Bung Nofend, terima kasih thread ini. Memang masih banyak yg harus kita
pelajari tttg Minangkabau dan sejarahnya. Syukurnya, skr semakin banyak buku
ttg Minangkabau, baik yg ditulis oleh urang awak maupun terjemahan buku
pengarang asing.
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
-Original Message-
From: "Nofend St. Mudo"
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Wed, 12 Jan 2011 10:37:20
To:
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [...@ntau-net] Tan Malaka dan Merahnya Sejarah Minangk
abau Re: Kodim Kediri Larang Penayangan Opera Ta
n Malaka
Rabu, 15/08/2007 16:25 WIB
Tan Malaka dan Merahnya Sejarah Minangkabau
Arfi Bambani Amri : detikNews
detikcom - Jakarta, Mengikuti sepak terjang Ibrahim Datuk Tan Malaka seperti
membuka sejarah merahnya Minangkabau. Meski terkenal sebagai negeri yang kuat
menganut Islam, siapa nyana justru ideologi kiri seperti sosialisme dan
komunisme yang bercokol kuat. Hal itu diungkapkan dosen FISIP UI Zulhasril
Nasir dalam bukunya 'Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau' yang dicetak
pertama kali Juli 2007 oleh penerbit Ombak, Yogyakarta. Menurut Zulhasril,
justru agama Islam-lah yang menjadi basis persemaian ideologi kiri di
Minangkabau.
Kebanyakan tokoh pergerakan kemerdekaan pernah sekolah di sekolah-sekolah
agama. "Munculnya gerakan kiri radikal di Minangkabau berpangkal di sekolah
menengah agama di Padangpanjang (Sumatera Thawalib dan Diniyah), Padang
(Adabiyah dan Islamic College) dan Bukittinggi (Sumatera Thawalib Parabek),"
ujar Zulhasril di halaman 63-64 bukunya. 'Koalisi' Islam dan
sosialisme/komunisme itu disokong oleh motif yang sama untuk membebaskan diri
dari kolonialisme.
Di sinilah peran Tan Malaka sebagai seorang tokoh kiri yang menghubungkan kedua
arus itu. Faktor lain adalah sistem pendidikan di Minangkabau merupakan yang
termaju di Hindia Belanda setelah pulau Jawa. Pada tahun 1920-an itu, telah
muncul puluhan intelektual Minangkabau yang bukan hanya hidup di kampung, tapi
menyebar di seluruh Sumatera, Jawa, Belanda, Malaysia dan Singapura. Tan Malaka
hanyalah salah satunya saja. Zulhasril kemudian membagi puluhan aktivis
pergerakan kemerdekaan tersebut dalam 5 tipe ideologi.
Pertama, Islam-komunis. "Mereka berasas pada ajaran Tan Malaka yang
menghubungkan ajaran tentang kesamaan dan kebersamaan manusia dalam Islam dan
komunis," ungkap Zulhasril yang meraih gelar doktor di Universiti Sains
Malaysia tahun 2004 lalu itu. Masuk dalam kelompok pertama ini adalah pemimpin
PKI Sumbar tahun 1948 Haji Datuak Batuah dan mantan Ketua Umum Partai Murba
Djamaluddin Tamin.
Kelompok kedua berideologi Islam-nasionalis. Kelompok ini diwakili organisasi
Permi, PSII, Muhammadiyah dan Masyumi. Tokoh-tokohnya, M Sjafei, AR Sutan
Mansyur, Rasuna Said dan ayahanda Hamka, Haji Rasul. Tipe ketiga adalah
Sosialis Demokrat. Walau hanya sedikit, tapi menonjol. Mereka mengikuti
kepemimpinan Sjahrir dan Hatta di Batavia, seperti M Rasjid. Tipe keempat
adalah nasionalis-kiri. Tipe ini baru bermunculan setelah kegagalan
pemberontakan 1926 di Silungkang. Mereka masuk dalam Gyu Gun (militer Jepang).
Tokoh-tokohnya adalah Chatib Sulaiman, Dahlan Djambek, dan Ahmad Husein. Tipe
terakhir adalah komunis. "Kalangan ini berasal dari gerakan kiri Tan Malaka
yang kemudian dipengaruhi Marxisme-Leninisme," kata Zulhasril. Masuk ke dalam
tipe ini adalah Ketua PKI Sumatera Timur Natar Zainuddin dan pimpinan PKI
Sumbar Bachtaruddin. 5 Kelompok yang dibuat Zulhasril ini hanya mengelompokkan
orang yang beraktivitas di Minangkabau saja. Jika dimasukkan yang beraktivitas
di tingkat nasional dan luar negeri, masuklah beberapa nama terkenal. Mereka
adalah Nazir Sutan Pamoentjak, Hamka, DN Aidit, Hatta, M Yamin, Sjahrir, M
Natsir, Agus Salim, Abdul Muis, Asaat, A Rivai dan Tan Malaka sendiri. DN Aidit
termasuk. karena meski dilahirkan di Belitung, orang tuanya dari Maninjau,
Sumatera Barat. "Tokoh pergerakan yang paling dekat dengan Tan Malaka hanyalah
Muhammad Yamin," ungkap Zulhasril. Sementara, meski sama-sama Minang dan
mendalami sosialisme/komunisme, Tan Malaka dan Sjahrir memiliki hubungan yang
buruk. Mereka berseteru kencang pasca Indonesia merdeka. Keduanya saling culik.
Tan Malaka mengerahkan Persatuan Perjuangan yang memiliki simpatisan dari
kalangan militer termasuk Jenderal Sudirman.
Sementara Sjahrir memiliki Pesindo dan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) yang
patuh padanya selaku Perdana Menteri. Perseteruan ini mencapai puncaknya pasca
perjanjian Linggarjati 1947. Tan Malaka bersama Persatuan Perjuangan
mengerahkan gerilya bersenjata menentang perjanjian Indonesia-Belanda itu. Tan
Malaka dikejar-kejar oleh pasukan Sjahrir. Sampai pada suatu waktu, di kaki
Gunung Wilis di Jawa Timur, Tan Malaka ditembak mati oleh satu pasukan di bawah
divisi Brawijaya. Tan Malaka pun lenyap sejak 21 Februari 1949.
http://m.detik.com/read/2007/08/15/162515/817707/10/tan-malaka-dan-merahny