Assalamualikum Wr.Wb Sekitar 4 hari ikut kehujanan dan kepanasan di Medan Ijtima' Umat Islam 2009 rasanya menumbuhkan harapan akan berseminya kembali sunnah Rosulullah SWT dan tersebarnya Islam sebagai rahmatan lil alamin. Saudara2 kita lainnya saat ini melanjutkan perjuangannya dg menyebar ke berbagai pelosok wilayah di Indonesia bahkan luar negeri untuk belajar memperbaiki diri dg cara mengajak sesama agar lebih taat kepada Alloh SWT. Semoga kita bisa berkontribusi untuk perjuangan ala minhajinnubuwwah ini. Berikut ini beberapa berita ttg peristiwa tsb yang ditulis di Republika, Suara Merdeka dan Kompas.
M.Khoerur Roziqin Recommended blogs for better understanding of the purposes of our life: www.dalamdakwah.wordpress.com www.hidayahku.com www.mualaf.com. http://www.republika.co.id/koran/14/65243/Tenda_Raksasa_di_Medan_Ijtima_Umat_Islam Tenda Raksasa di Medan Ijtima Umat Islam Tanpa gembar-gembor dan menebar spanduk serta tiada televisi yang dipampang dan media massa yang beredar, acara Ijtima Tahunan Umat Islam berlangsung mulus dan khusuk selama tiga hari berturut-turut, 18-20 Juli lalu. Sekitar 800 ribu sampai satu juta orang tergerak untuk datang ke medan ijtima ini dari berbagai pelosok Tanah Air dan mancanegara. Lokasi ijtima bukan di hotel atau gedung, melainkan di sebuah areal terbuka, perkebunan kelapa seluas sekitar 55 hektare, yang disulap menjadi tempat berdirinya tenda raksasa di kawasan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD) City, Tangerang, Banten. Suasananya tampak sangat sederhana dan bersahaja. Jauh dari kesan elitis dan politis. Yang dimaksud tenda raksasa malah hanya lembaran kain putih membentuk lajur-lajur panjang, seperti milik pedagang kain yang dibentang begitu saja dari gulungannya. Lantainya adalah tanah merah dan rerumputan, kemudian dilapisi terpal, tikar, atau karpet seadanya. Untuk tidur, peserta ijtima banyak yang menggunakan sleepingbag, mendirikan tenda mini, atau hanya berselimutkan kain sarung. Setiap waktu shalat wajib tiba, mereka membentuk shaf yang lurus dan rapat. Pada giliran ini, suasana dalam tenda raksasa itu berubah menjadi seperti lantai masjid yang sangat luas. Diperkirakan, panjang shaf mencapai tujuh kilometer. Tenda tersebut dikelilingi parit buatan dari jalinan bambu yang di dalamnya dilapisi terpal. Airnya terus mengalir dari sumber sumur jetpump yang lebih dulu di tampung pada kolam buatan di pinggir sebuah danau alam. Di sinilah peserta ijtima berwudhu. Di pinggiran tenda, juga terdapat deretan-deratan WC darurat. Konon, jumlah totalnya sampai 2000 buah. Terbuat dari rangka bambu dengan dinding dan pintu dari kain agak tebal dan warna gelap. Meski berlantai tanah dan becek karena medan ijtima sempat diguyur hujan, WC itu tak menebarkan aroma bau pesing dan kotoran manusia. Selain semua jamaah taat pada adab membuang hadas sesuai sunah Nabi SAW, juga saluran pembuangan airnya dibuat selancar mungkin sehingga tidak ada kotoran yang mengendap begitu disiram. Satu lagi yang menakjubkan, yaitu bak mandi sepanjang sekitar 1,5 kilometer dan lebar 1,5 meter yang terletak di bagian belakang tenda raksasa dan di pinggir danau dengan konstruksi mirip parit untuk wudhu tadi. Hulu dari bak mandi ini adalah kolam buatan yang terus-terusan menggelontorkan air jernih. Apa agenda penting ijtima yang 100 persen pesertanya kaum Adam dari berbagai lapisan umat Islam tersebut? Selama tiga hari itu, peserta ijtima disuguhi bayan dan taklim dari para ulama tentang pentingnya menghidupkan ajaran agama Islam serta taskil atau ajakan keluar di jalan Allah (huruj fisabilillah) untuk berdakwah. Maka, yang dihasilkan dari ijtima itu berupa daftar sekitar 5.000 rombongan dakwah swadaya. Mereka diberangkatkan untuk menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan ada yang ke mancanegara. Hajatan besar yang digagas Jamaah Tabligh itu memang sepi dari sorotan media massa. Bukan bermaksud menutup diri atau bersikap eksklusif, tapi mereka mengaku sebagai ''orang-orang lemah'' yang mudah terganggu keikhlasan hatinya dalam beramal ibadah manakala bersentuhkan dengan publikasi. ''Jadi, bukannya tak butuh publikasi media, apalagi memusuhinya. Tidak sama sekali,'' tutur Maulana Baban, seorang aktivis Jamaah Tabligh dari Bandung, Jawa Barat, yang ikut suntuk dan berkeringat merancang acara pertemuan besar umat Islam tersebut. Menurut dia, jangankan membuat press-release, yang namanya proposal, kop surat, stempel, serta perangkat-perangkat administrasi dan publikasi lainnya tak dikenal sama sekali di lingkungan Jamaah Tabligh. ''Bahkan, nama Jamaah Tabligh pun itu bukan kami yang bikin. Itu sebutan yang dibuat masyarakat terhadap aktivitas kami. Kami ini lebih senang disebut umat Islam saja atau hamba Allah atau umat Rasulullah,'' tutur Maulana Baban. Sebagai gerakan dakwah yang dikenal santun, nonpolitis, nonmazhab, egaliter, dan mendunia, perkembangan Jamaah Tabligh tampak sangat fenomenal. Perkembangan gerakan dakwah yang dibidani oleh Maulana Ilyas, seorang alim yang juga konglomerat India, sekitar 1920, banyak menyentak berbagai kalangan. Dengan jurus yang relatif sederhana, yakni mengembangkan metode huruj fisabilillah selama tiga hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, dan empat bulan sekali seumur hidup, berbagai ''lahan tandus yang gersang dari iman dan amal Agama'' secara bertahap dan meyakinkan menjadi ''lahan subur yang makmur dengan iman dan amalan agama Islam''. zam http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/21/73313/Kegiatan.Besar.yang.Menghindari.Ekspose.Media 21 Juli 2009 Dari Perhelatan Akbar Jamaah Tabligh di Serpong Kegiatan Besar yang Menghindari Ekspose Media SM/Hartono Harimurti LOKASI PERHELATAN : Sejumlah peserta meninggalkan lokasi perhelatan akbar Jamaah Tabligh di sebuah tanah lapang, kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Minggu (19/7).(30) Sebuah perhelatan besar digelar 17-20 Juli di kawasan Serpong, Banten. Di situ berkumpul ratusan ribu orang yang menamakan dirinya anggota Jamaah Tabligh. Siapa sebenarnya mereka dan apa yang dilakukan selama digelarnya acara itu? MAAF. Itulah kata yang sering muncul dari mulut petugas yang berada di Posko Khirosah di tempat perhelatan akbar Jamaah Tabligh di sebuah tanah lapang seluas 200 ha di kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Minggu (19/7) lalu. Perkataan dengan nada santun tersebut mereka katakan ketika Suara Merdeka mencoba memperoleh informasi lebih jauh tentang kegiatan akbar tersebut dan hal-hal yang terkait teknis seperti jumlah anggota Jamaah Tabligh yang hadir, siapa tokoh nasional yang diundang, hasil-hasil pertemuan akbar, dan sebagainya. ”Maaf pak, kami memang tidak ingin riya’. Jadi kami tidak ingin mempublikasikan kegiatan kami di koran dan televisi. Biarlah nanti masyarakat mengetahui sendiri kegiatan silaturahmi pengikut ‘usaha dakwah’ ini, karena kami insya Allah akan bersilaturahmi ke masjid-masjid yang ada di tengah masyarakat,” kata petugas yang mengaku bernama Abu Jihad itu. Jika melihat begitu banyaknya jumlah bus, metromini, minibus, sedan biasa sampai sedan mewah, sepeda motor sampai sepeda onthel yang terparkir rapi di lokasi tersebut, belum lagi mereka yang datang berjalan kaki atau naik ojek, maka bisa diperkirakan jumlah yang hadir mencapai ratusan ribu orang atau jauh lebih banyak daripada yang hadir pada saat kampanye akbar pasangan SBY-Boediono di Stadion Utama Gelora Bung Karno beberapa waktu lalu. ”Mungkin hampir sejuta orang mas, tapi saya nggak tahu persisnya, karena kita datang kesini cuma mikir, cuma usahakan, iman kokoh di hati kita,” kata Anwar, anggota Jamaah Tabligh asal Malang, Jawa Timur. Dia yang ”keceplosan bicara” merupakan staf pengajar di PTN favorit di Malang. Anwar mengaku, walaupun dihadiri anggota yang sangat besar jumlahnya serta dihadiri tokoh-tokoh nasional seperti Jusuf Kalla, bukan itu yang membesarkan pertemuan ini. ”Kita semua meyakini kebesaran sebuah pertemuan adalah bila di dalamnya membesarkan kebesaran Allah dan pentingnya dakwah untuk iman umat manusia. Kami ingin besar di mata Allah, bukan dinilai besar oleh mahluk-mahluknya. Kami juga tidak ingin membuat kami besar, kami istiqomah dakwah saja, biar Allah yang membesarkan kami,” paparnya. Dalam setiap perhelatan akbar yang disebut ijtima’ tersebut, menurutnya, tidak ada perbedaan status sosial siapa yang datang. Bila presiden sekalipun, maka dia tidak akan diberi tempat duduk di VVIP dan harus duduk berbaur dengan jamaah, karena menjunjung tinggi prinsip semua sama di mata Allah, kecuali mereka yang bertakwa. Ciri khas Dari pengamatan Suara Merdeka, anggota Jamaah Tabligh mengenakan pakaian yang hampir seragam, seperti baju koko sampai dengan gamis yang panjang, celana panjang di atas mata kaki, kopiah putih, ada yang dilengkapi dengan sorban, dan sebagian besar memelihara jenggot. Dari tampilan yang seragam ini, ternyata mereka datang dari status sosial berbeda. Hal ini terlihat dari beraneka kendaraan yang membawa mereka untuk hadir di acara tersebut. Deretan sedan dari BMW, Mercedes sampai Toyota Vios, juga SUV seperti Range Rover, Ford Escape, Toyota Fortuner sampai Daihatsu Terios berbaur dengan dengan Hijet dan bus butut, bahkan sampai sepeda onthel. ”Jangan difoto Pak, ini kebesaran dunia,” pinta sorang petugas di Khirosah saat Suara Merdeka akan memfoto hal yang menarik ini. Kesan pertama masyarakat awam tentunya merasa asing bahkan ”seram” dengan kehadiran mereka. Namun demikian mereka tidak ekslusif dan berusaha untuk membaur dengan menyebarkan dakwah. Hal ini terlihat saat di warung kopi yang terletak dekat lokasi pertemuan akbar mereka. ”Assalamu’alaikum, Mas. Saya Junaidi asal Natuna, Riau, saya masih lemah iman, ikut ‘usaha dakwah’ ini untuk memperbaiki diri dan iman. Kita ikut saja biar Allah yang memberi kepahaman,” katanya kepada Suara Merdeka. ”Agar paham usaha ini, Mas bisa ikut ’usaha dakwah’ ini, kita khuruj, keluar di jalan Allah 3 hari saja. Semoga nanti dipahamkan Allah,” tambahnya. Mendengar kata ‘keluar di jalan Allah’, teringatlah dengan kata-kata yang sering dikatakan almarhum Bangun Sugito atau dikenal dengan Gito Rollies. Ditanya apakah Gito ikut usaha dakwah ini, Junaidi hanya berkata ”Mas lebih tahulah daripada kami.” Ditanya soal teknis terkait keluar di jalan Allah, dia menyatakan, ”Kalau Mas tinggal di Jakarta datang ke Masjid Jami’ Kebon Jeruk di ‘daerah kota’, daftar saja untuk keluar 3 hari. Kita dakwah membawa uang kita sendiri, dengan jiwa dan harta kita. Kita isi dengan baca kitab tentang keutamaan amal dan ibadah,” katanya. Ijtima’ yang dimulai sejak tanggal 17 hingga 20 Juli pun berakhir, maka pulanglah mereka dengan tertib dalam rombongan-rombongan dengan seorang penanggung jawab. (Hartono Harimurti-62) public.kompasiana.com/.../pertemuan-di-bsdcity-luput-dari-liputan-media/ Pertemuan Jamaah Tabligh Tak Tersentuh Media Oleh aceng ruhendi saifullah – 27 Juli 2009 – Dibaca 286 Kali – Ketika dua buah bom meledak dan mengguncang jantung kawasan Mega Kuningan, Jumat pagi 17 Juli lalu, semua media mengangkatnya sebagai headline atau breaking news. Itu normal. Namun, ketika pada waktu yang nyaris sama, sekitar lima ratus ribu orang yang datang dari berbagai pelosok negeri dan mancanegara melangkahkan kakinya dan berkumpul serta menggelar acara “Ijtima Tahunan Umat Islam” selama tiga hari berturut-turut di sebuah perkebunan kelapa seluas 50 hektar di kawasan BSD City, tak satupun media memberitakannya. Apakah itu sesuatu yang normal? Bagi teman-teman Gerakan Jamaah Tabligh, yang punya hajatan raksasa itu, sepinya acara yang digelar 17,18,19 Juli 2009 itu dari sorotan media justru dianggapnya sebagai sesuatu yang menguntungkan. “Kami ini orang-orang lemah yang mudah terganggu keikhlasan hati kami manakala bersentuhkan dengan publikasi. Kami sedang belajar mengorbankan harta dan diri kami untuk perbaikan iman dan amal kami. Kami sedang mematut-matut diri agar Allah swt menolong dan menyelesaikan masalah-masalah kami, baik di dunia maupun di akhirat. Jadi bukannya tak butuh publikasi media, apalagi memusuhinya…tidak sama sekali,” tutur Maulana Baban, seorang aktivis Jamaah Tabligh dari Bandung yang suntuk dan berkeringat merancang acara pertemuan tahunan di BSD City itu. Menurutnya, jangankan membuat press-release, yang namanya proposal, kop surat, stempel, dan perangkat-perangkat administrasi dan publikasinya lainnya tak dikenal sama sekali di lingkungan Jamaah Tabligh. “Bahkan, nama Jamaah Tabligh pun itu bukan kami yang bikin. Itu sebutan yang dibuat masyarakat terhadap aktivitas kami. Kami ini lebih senang disebut umat Islam saja, atau hamba Allah, atau Umat Rasulullah…” tuturnya, lebih lanjut. Sebagai gerakan dakwah yang dikenal santun, nonpolitis, nonmazhab, egaliter, dan mendunia, perkembangan Jamaah Tabligh tampak sangat fenomenal. Sepuluh tahun yang lalu, ketika pertemuan serupa diselenggarakan di Kawasan Ancol, hanya dihadiri sekitar 50 ribu orang dari dalam negeri dan sekitar 1000 orang dari 32 negara. Pertemuan pekan lalu di BSD City dihadiri oleh sekitar 500 ribu orang jamaah dalam negeri dan 10000 orang tamu dari 231 negara. Di tingkat dunia, gerakan dakwah yang dibidani oleh Maulana Ilyas, seorang alim yang juga konglomerat India, sekitar tahun 1920, perkembangannya banyak menyentak berbagai kalangan. Dengan “jurus” yang relatif sederhana, yakni dengan mengembangkan metode “khuruj fisabilillah” selama 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, dan 4 bulan seumur hidup, berbagai “lahan tandus yang gersang dari iman dan amal Agama” secara bertahap dan meyakinkan menjadi “lahan subur yang makmur dengan iman dan amal Agama”. Di Benua Australia kini tercatat 500 masjid sudah berdiri dan hidup amalan agama dengan pola sunnah. Di Eropa, terutama di Inggris, Prancis, dan Jerman, jejak-jejak kerja dakwah Jamaah Tabligh sangat meluas dan membekas, antara lain berupa banyaknya gereja yang berubah fungsi menjadi masjid. Di Amerika Serikat bahkan rombongan Jamaah Tabligh sudah berhasil menembus Gedung Putih dan mendirikan mushola kecil di sana. Yang pasti, aktivitas Jamaah tabligh, berdasarkan laporan terakhir dalam Ijtima Tahunan di BSD City pekan lalu, sudah meliput 321 negara. Sementara di Indonesia sendiri, semua kabupaten dan kecamatan sudah memiliki markas Jamaah Tabligh. Tags: Add new tag // <![CDATA[ // html .fb_share_link { padding:2px 0 0 20px; height:16px; background:url(http://b.static.ak.fbcdn.net/images/share/facebook_share_icon.gif?2:26981) no-repeat top left; }Share on Facebook Share on Twitter 5 tanggapan untuk “Pertemuan Jamaah Tabligh Tak Tersentuh Media” 1. nurtjahjadi, — 27 Juli 2009 jam 8:33 am Saya pernah ke markaz jamaah tabligh yang ada di Dewsbury, Yorkshire, England tahun 1993. Pada waktu itu saya shalat subuh berjamaah di sana, ada 15 shaf (baris), setiap baris terdiri dari 100 orang dewasa (saya hitung sendiri), jadi setidaknya ada 1500 orang yang shalat subuhnya berjamaah. Di Indonesia saja, hampir tidak ada (mungkin ada tapi jarang), yang jamaah shalat subuhnya berjamaah sampai 1500 orang. Itu sebabnya keadaan umat Islam di Indonesia seperti sekarang ini, ….. 2. viant, — 27 Juli 2009 jam 8:56 am sangat benar sekali @pak nurtjahjadi… 3. adri arnas yani, — 27 Juli 2009 jam 9:21 am Semoga kita bisa meningkatkan iman dan amal sholeh menurut Al-Quran dan Sunnah Rasul, Muhammad SAW. Amin 4. ASRAR, — 27 Juli 2009 jam 1:35 pm Luar biasa dahsyatnya seluruh Umat diindonesia dari sabang sampe merauke.. hadir di BSD. Mesjid sudah mulai banyak yang kosong dan berubah fungsi.. padahal sholat berjamaah di mesjid wajib hukumnya bagi umat islam… 5. Al ghifahri, — 27 Juli 2009 jam 8:03 pm Inilah tanda2x kebangkitan Islam,jamaah tabligh bagaikan air yang mengalir tenang,yang mengalirkan rombongan jamaah2 keseluruh penjuru dunia,.