السلام عليكم ورحمه الله وبركاته

Buat Para ayah... calon ayah dan anak anak yang mencintai ayahnya...


Apapun kebanggan yang akan aku raih esok, semua aku persembahkan buat 
ayah, karena kebanggaan terbesar dalam hidup juga telah ia persembahkan 
untuk ku..

All for my Dady..

Nofriadi bin Amir

Saya baru menyadari kalau pria itu sudah begitu renta, saat menyaksikan 
betapa sulit baginya untuk menghafalkan kalimat yang diucapkan pak 
Penghulu.
malam itu hari pernikahan adik perempuan saya yang terakhir, ia mencoba 
berkali kali dan terus mencoba karna gadis itu yang hendak Ia nikahkan 
adalah anak yang dengan susah payah telah ia besarkan.
Kepala saya terasa sakit mendengar bisik orang orang di belakang yang 
mempergunjingkan ketidak mampuanya. rasanya saya ingin merangkulnya dan 
mengatakan "Aku bangga pada mu ayah.... katakan...! apa yang engkau ingin 
aku lakukan..?".
akhirnya saya beranjak keluar ruangan, sebelum kakak lelaki saya duduk 
bersimpuh di samping ayah dan memohon restu untuk mewakilinya.
mereka tidak mengenal pria itu pikirku dalam hati, maklum ini negri orang, 
dan pria yang dulu saya kenal begitu gagah itu pun memang telah termakan 
oleh usia, tapi semangatnya akan tetap hidup di dada anak dan cucu cucu 
nya yang kelak akan lahir.

suatu hari ketika ayah baru pulang dari tempat yang jauh. waktu itu saya 
masih berusia tujuh tahun, "mak Datuk...!! mak Datuk....!!" orang orang di 
rumah kosong itu berlarian sambil mengemasi uang yang berceceran dilantai, 
saat itu saya belum mengerti apa yang salah dengan mereka, saya hanya satu 
dari belasan bocah bocah kecil yang gemar menonton permainan itu.
sesaat kemudian saya melihat ayah datang, wajahnya terlihat merah padam, 
ia berdiri di depan pintu yang tampa penutup dan tidak menoleh sedikit pun 
pada saya. saya masih tidak mengerti, "apa yang salah..? kenapa ayah 
terlihat lain dari biasanya..??". setelah berdiam beberapa saat di depan 
pintu, ayah melangkah ke arah dapur yang belum sepenuhnya jadi, sesaat 
kemudian ayah kembali dengan sebilah kampak besar di tangannya, tampa 
bicara sedikit pun ia menghantamkan kampak itu ke meja permainan para 
penjudi tadi, berkali kali hingga meja itu pun hancur berantakan.
puas melampiaskan kekesalanya, ayah keluar dari rumah itu, orang orang 
hanya berani melihatnya dari jauh, "Sekali lagi ada yang berjudi di 
sini... saya bakar tempat ini...!!" teriak ayah pada mereka. saya tidak 
berani mendekatinya, itu kali pertama saya melihat ayah begitu marah, dan 
sekarang saya baru mengerti ia ingin mengajar kami untuk dengan keras 
membenci racun kehidupan itu.

Saat saya duduk di kelas dua Sekolah Menengah Pertama, Ayah mengajak saya 
ikut membantu pekerjaanya  "Ikutlah dengan ku..!", hari itu liburan 
panjang di sekolahan dan Ayah serta beberapa orang saudaranya mendapat 
pekerjaan untuk membangun sebuah rumah. lokasinya cukup jauh dari tempat 
tinggal kami. Sesampai di lokasi, saya melihat tempat itu masih berupa 
padang rumput. Pekerjaan pun dimulai dengan penempatan pancang dan 
membentangkan tali tali sebagai garis galian fondasi.
Saat istirahat siang Ayah mengajak saya melihat lihat sekeliling lokasi, 
kemudian ia berhenti diatas sebuah gundukan tanah, "Disana...!!, dulu saya 
pernah selamat dari maut" Ayah menunjuk ke arah pepohonan di sudut lokasi. 
Di tempat itu Ayah pernah selamat dari eksekusi mati tentara musuh setelah 
mendekam di penjara  beberapa lama. Ayah melanjutkan ceritanya hingga 
matanya terlihat berbinar binar "Semenjak itu saya baru mengetahui, kalau 
teman teman saya yang dinyatakan bebas tidak pernah sampai ke rumahnya..." 
Ayah mengakhiri ceritanya dan mengajak kami untuk sholat dan makan siang. 
Sore harinya seusai sholat ashar saya kembali neik ke gundukan tanah itu, 
saya duduk di sana sambil menunggu waktu pulang, ayah datang dan 
menghampiri saya, "Apa yang kamu lamunkan...?, dunia memang begitu dan 
akan terus begitu" katanya. saya berfikir tentang mereka mereka yang 
kehilangan ayahnya di tempat itu, tiba tiba saya teringat dengan sebuah 
tulisan yang ditulis kakak lelaki saya di atas selembar foto "Dady.... 
what do you want me to do...??" demikian bunyinya, tapi saya tidak mampu 
mengucapkan nya.
melihat saya hanya diam, Ayah melanjutkan berbicara, "Nak.. Saya tidak 
mampu memberimu kemewahan... tapi saya akan memberimu apa yang engkau 
tidak akan mampu membayarnya seumur hidup, dan saya akan berikan untuk mu 
secara cumacuma". Saya tersentak mendengarnya, saya masih ingat saat 
kepala ayah akan ditembak didepan kami sekeluarga, "Engkau telah 
memberikanya Ayah.....!!" Jawabku dalam hati.

Saat itu saya masih duduk di kelas dua Sekolah Dasar, sore itu dua orang 
tentara memasuki rumah kami tampa mengucapkan salam, tampa sopansantun dan 
bahkan tampa melepas sepatu mereka terlebih dahulu. "Datuk....!! dimana 
mesin itu..??" bentak salah seorang dari mereka pada Ayah saya, sementara 
yang satunya lagi sibuk menggeledah rumah kami. "Mesin itu sumber hidup 
anak anak saya, Saya tidak pernah menebang di hutan... dan tidak ada hutan 
disini." jawab Ayah, "Mesin itu tetap harus di sita" sementara tentara 
satunya datang menghampiri Ayah "Katakan...!! di mana mesin itu, atau saya 
tembak kamu..?" katanya sambil memgang gagang senjata laras pendek yang 
terselip di pinggangnya. "Tembak Saya....!! di sini...!!!!" jawab ayah 
sambil mengangkat dan menempelkan jari telunjuk di kepalanya.
Seusai adzan magrib, tentara tentara itu pun keluar dari rumah kami "Besok 
kami akan kembali...!, dan mesin itu pun harus sudah ada di sini" kata 
salah seorang dari mereka sambil melangkah keluar.
kami anak anaknya hanya duduk di pojok rumah, melihat ayah kami 
diperlakukan ibarat seorang tawanan yang sedang diinterogasi.
Keesokan harinya saya mendengar bahwa ekdua tentara itu ditangkap saat 
menuju ke rumah kami, dan beberapa hari berikutnya mereka di copot dari 
kesatuanya.

Sekarang lelaki itu telah begitu renta, matanya sudah terlihat buram, 
tanganya yang gemetar dengan kuku kuku yang menghitam dan nyaris terlepas 
dari jari jarinya, serta punggungnya yang sudah mulai membungkuk. setiap 
malam bersamanya saya harus mendengar suara batuknya yang tertahan, dan 
setiap kali ia batuk air mata saya pun jatuh ke dalam, mengalir kejantung 
dan setiap tetes darah saya berdo'a untuknya. 
Setiap kali saya melihatnya saya selalu ingin bersimpuh dan merangkulnya, 
lalu berbisik di telinganya "Ayah...!! inilah aku, anak mu yang dulu 
engkau perjuangkan dengan nyawa... apa yang kau ingin aku 
lakukan.........??"

Persembahan untuk para ayah yang mencintai anaknya, dan para anak yang 
mencintai ayahnya.





--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

<<image/gif>>

Kirim email ke