah 2
tahun telah mencapai level 2 tingkat diatas pelajaran di sekolahnya.

5. Mengenai masalah kebosanan yang seringkali dihadapi anak di dalam
mengikuti kursus-kursus, disini diajak untuk anak tidak lari dari rasa bosan
tsb dan orangtua dianjurkan tidak menghentikan les jika anak bosan, tetapi
mencoba mencari jalan keluar seperti misalnya sedikit dikendorkan,
mengadakan pendekatan yang berbeda, sampai akhirnya rasa bosan itu dilewati,
memang seharusnya menurut saya begitu, karena bagaimana pun di dalam hidup
kita seringkali kita menemui rasa bosan dan tentu jalan keluarnya tidak
harus lari, tetapi sebaiknya dihadapi dan pasti akan bisa dilewati.

6. Kelemahannya yang saya lihat, pada awal-awal ikut kursus, tulisannya jadi
amburadul, jelek banget... berkesan asal-asalan pokoknya kacau belo lah...
tapi perlahan bisa diperbaiki.  Sekarang masalah lainnya muncul yaitu
seringkali Dea menyepelekan soal-soal di sekolah dan cenderung tidak teliti,
karena menganggap enteng.  Saat ini saya sedang mencoba memberi pemahaman
kepadanya apa sih manfaatnya kalau kita lebih teliti.  Seperti bisa
dilewatinya tulisan yang jelek, saya percaya masalah ketelitian ini juga
akan bisa diatasi asalkan saya mau lebih banyak memberi pemahaman kepada
Dea.

7. Lainnya lagi apa ya...Oh iya.. periodically orang tua diminta datang
untuk berdiskusi mengenai perkembangan anak, grafik kemajuan si anak,
prob

[balita-anda] Sharing anak saya ikut kursus Metode Kumon

2000-10-05 Terurut Topik Irene F Mongkar

Dear sahabat-sahabat saya,

Dalam beberapa hari ini cukup seru juga yg membahas kumon.  Tadinya saya cuma 
baca-baca aja, dikit-dikit kasih comment, tapi berhubung banyak juga yang kasih 
masukkan, maka saya juga jadi ingin ikutan sharing.

Anak saya, Dea, sekarang berusia 9 tahun kelas 4 SD dan mengikuti kursus kumon sudah 2 
tahun, sejak kelas 2 SD.  Mulanya dia yang merengek mau kursus kumon, katanya biar 
matematikanya pintar dan mudah mengerjakan di sekolah.  Sebetulnya saya tidak begitu 
suka memberi les anak saya mata pelajaran yang sudah ada di sekolah, soalnya kayaknya 
tambah berat aja buat si anak.  Kalau mau les sebaiknya yang lain.  Tapi berhubung Dea 
nya maksa-maksa terus, maka saya mencari kursus tsb dan konsultasi dulu dengan 
pembimbingnya apa sih kumon itu, materinya kayak apa, cara ngajarnya gimana, 
fasilitasnya apa dan evaluasi ke anaknya gimana.

Yang saya terima, saya alami bersama Dea sbb :

1. Materi disediakan dari anak usia 2 tahun (kalo nggak salah), diberikan disesuaikan 
dulu dengan kemampuan anak, melalui test penempatan, dan biasanya diberikan di bawah 
kemampuan anak agar si anak merasa mudah mengerjakan yg akhirnya membangun self 
confidence, dan perlahan-lahan ditingkatkan yang sekali lagi disesuaikan dengan 
kemampuan anak.  Setiap hari anak akan diminta mengerjakan work sheet dan orang tua 
diharapkan menerapkan waktu kumon artinya waktunya sama setiap hari, sehingga 
terbentuk disiplin pada si anak.
Waktu mengerjakannya memang diberikan target, tetapi tidak dipaksakan, misalnya 
seharusnya 20 menit, anak baru bisa 29 menit, ok aja, dan diberikan lagi soal tsb, di 
ulang, tapi berselang-seling dengan soal lainnya. Menurut saya si anak bukannya hafal, 
tetapi menjadi lebih cekatan, lebih biasa.  Sebab ke Dea, saya coba teliti, soal-soal 
yang dikerjakannya berulang-ulang bukannya hafal, tapi dia lebih cepat berpikir.  
Peranan orang tua disini sangat penting sekali, dimana orang tua diminta untuk 
memeriksa worksheet anaknya setiap hari dan memberikan paraf.  Bagi saya ini penting 
karena seringkali kita beralasan tidak punya waktu bersama anak, jadi ini juga 
merupakan sarana komunikasi yang cukup baik.

2. Waktu kursusnya seminggu 2 kali, jam nya terserah, disediakan dari pk.8.00 - 20.00 
dan pembimbingnya siap setiap saat.  Di tempat kursus itu pembimbing-pembimbingnya 
memeriksa PR-PR dan mengadakan pembetulan yang salah, mengulang soal yang masih belum 
dapat dikerjakan dengan baik, memberi penjelasan materi pelajaran yang baru yang 
sangat individual, satu per satu anak.

3. Keseluruhan materi tidak hanya tambah-kurang-kali-bagi, tapi terus ditingkatkan 
sampai ke jenjang yang tinggi seperti log, differensial, bilangan imajiner, dll yang 
lumayan lah yang biasanya diberikan di univ.

4. Perkembangan Dea di dalam matematikanya, yang saya lihat, logikanya berkembang 
dengan baik sekali, menemui masalah/soal, lebih mudah menterjemahkan soal tsb ke dalam 
kalimat matematika dan sekarang setelah 2 tahun telah mencapai level 2 tingkat diatas 
pelajaran di sekolahnya.

5. Mengenai masalah kebosanan yang seringkali dihadapi anak di dalam mengikuti 
kursus-kursus, disini diajak untuk anak tidak lari dari rasa bosan tsb dan orangtua 
dianjurkan tidak menghentikan les jika anak bosan, tetapi mencoba mencari jalan keluar 
seperti misalnya sedikit dikendorkan, mengadakan pendekatan yang berbeda, sampai 
akhirnya rasa bosan itu dilewati, memang seharusnya menurut saya begitu, karena 
bagaimana pun di dalam hidup kita seringkali kita menemui rasa bosan dan tentu jalan 
keluarnya tidak harus lari, tetapi sebaiknya dihadapi dan pasti akan bisa dilewati.

6. Kelemahannya yang saya lihat, pada awal-awal ikut kursus, tulisannya jadi 
amburadul, jelek banget... berkesan asal-asalan pokoknya kacau belo lah... tapi 
perlahan bisa diperbaiki.  Sekarang masalah lainnya muncul yaitu seringkali Dea 
menyepelekan soal-soal di sekolah dan cenderung tidak teliti, karena menganggap 
enteng.  Saat ini saya sedang mencoba memberi pemahaman kepadanya apa sih manfaatnya 
kalau kita lebih teliti.  Seperti bisa dilewatinya tulisan yang jelek, saya percaya 
masalah ketelitian ini juga akan bisa diatasi asalkan saya mau lebih banyak memberi 
pemahaman kepada Dea.

7. Lainnya lagi apa ya...Oh iya.. periodically orang tua diminta datang untuk 
berdiskusi mengenai perkembangan anak, grafik kemajuan si anak, problem apa yang 
dihadapi si anak yang bukan cuma urusan matematika, tetapi dapat menjalar ke masalah 
psikologis lainnya.  Pembimbing dapat memberikan masukan-masukan yang sangat berarti 
yang memang seringkali di luar pengetahuan kita tentang anak kita.  Diskusi ini 
diberikan sangat personal dan bebas.  Jadi kita para orangtua bisa lebih jelas 
bagaimana sih kemajuan anak kita, perkembangan jiwanya dan lain-lain dari pengamatan 
orang lain yang cukup berkompeten untuk itu selain gurunya di sekolah tentunya.

8. Dea kursus beberapa, kumon, piano, bahasa inggris dan sanggar.  Setelah naik kelas 
4 d