KHITAN WANITA Sebuah studi normatif dari perspektif Islam Oleh: A. Sayuti Anshari Nst.
I. PENDAHULUAN Mengangkat masalah khitan wanita kepermukaan, nampaknya kembali menarik perhatian, terutama di beberapa negara Islam yang mempunyai pengalaman negatif dalam aplikasi khitan wanita sepanjang sejarah mereka. Mesir dan Sudan adalah dua negara yang mengangkat permasalahan ini secara konsern, karena pengalaman negatif yang mereka alami dalam pengaplikasiannya mulai dari masa Firaun, masa pra Islam dan sekarang ini. Pengkhitanan wanita dengan membabat semacam daging tumbuh yang terdapat disebelah atas lobang vagina wanita yang kemudian menjahit kedua pinggir vagina tersebut sampai rapat dan menyatu dikenal di kedua daerah ini dengan nama "Khifadl Fir_aun". Cara seperti ini berlaku dikedua negara ini mulai dari zaman Fir_aun sampai sekarang, walaupun dalam beberapa tahun terakhir ini telah terjadi beberapa perobahan radikal. Pelaku khitan ini dalam banyak hal diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (konon kabarnya dilakukan oleh tukang cukur), yang dalam banyak hal mengakibatkan kasus negatif seperti pendarahan, infeksi, cacat dll. Namun di beberapa negara yang tidak mempunyai pengalaman yang sama sepanjang sejarah pengaplikasian khitan wanita, pengangkatan masalah ini tidak begitu mencolok, seperti di Turki, Malaysia, Indonesia dll walaupun terdapat perobahan tetapi terjadi secara pelan-pelan dan mulus. Apa hukumnya khitan wanita itu? Dan bagaimanakah pelaksanaannya menurut pandangan Islam? Dua pertanyaan tersebut merupakan kawasan studi ini. II. POLEMIK HUKUM SEKITAR KHITAN WANITA. Paling tidak ada tiga pendapat di kalangan ulama dalam masalah khitan wanita ini. Pendapat pertama mengatakan hukumnya wajib, pendapat kedua mengatakan hukumnya haram, sedangkan pendapat ketiga mengatakan hukumnya sunat muakkad. Dalam mengambil ketetapan _wajib_ mengkhitan wanita, kelompok pertama yang terdiri dari Imam Ahmad bin Hanbal, Atho', Al-Sya_bi, Ibn Syuraikh, Rabi_ah dan Auza_i memberikan alasan sbb : 1.Firman Allah swt yang berbunyi sbb : "Tsumma auhaina ilaika an ittabi' millata Ibrahima hanifan wa ma kaana min al musyrikin" (Al Nahl: 120). Artinya : "Kemudian Kami perintahkan kepadamu agar engkau mengikuti syariat nabi Ibrahim yang khanif itu, dan beliau bukanlah orang yang musyrik". Dalam ayat ini, nabi Muhammad Saw diperintahkan oleh Allah Swt untuk mengikuti syariat nabi Ibrahim As. Sedangkan khitanan adalah merupakan syariat yang berlaku bagi ummat nabi Ibrahim. (Lihat hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim pada point no 2 berikut). Selama tidak ada alasan yang mengalihkan pengertian amar (perintah) menjadi sunat, maka perintah disini harus diartikan wajib, tanpa membedakan khitan laki-laki dan wanita. 2.Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim ra., yang artinya "Rasulullah saw bersabda: "Nabi Ibrahim melaksanakan khitan pada usia 80 tahun". (Fathul Bari, 6, 388 dan Shahih Muslim , 15, 122). Hadits ini menitipkan suatu pengertian bahwa khitanan adalah merupakan syariat yang wajib pada agama nabi Ibrahim. Seandainya tidak demikian, maka untuk apa beliau melakukannya pada usia yang sudah lanjut itu. Alasan ini dapat dikritik, bahwa para Nabi adalah manusia pilihan, tingkat ibadah mereka adalah teladan buat ummat mereka, yang dilakukan oleh nabi-nabi itu tidak saja setingkat wajib, tapiuga setingkat sunat tidak diabaikan. 3.Beberapa Hadits Nabi yang sifatnya memperkuat Hadits diatas. Antara lain adalah sbb: Pertama, Hadits yang diriwayatkan Abu Daud dan Ahmad yang berarti "Bahwa suatu ketika nenek Utsaim bin Kulaib menemui Rasulullah saw, lalu mengatakan: 'Ya Rasulullah saya sudah masuk Islam?' Beliau menjawab: 'Kalau begitu pergilah melakukan khitan'. (Sunan Abu Daud, 1, 68 dan Fathl Bari, 10, 341). Kedua, Hadits yang diriwayatkan oleh Harb dari Abu Hurairah yang berarti: "Nabi di suatu ketika mengatakan _Siapa yang masuk Islam, hendaklah melakukan khitanan walaupun dia sudah tua_.(Nailul Author, 1, 138). Ketiga, Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari ummu Atiah yang berarti: "Beliau mengkhitan seorang wanita di Madinah, lalu Nabi menegur beliau dengan mengatakan: Jangan babat sampai kandas, karena hal itu menguntungkan bagi wanita itu sendiri dan lebih disenangi oleh suaminya'." (Sunan Abu Daud, 4, 368-369 dan Fathul Bari, 10, 340). Keempat, Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Uyainah dari Aisyah ra. yang berarti: "Rasulullah saw pernah bersabda: _Bila dua khitanan telah bertemu atau saling bersentuhan, maka keduanya wajib mandi_"(Subulus Salam, 1, 84-85) Alasan-alasan ini dikritik oleh pihak yang mengatakan bahwa khitan wanita adalah sunnat dengan mengatakan bahwa perintah-perintah dalam hadits-hadits ini adalah wajib untuk para lelaki dan sunat muakkad untuk para wanita (lihat alasan-alasan kelompok ketiga) 4.Secara logika, melihat aurat orang lain adalah haram, kecuali ada kepentingan yang lebih dominan. Dalam pelaksanaan khitanan, pelaku khitan mesti melihat aurat orang yang dikhitan. Seandainya pelaksanaan khitan tidak wajib, tentu pelaku khitan dilarang melakukannya. Bantahan pihak lain, alasan ini tidak 100 % benarnya, karena dengan alasan semata-mata berobatpun dokter diperbolehkan melihat aurat wanita, apalagi bila pelaku khitan itu adalah wanita, maka kebolehan melihat lebih mendapat legitimasi. Adapun kelompok kedua yang mengatakan bahwa khitan wanita adalah haram, pada umumnya adalah ulama-ulama kontemporer, terutama yang memperoleh pendidikan dari negara-negara barat seperti Dr. Muhammad Abdullah Khalifah, Dr. Muhammad Sayid Thanthawi (Grand Syekh Al-Azhar) dll. Mereka mengambil ketetapan hukum haram atas dasar sbb: 1.Tidak ada teks di Taurat dan Injil yang mengatakan bahwa wanita itu harus dikhitan, oleh sebab itu khitan wanita tidak dimestikan dalam agama Yahudi dan Kristen. Alasan ini di bantah pihak lain dengan mengatakan bahwa, sebenarnya masalah apakah wanita Yahudi dan Kristen melakukan khitan atau tidak, sama sekali tidak ada hubungannya dengan keharusan khitan bagi wanita Islam, karena Islam mempunyai sumber hukum lain dari kedua agama itu. Malah di pihak lain, Al-Asqallani menyebutkan bahwa Yahudi mengharuskan khitan untuk laki-laki dan wanita mereka. Oleh sebab itulah maka Ibn Al-Munzir mengatakan makruh melaksanakan khitanan wanita pada hari ketujuh dari kelahirannya hanya untuk sekedar membedakan dari kaum yahudi. (Fathul Bari, 10, 343) 2.Khitan wanita tidak disyariatkan dalam Islam, dan Islam lepas tangan dari hal ini. Alasan ini tidak dapat diterima pihak lain, karena diatas telah dikemukakan alasan pensyariatannya oleh kelompok pertama baik dari teks Al Quran, Hadits atau logika. Seandainyapun perintah dalam teks-teks diatas tidak menunjukkan wajib, paling tidak akan menunjukkan mubah atau sunat. Apakah Islam lepas tangan dari masalah yang mubah dan sunat? 3.Di beberapa negara seperti Saudi Arabia melarang pengkhitanan kaum wanita, dan hal ini didukung oleh ahli-ahli kedokteran. Alasan ini, oleh pihak lain dianggap tidak berdasar karena: Pertama,walaupun pemerintahan Saudi Arabia dan pemerintahan yang lain melarang mengkhitan wanitanya, tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum tidak adanya pensyariatan khitan wanita. Sebab sumber tasyri_ dalam Islam masih ada yang lebih tinggi yaitu Al-Qur_an dan Hadits, dan dalam kedua sumber ini telah disebutkan masalahnya. Kedua mengenai claim bahwa khitan wanita membahayakan, rasanya perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap alasan yang dibuat oleh pakar kedokteran tersebut. Apakah pemotongan daging kecil tersebut akan mengakibatkan pendarahan, infeksi, peradangan, ketidak suburan dll? Apakah kemajuan teknologi dan alat kedokteran sekarang ini tidak dapat mengatasi hal seperti itu? Lalu bagaimana dengan operasi yang lebih besar seperti operasi usus buntu, paru-paru, jantung dll? Rasanya alasan-alasan seperti itu berlebihan. Kemungkinan- kemungkinan tersebut bisa terjadi karena pelaksana khitan bukan ahlinya, semacam tukang cukur atau tukang daging. Bukankah kita, ibu bapak kita dan nenek kita juga melaksanakan khitanan tanpa ada efek negatif seperrti yang dibayangkan? 4.Pengkhitanan wanita akan dapat mengakibatkan efek psykologis dan sosial bagi wanita itu sendiri, seperti kedinginan seksual, sulitnya mencapai kepuasan seksual, kesulitan hamil dll. Alasan ini oleh pihak lain dikatakan barang kali saja dapat diterima, apabila pelaku khitan itu adalah orang yang bukan ahlinya, yang tidak tahu apa yang harus dipotong dan seberapa ukurannya, sehingga dibabat saja semua yang ada didepan mulut vagina itu. Namun orang yang tahu petunjuk Islam tentunya hanya memotong sedikit saja daging yang tumbuh diatas lubang vagina tersebut, agar tidak nongol keluar sehingga birahi wanita tersebut tidak naik (terangsang) dengan hanya karena gesekan celana sewaktu berjalan atau goyang-goyang kaki. Dalam salah satu Hadits yang telah disampaikan diatas, Rasulullah malah mengatakan bahwa khitan itu menguntungkan wanita itu sendiri dan membahagiakan suaminya. Artinya dengan dipotongnya daging lebih yang super sensitif itu, maka wanita tersebut tidak akan kena penyakit hiper seksual dan mudah terangsang disembarang tempat dan kondisi, tetapi baru akan terangsang apabila memang dirangsang oleh suaminya. Kemudian dengan khitan tersebut, wanita itu akan lebih awet dan mempunyai daya tahan yang lebih lama dalam hubungan senggama dibanding yang tidak dikhitan karena alat super sensitifnya tidak terlalu nongol jadi tidak selamanya tersentuh. Bukankah hadits ini bertolak belakang dengan sinyalemen para ahli kedokteran tersebut? Kelompok ketiga yang mengatakan bahwa khitan wanita itu adalah sunat muakkad, nampaknya sebagai pendapat kelompok mayoritas. Kelompok ini dipelopopri oleh, Imam Malik, Hanafi, Syafi_i, Zaidi dll. Adapaun pengambilan hukumnya didasarkan pada dalih-dalih sbb: 1.Semua dalil-dalil yang digunakan kelompok pertama. Dengan mengatakan bahwa semua perintah pada teks-teks itu menunjukkan sunat, bukan wajib. Alasannya sbb: Dengan tidak dikhitannya wanita itu tidak berarti timbulnya kesulitan atau kerusakan. Berbeda dengan laki-laki; dengan tidak dikhitannya laki-laki jelas akan menimbukan kerusakan, karena menyimpan najis dan menyebabkan terjadinya pembusukan dan sumber kuman. Sedangkan di pihak lain, hiper seksual yang mungkin terjadi akibat tidak dikhitannya wanita itu hal yang relatif, karena tidak selamanya berakhir dengan senggama dengan sembarang orang, disana masih ada filter dan benteng. 2.Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Baihaqi yang mengatakan bahwa Nabi pernah bersabda yang artinya: "Khitan itu ajaran (wajib) bagi laki-laki dan moral bagi kaum wanita." Nampaknya pendapat kelompok ketiga inilah yang lebih kuat dan pendapat inilah yang dipilih oleh penulis. III. PELAKSANAAN KHITAN WANITA Dalam membicarakan pelaksanaan khitan wanita, perlu dibicarakan beberapa sub masalah antara lain sbb: 1.Tuntunan Islam dalam pelaksanaan khitan wanita. Khitan adalah merupakan satu kegiatan yang telah membudaya pada ummat manusia sejak dini. Konon kabarnya Nabi Adam As adalah orang yang pertama melaksanakan khitanan ini, setelah beliau dan istrinya Hawa As keluar dari sorga. Kegiatan ini terus berkelanjutan sampai kepada cucu-cucu Adam, walaupun dalam beberapa fase sejarah terdapat beberapa ummat yang meninggalkannya, namun kegiatan ini kembali dihidupkan pada zaman Nabi Ibrahim, sesuai dengan ayat 120 surat Al-Nahl dan Hadits yang telah kita sebutkan diatas sebagai interpretasinya. Khusus Nabi Ibrahim As, pelaksanaan khitannya sewaktu beliau berusia 80 tahun dan memakai pahat, akan tetapi kita sulit mengetahui pada usia berapa istrinya, Hajar As, melakukan khitan dan pakai alat apa. Kaum Arab sebelum Islam, mengkhitan putri mereka dengan menggundul kandas daging yang tumbuh diatas mulut vagina. Boleh jadi alasannya agar mengurangi keberingasan seksualnya, yang pada gilirannya dapat memagari wanita dari dekadensi moral yang melanda masyarakat mereka. Sewaktu Nabi mendengar bahwa Ummu Athiah Al-Anshari mengkhitan wanita muslim di Medinah dengan cara seperti itu, maka beliau buru-buru mendatangi Ummu Athiah tersebut dan memberikan petunjuk supaya jangan dibabat sampai kandas, karena cara seperti itu (tidak membabat habis daging yang super sensitif tersebut) akan menguntungkan wanita itu dan membuat suaminya lebih menyintainya (Sunan Abi Daud, 4, 368-369, Fathul Bari, 10, 340) Dalam riwayat Hakim, Tabrani, dan Baihaqi, Nabi menyebutkan cukup dikikis permukaannya saja dan jangan sampai digundul habis (Nailul Author, 1, 138). Dari hadits ini jelas dapat ditangkap, bahwa yang dipotong tersebut adalah daging yang tumbuh yang terdapat dibagian atas mulut vagina dan tidak perlu digundul habis tapi cukup membuatnya tidak sampai nongol, atau cukup dengan mengikis permukaannya saja. Bila demikian caranya, maka efek-efek negatif yang dikhawatirkan oleh kelompok yang mengatakan haram mengkhitan wanita jauh dari kemungkinan terjadi, karena cara tersebut kurang lebih sama dengan memencet jerawat, atau menindik telinga untuk gantungan anting-anting, apalagi dengan kemajuan teknologi kedokteran sekarang ini. 2.Kapan waktunya mengkhitan wanita. Para ulama dalam membahas waktu yang tepat bagi pelaksanan khitan, tidak melupakan faktor musim dan cuaca sebagaimana tidak melupakan usia wanita yang akan dikhitan. Mengenai pertimbangan musim dan cuaca, dapat disimpulkan dari beberapa pendapat yang dikemukakan, bahwa target satu-satunya yang ingin dicapai adalah agar luka bekas khitanan wanita tersebut cepat sembuh. Bagi penulis, masalah cepat sembuh dari bekas operasi pada zaman sekarang sangat jauh berbeda dari masa silam, karena kemajuan teknologi pengobatan, apalagi operasi semacam ini hanyalah operasi super ringan. Oleh sebab itu penulis lebih condong masalah musim dan cuaca itu tidak usah dipermasalahkan lagi karena sudah tidak relevan. Dengan demikian waktu pelaksanaan khitan itu boleh dalam musim dingin boleh dalam musim panas. Yang urgen dibicarakan dalam masalah ini adalah pertimbangan umur, karena berkaitan dengan tingkat kesakitan yang dirasakan dan eksistensinya sebagai manusia yang mukallaf. Dalam kaitan ini terdapat beberapa pendapat antara lain sbb: Pertama, mengatakan tidak ada ketentuan waktu, yang penting adalah pelaksanaan khitan sebelum baligh buat wanita yang lahir dalam keadaan muslimah, dan pelaksanaannya sesudah masuk Islam (walaupun yang bersangkutan sudah dewasa dan tua) buat orang yang baru masuk Islam. Kedua, mengatakan tidak dilakukan sebelum berusia sepuluh tahun, karena disaat itulah seorang anak dipukul bila meninggalkan sholat. Ketiga, mengatakan dilakukan sewaktu berusia antara tujuh sampai sepuluh tahun. Keempat, mengatakan bahwa khitan tersebut dilakukan sewaktu bayi berusia tujuh hari. Kelima, mengatakan makruh bila dilakukan sekitar hari ketiga dan ketujuh dari kelahiran bayi. Penulis lebih condong dengan pendapat pertama yang mengatakan bahwa waktu pelaksanaan khitan itu tidak mempunyai waktu yang pasti, yang penting dilakukan sebelum baligh (mukallaf). Semakin cepat dilaksanakan semakin baik kecuali menurut ahli kedokteran yang mengatakan lain sesuai kondisi anak tersebut. 3.Syarat orang yang melaksanakan khitan. Dari keterangan di atas dan atas pertimbangan wibawa ke-Islaman, dapat diambil beberapa syarat yang seyogianya dipenuhi oleh pelaksana khitan sbb: Agar yang melakukan khitan itu adalah dokter atau juru-rawat spesialis yang memenuhi kriteria sbb: Beragama Islam, mengerti tuntunan Islam tentang khitan, mengerti ilmu-ilmu operasi, memakai peralatan yang canggih dan bersih Dilakukan secara rahasia, bila wanita yang dikhitan sudah dewasa, untuk menghindari malu. Ditempat terang dan tertutup. Waktu yang tepat sesuai dengan advice dokter. Mengucapkan bismillah sebelum mulai dan alhamdulillah setelah selesai IV. PENUTUP Dari keterangan yang telah lalu dapat ditangkap dengan jelas bahwa syariat khitan wanita dalam Islam adalah syariat yang berdasar, sedangkan efek negatif yang dikhawatirkan oleh beberapa kelompok yang tidak menerima khitan wanita dapat diatasi dengan kemajuan teknologi kedokteran. Oleh sebab itu tidak ada yang perlu dikhawatirkan, malah sebaliknya dibalik khitan wanita itu terselip rahasia yang mengandung nikmat dan rahmat. Masalah kewanitaan, nampaknya merupakan kawasan yang sangat rawan yang oleh pihak-pihak teetentu yang kurang senang dengan kelestarian Islam sering dijadikan sebagai lahan garapan untuk mengacaukan pemahaman Islam itu sendiri. Kita bisa menginventarisasi berbagai masalah kewanitaan yang diangkat sbb: 1.Khitan wanita agar tidak dilaksanakan lagi, sehingga wanita-wanita, muslimah mudah terangsang seperti wanita-wanita eropa. 2.Emansipasi ditingkatkan, sehingga dimana ada laki-laki disitu ada wanita, dan azas persamaan antara laki-laki dan wanita dilegitimasi sehingga apa yang dilakukan oleh kaum laki-laki juga boleh dilakukan oleh kaum wanita, atas dasar persamaan, walaupun hal itu berbenturan dengan petunjuk Ilahi. 3.Pergaulan antar jenis dan ikhtilath dibebaskan, sehingga wanita boleh berduaan ditempat sepi dan tertutup. 4.Penjualan alat penangkal kehamilan dibebaskan, sehingga dapat dijangkau oleh kaum muda-mudi 5.Abortus dibolehkan karena itu hak pribadi yang bersangkutan 6.Qowamah suami terhadap istri harus lebih longgar dan para suami diminta lebih toleran mengizinkan istrinya keluar rumah bersama teman-temannya yang lain jenis. 7.Kontrol sosial harus diperlunak dan dibatasi karena hal itu dianggap kegiatan yang membatasi kebebasan pribadi 8.Dst..dst.. dst. Apakah jadinya masyarakat Islam bila ide-ide ini teradopsi..? anda setuju..? ------------------------------ Striving for Excellence ------------------------------ ----- Original Message ----- From: "Rina Sofiany" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, September 18, 2003 11:41 PM Subject: RE: [balita-anda] OOT: Tentang Sunat Perempuan > Maaf papa Dewa, bukannya saya memperpanjang masalah, tapi argumennya > hampir sama dengan yg ada di Fatwa-fatwa mutakhir Dr. Yusuf Al-Qardhawi > kok. Cuma kalo tulisan di bawah itu merembet kemana-mana, sedangkan > kalau di buku fatwa-fatwa mutakhir hanya membahas hadits tentang khitan > dan pendapat-pendapat ulama mesir. Maaf kalau tidak berkenan. > > Rina Sofiany - bundanya Nadya > http://rina.rustamaji.com > http://www.rustamaji.com > > > -----Original Message----- > From: Ferro [mailto:[EMAIL PROTECTED] > Sent: Thursday, September 18, 2003 11:39 AM > To: [EMAIL PROTECTED] > Subject: Re: [balita-anda] OOT: Tentang Sunat Perempuan > > > sorry, artikel ini dapet dari mana.... > kalo saya baca, kayaknya si penulis banyak mengangkat ayat dan hadits > tapi cuman untuk pelengkap tulisannya aja tanpa ngerti isi dan > maksudnya. yang saya tangkep dari tulisan ini, isinya cuman opini > pribadi, dari prasangka buruk mengenai kedudukan wanita dalam islam. > kalo buat saya sih, tulisan ini cuman nambah wawasan aja, bahwa ternyata > ada orang2 yg berpendapat seperti ini. soalnya yang saya tau, islam > datang itu meninggikan derajat perempuan yang pada jaman jahiliyah dulu > sangat direndahkan oleh laki2. contohnya, di artikel ini, dibilang > membolehkan poligami adalah salah satu bukti bahwa kedudukan wanita > direndahkan oleh agama (dalam hal ini pasti Islam lah ya), padahal dulu > ayat itu turun, karena orang2 arab jahiliyah biasa punya istri sampe > lebih dari 10 tanpa memperhatikan nafkah lahir batinnya. makanya Islam > membatasi boleh sampe 4, tapi harus adil. > > mudah2an yg lain juga gitu, jadinya ngga ikut2 kebawa berburuk sangka > kepada ajaran Islam dalam hal kedudukan wanita khususnya, dan ajaran > Islam keseluruhan pada umumnya. > > salam, > papa dewa > > > --------------------------------------------------------------------- > >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ > >> Info balita, http://www.balita-anda.com > >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > > > --------------------------------------------------------------------- >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]