Rabu, 11 February 2009


Hari Pertama Ekspedisi Singgalang I


DHARMASRAYA- Hari pertama Ekspedisi Singgalang I, Rabu (11/2) di
Dharmasraya langsung melintasi Batang Hari. Sungai sejarah itu, seperti
nadi yang membentang. Sebentar lagi kian ke hilir, sungai ini akan
berliku-liku, meander. Pemukiman penduduk tersusun rapi di tepi sungai.
Pola pemukiman tradisional memang demikian, rumah seperti ditarik oleh
desau air sungai. Merapat ke tepian. Berlapis, jarang ke belekang dan
diakhiri dengan parak atau sawah. Panas terik berguman. Jalan lintas
Sumatra yang licin dan di beberapa lokasi bergelombang telah kami
tinggalkan. Tadi, tim juga telah dilepas oleh Plt Sekdakab Dharmasraya,
Ir Mukhlis, MT., di kantor bupati setempat.


Hari pertama ini tak banyak yang dilakukan. Kecuali membuat peta detail,
fokus ekspedisi dan mencek ulang semua perlengkapan. Tim melakukan
briefing untuk persiapan akhir, sembari mendengarkan arahan dari
Pimpinan Redaksi Singgalang, Khairul Jasmi (KJ) dan Redaktur Pelaksana,
Widya Navis, yang mengantarkan rombongan. Saat pengecekan, ternyata
banyak item perlengkapan yang tidak terbawa ke lokasi. Yang paling
penting adalah keju. Makanan lezat berprotein tinggi, disukai banyak
orang lagi. Terang saja koordinator tim, Rio, mencak-mencak kepada
Rifki. Ia ditunjuk sebagai penanggungjawab konsumsi.
Rifki lupa membeli keju, lantaran ia ketiduran di sepanjang perjalanan
menuju Dharmasraya. Padahal, menurut agendanya, keju itu akan dibeli di
perjalanan. Tapi ia segera menebus kesalahan itu. Sepanjang sore, dengan
ditemani rekan sesama tim, Hanif, ia mencari keju. Mereka menyisiri
semua took dan kedai dari Gunung Medan hingga Pulau Punjung. Hari
beranjak malam, keju pun tidak juga berhasil didapat. Malam hari, tim
kembali briefing. Kali ini untuk menentukan rute perjalanan esok hari.
Guna menyingkap sisi sosial kehidupan masyarakat tepian Batang Hari.
Termasuk pendidikan, adat istiadat dan perekonomian mereka. Agi,
koordinator daerah lokal yang masuk tim ekspedisi menyebutkan, tujuan
awal Siguntur, Padang Roco dan Padang Laweh di Kecamatan Sitiung. Ini
daerah tertinggal tanpa listrik. Malam mereka berteman dengan genset.
Tim akan melihat dan mendalami Candi Pulau Sawah, Rawang Maombiak dan
CandiPadang Roco. Tim akan bermalam di sini. Jadi kita harus menyebrangi
sungai. Untuk itu kita telah mempersiapkan perahu karet," terang Agi,
alias Asrial Gindo Korda Dharmasraya.


Namun, Agi tidak menyinggung-nyinggung soal pelampung. Alat penyambung
nyawa, jika seandainya perahu karam atau terbalik. Anggota tim terakhir,
Fadli, bergidik. Ia tidak pandai berenang. Akhirnya, apa yang ditakutkan
semua orang disampaikan Agi. "Pelampung tidak ada, begitu pula dengan
operator perahunya. Jadi kita coba saja menjalankannya sendiri," ujarnya
tanpa dosa. Fadli menggigil.
Batang Hari adalah sungai yang tua. Pemukiman di tepi-tepinya juga
pemukiman penduduk yang telah lama membuat sejarah. Daerah Aliran Sungai
(DAS) Batang Hari juga telah diklasifikasi sebagai satu dari 22 DAS
dengan kategori sangat kritis (super critical) di Indonesia. DAS sungai
ini memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) 4,9 juta hektar
dan secara administratif meliputi Sumatra Barat dan Jambi. Lebih dari
setengahnya, DAS sungai ini, ada di TNKS. Hari ini, kami akan menyusuri
sungai tersebut. Semoga kami menemukan banyak hal baru. *

Kamis, 12 February 2009


Ekpedisi Singgalang I di Dharmasraya, Tak Ada Sinetron di Sini


DHARMASRAYA-Hari kedua. Masih seperti kemarin, Batang Hari terus
mengalunkan tembang alam nan tiada duanya. Hari ini, tim ekspedisi
memasuki Jorong Siluluak, Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung. Daerah itu
berpenduduk sekitar 80 kepala keluarga. Tidak ada listrik, tidak ada
jalan raya. 

Kami seperti berada di 'tempat lain'. Penduduknya ramah, bersahaja,
namun miskin. Perkampungan ini dipisahkan oleh bentangan Batang Hari
dengan daerah seberangnya. Pemisahan itu berlangsung beratus-ratus tahun
lamanya. Dampaknya, kampung itu tertinggal. Pemerintah, telah berupaya
sekuat tenaga, tapi apa daya, Dharmasraya adalah daerah baru, aroma
pembangunan belum terasa benar di sini.
Untuk mencapai daerah itu, hanya satu alat transportasi, yakni ponton.
Itu adalah sejenis perahu besar, tapi tidak memiliki mesin. Mekanismenya
sederhana. Cukup dengan menggunakan tali dan katrol, serta memanfaatkan
arus air Batang Hari yang deras. Jadi, jika ingin ke sana, Anda harus
pergi dulu ke Taratak Koto Tuo. Hanya berjarak 15 menit perjalanan dari
Pulau Punjung, ibukota Dharmasraya. Naik ponton itu tidaklah mahal.
Pemiliknya hanya memungut uang Rp1.000 per orang. Mereka juga bisa
membawa kendaraannya. Ongkos untuk sepeda motor Rp3.000 dan mobil
Rp5.000. Kami yang tak terbiasa naik ponton, berdebar juga. Jikalah
ponton itu terbalik, tentulah kami akan tumpah ke sungai. Tapi tidak,
ponton meliuk indah mengergaji sungai. Tak lama, kami sampai ke
sebarang. Amboi eloknya alam kampung ini. Tiba-tiba salah seorang
anggota tim, rindu kampung. Katanya, bau tanah di sini persis sama
dengan bau tanah di kampungnya. Lenguh kerbau piaraan mendayu, seolah
menyambutnya. Akan haknya Muhammad Fadli, fotografer, tidak bisa ditegah
lagi, terbit candunya memoto.
Kampung ini memang elok. Tapi tunggu dulu, memasuki Jorong Siluluak,
kami menemukan hal yang kontras. Wilayah itu jauh berbeda dengan daerah
di seberangnya. Di situ tidak ada angkutan kota atau desa. Karena yang
ada hanya jalan tanah berkerikil. Hanya mobil proyek yang sesekali
melintas dan menyebarkan debu ke udara. 

Kondisi yang memiriskan di sana tidak ada sekolah. Walaupun hanya
sekedar sekolah dasar yang bangunannya reot di makan usia. Untuk
bersekolah SD, anak-anak harus pergi ke Sungai Langsek, desa tetangga.
Namun, jika ingin melanjutkan ke SMP, mereka harus menyebrangi sungai.
Karena sekolah itu hanya ada di Sikabau atau Sitiung. Bupati Marlon
Martua, tempo hari bilang, ia akan berusaha membangun sekolah di
desa-desa yang memang membutuhkan. "Pemerintah berkewajiban akan hal
itu," kata dia.  Selain itu yang menjadi kendala adalah listrik. Warga
Siluluak sudah akrab dengan kegelapan malam. Sehingga mereka tak kenal
yang namanya sinetron, telenovela, ataupun melodrama. Tadi malam
misalnya, kelam menyungkup desa. Sedari kecil kami, meski tak anak kota,
desa kami telah berlistrik. Asing pula rasanya, ada deretan rumah
membisu dalam gelap gulita. Seperti lampu mati kalau di kota. Tapi di
sini, gelap adalah teman. 

Hanya segelintir warga yang memiliki listrik. Paling banyak enam rumah
tambah satu masjid. Itu karena mereka memakai diesel. Masyarakat
Siluluak hidup serba kesulitan. Mereka yang umumnya bekerja sebagai
petani, banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Seperti halnya
Harina, 43. Janda miskin itu, harus bekerja keras setiap hari untuk
memberi makan enam orang anaknya yang masih kecil.
Biasanya, ia bekerja sebagai pekerja upahan. Baik bertani di sawah atau
berladang. Dari pekerjaan itu, ia bisa mengumpulkan uang Rp30 ribu
sehari. Baginya, uang itu cukup untuk makan. "Pitih tu lai cukuik untuak
makan sahari-hari senyo," tuturnya, Kamis (12/2). Dengan penghasilan
itu, ia mengaku tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya karena tidak ada
biaya. Karenanya, dari enam anaknya, hanya seorang yang menamatkan SD.
"Untuak makan sajo susah. Apo lai harus bayia biaya-biaya sikola,"
ungkapnya.*

 

 



The above message is for the intended recipient only and may contain 
confidential information and/or may be subject to legal privilege. If you are 
not the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination, 
distribution, or copying of this message, or any attachment, is strictly 
prohibited. If it has reached you in error please inform us immediately by 
reply e-mail or telephone, reversing the charge if necessary. Please delete the 
message and the reply (if it contains the original message) thereafter. Thank 
you.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke