ANGKA KEMATIAN IBU 
Sumber : Kompas (3/9 1999) 

PENYEBAB AKI 

SESUNGGUHNYA, komplikasi kehamilan dan kelahiran bukanlah masalah baru. Di
banyak negara berkembang komplikasi ini merupakan penyebab utama tingginya
angka kematian dan perempuan yang sakit usia subur. Paling tidak, 500.000
perempuan meninggal setiap tahun.

Untuk menanggulanginya, tahun 1987 sudah diluncurkan Program Kesehatan
Wanita. Seperti yang diungkapkan Kepala Perwakilan Dana PBB untuk
Kependudukan (UNFPA) Nesim Tumkaya dalam acara Hari Siaga di Sekayu,
Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, akhir Agustus lalu, program ini
telah diperkenalkan di lebih dari 100 negara Afrika, Asia, Latin Amerika,
dan Timur Tengah.

Indonesia dengan angka kematian ibu (AKI) melahirkan di peringkat atas,
tentu saja termasuk negara sasaran. Bahkan Konferensi Internasional
Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) Cairo, 1994, telah menajamkan
sasarannya. Dari AKI 450/100.000 kelahiran hidup, tahun 2000 ditargetkan
tinggal setengahnya, 225/100.000 dan tahun 2015 menjadi 112/100.000.

Inilah yang diimplementasikan dalam program Gerakan Sayang Ibu (GSI), yang
resmi dicanangkan tahun 1996. Sebagai motornya, ditunjuk Kantor Menteri
Negara Peranan Wanita, dengan mantan Asisten Menteri UPW I yang sekarang
menjabat Sekretaris Menperta dr Abdullah Cholil MPH sebagai penanggung jawab
proyek.

Tiga terlambat

Hasil penelitian menunjukkan, ada tiga jenis terlambat berkait erat dengan
angka kematian ibu hamil dan bersalin. Pertama, terlambat mengambil
keputusan merujuk ke pelayanan kesehatan terdekat. Kedua, terlambat tiba di
pelayanan kesehatan karena minimnya sarana transportasi. Ketiga, terlambat
dilayani begitu tiba di rumah sakit.

Hal itu menunjukkan, AKI berkait erat dengan masalah sosial budaya, ekonomi,
dan klinis. Oleh karena itu, pendekatannya juga dari tiga sisi ini.

Pendidikan ibu yang meninggal misalnya, rata-rata kurang dari sembilan
tahun. Sedang status sosial perempuan yang rendah membuat mereka
diperlakukan diskriminatif dalam keluarga, misalnya di bidang makanan,
pendidikan, dan kesehatan.

Infrastruktur yang belum memadai seperti jalan rusak dan tidak adanya sarana
angkutan, berkait erat dengan pembangunan dan kondisi ekonomi penduduknya. 

Padahal seperti yang diungkapkan Abdullah Cholil, perbaikan sosial-budaya,
ekonomi, dan pendidikan, bisa membantu mengatasi 64 persen penyebab kematian
ibu. 

Sementara perbaikan penanganan klinis, bisa mengatasi 36 persen kematian
ibu. Ini sesuai survei yang menyebutkan, lebih dari 80 persen penyebab
kematian ibu hamil dan bersalin adalah perdarahan (40-60 persen), infeksi
jalan lahir (20-30), keracunan kehamilan (20-30), dan penyakit lain (5).

Proyek percontohan

Saat ini, proyek percontohan GSI dilakukan di delapan propinsi yang dianggap
menyumbang 70 persen AKI di Indonesia; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, dan
Nusatenggara Barat. 

Dari tiap propinsi dipilih beberapa kabupaten berdasarkan kombinasi faktor
jumlah penduduk yang besar, infrastruktur dan pelayanan kesehatan tingkat
desa sudah memadai, serta proporsinya yang bermakna terhadap AKI propinsi.
Di Sumatera Selatan misalnya, ada Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan
Komering Ulu, dan Musi Banyuasin.

Kenyataan menunjukkan, hampir semua kabupaten punya kesamaan masalah. Mulai
dari jarangnya keterlibatan pemerintah daerah tingkat II, kepasrahan
keluarga terhadap komplikasi kelahiran, kurangnya pengumpulan data
sistematis soal AKI, sistem rujukan yang tidak memadai, sampai tidak adanya
protokol tertulis untuk perawatan ibu hamil dengan risiko tinggi.

Umumnya bupati, lurah, dan pimpinan sektor nonkesehatan lainnya menganggap
AKI adalah masalah medis belaka. Jarang yang menyadari, ada faktor terlambat
mengenali kegawatan sehingga terlambat pula mencari dan mendapatkan
pertolongan. Sebaliknya ibu hamil sendiri sering takut dengan konsekuensi
keuangan yang harus ditanggung bila ditangani di rumah sakit.

Sistem rujukan juga tidak berfungsi dengan baik. Hubungan perujukan dengan
RS kabupaten "buruk" dan tidak ada sistem transportasi masyarakat. Apalagi
ibu hamil yang dirujuk jarang sekali ditemani dukun atau bidan desa yang
menolongnya.

Sementara penanganan masih juga terlambat, karena kurangnya pengalaman dalam
memberikan pertolongan pertama pada kedaruratan persalinan. 

Perbaiki kerja sama 

Oleh karena itu, program GSI tidak hanya berupaya membuka kesadaran
perempuan, keluarga dan masyarakat soal risiko kehamilan, tetapi juga
memberdayakan perempuan agar tidak menjadi subordinat, mendukung perempuan
mendapat pendidikan seluas-luasnya, meningkatkan akses terhadap pelayanan
bidan desa terlatih, serta memperbaiki kerja sama antara masyarakat dengan
pemda untuk meningkatkan pelayanan rujukan dan kegawatdaruratan.

Kampanye Suami Siaga (siap-antar-jaga) adalah salah satu bagian program GSI
yang mengintervensi kesadaran bahwa setiap kehamilan bisa berisiko kematian,
dan perlunya peran serta keluarga dan masyarakat untuk menghindarinya.

Akan tetapi, mengatasi semua faktor penyebab AKI, perlu kerja sama lintas
sektoral dan komitmen kuat semua pihak. Suatu hal yang dalam kondisi
pemerintahan se karang tampaknya sulit dipraktikkan. Bisa jadi, target
penurunan AKI hanyalah di awang-awang. (nes) 
  


Kunjungi: http://www.balita-anda.indoglobal.com
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"

-= Dual T3 Webhosting on Dual Pentium III 450 - www.indoglobal.com =-
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
Panduan Menulis Email yang Efektif http://hhh.indoglobal.com/email/ 
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet






Kirim email ke