Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu

Carito paisi ari Juma'at nan mudah-mudahan ado kagunono.

Wassalamu'alaikum

M.D.Saib St. Lembang Alam
Asal: Koto Tuo - Balai Gurah - Bukit Tinggi
58 th / Jatibening - Bekasi

*SHALAT DAN MESJID*



Bahwa shalat itu lebih utama dilakukan di awal waktu sudah lama aku dengar.
Sudah lama juga aku dengar bahwa shalat berjamaah itu lebih baik dari shalat
sendirian. Sudah lama pula aku dengar, sudah sejak masa-masa sekolah sampai
masa jadi mahasiswa, bahwa shalat berjamaah di mesjid itu adalah lebih baik
bagi laki-laki. Tapi untuk melaksanakan shalat dengan kondisi paling utama
seperti itu lain lagi ceritanya. Tidak selalu mudah.



Sampai pada suatu hari di awal tahun 1991. Aku mendengarkan ta'lim dari
seorang ustad yang waktu itu kami undang dari Dewan Dakwah Jakarta. Bahasan
dalam ta'lim itu adalah mengenai keutamaan-keutamaan shalat. Ustad itu
menyampaikan beberapa hadits Rasulullah SAW. Di antaranya tentang keutamaan
yang nyaris merupakan kewajiban untuk mengerjakan shalat berjamaah di
mesjid. Dalam sebuah hadits, kata ustad itu, Rasulullah SAW bersabda, *'Demi
jiwaku yang ada di tangan Nya, sesungguhnya aku hendak rasanya menyuruh
orang-orang membawa kayu, lalu terkumpul, kemudian aku perintah supaya
orang-orang shalat, lalu diadakan adzan buatnya, kemudian aku perintah
seorang mengimami orang ramai, kemudian aku pergi kepada orang-orang yang
tidak hadir buat shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka buat kerugian
mereka. Dan demi (Tuhan) yang diriku di tangan Nya, sekiranya seorang dari
mereka mengetahui bahwasanya ia akan mendapat tulang yang berdaging gemuk
atau daging dua rusuk yang baik, niscaya ia hadir di shalat isya.'*

* *

Begitu kerasnya anjuran Nabi SAW menyuruh pengikut beliau untuk mengerjakan
shalat berjamaah di mesjid, meski tidak pernah sampai beliau membakar rumah
orang yang tidak hadir shalat berjamaah.



Penyampaian ustad dari Dewan Dakwah itu menyentuh dalam ke lubuk hatiku.
Kami, empat orang peserta pengajian yang tinggal dalam komplek perumahan
kantor berunding, untuk mendiskusikan bagaimana cara mengimplementasikan
ilmu yang baru kami terima. Untuk pergi ke mesjid terdekat dari komplek
perumahan kami berjarak sekitar dua sampai tiga kilometer. Kami mempunyai
kendaraan. Harusnya tidak ada alasan untuk tidak mendatangi mesjid terdekat.



Tapi kami masih menawar. Kami bersepakat untuk mulai mengerjakan shalat
berjamaah berempat saja di sebuah mushala yang sudah tidak terpakai, yang
diletakkan di pinggir lapangan olah raga. Bangunan mushala (port a camp)
yang tadinya digunakan di lingkungan perkantoran kemudian dipindah sesudah
sebuah mushala baru dibangun.



Kami yang empat orang ini, dengan segenap daya berusaha untuk istiqamah,
untuk selalu hadir berjamaah, terutama di waktu subuh, maghrib dan isya
karena shalat zhuhur dan asar kami lakukan di mushala kantor. Alhamdulillah,
dengan segala tantangan yang kami hadapi, untuk jangka waktu cukup lama kami
berhasil. Sangat jarang kami tidak berjamaah (berempat) di mushala mungil
itu. Kadang-kadang kami bawa serta istri-istri kami di waktu maghrib dan
isya. Bahkan di hari-hari libur ada satu dua orang rekan lain yang datang
ikut berjamaah di waktu subuh. Apa yang kami lakukan menjadi perhatian
rekan-rekan sekantor yang lain. Umumnya mereka hanya jadi penonton, meski
ada juga  yang berkomentar dan bertanya. Bahkan ada yang berkomentar miring,
seolah-olah kami tiba-tiba berubah menjadi ekstrim di mata mereka.



Berjamaah berempat di mushala di pinggir lapangan olah raga itu berlangsung
selama lebih dari satu tahun. Suatu saat, seorang di antara kami berangkat
untuk bertugas di luar negeri. Satu orang yang lain kelihatannya mulai
 kecapek-an.
Tinggallah hanya kami berdua orang saja. Nyaris berakhirlah kebiasaan
berjamaah yang sudah dijalankan lebih setahun. Untunglah, kebetulan di
komplek perumahan Pertamina dekat tempat kami tinggal, baru dibangun sebuah
mesjid kecil. Ke sanalah akhirnya aku bergabung. Jamaah mesjid itu tidak
banyak. Di waktu subuh hanya sekitar enam sampai delapan orang. Aku berusaha
selalu hadir untuk shalat subuh, maghrib dan isya di mesjid kecil itu.
Jemaah mesjid itu sedikit demi sedikit bertambah banyak. Terutama di waktu
subuh. Beberapa teman sekantor yang lain, yang tinggal di komplek perumahan
ikut pula bergabung. Kami latihan memberikan kuliah tujuh menit secara
bergantian. Dan kami bergantian pula menjadi imam.



Aku berusaha memelihara kebiasaan berjamaah ini walaupun aku pergi ke
kotalain. Misalnya ketika berada di kampung, di Bukit Tinggi atau di
Pakan Baru
di saat cuti. Atau kalau sedang bertugas kantor dan menginap di hotel di
Jakarta. Sekurang-kurangnya aku shalat di mushala hotel.



Di akhir tahun 1993 aku pindah dari Balikpapan ke Jatibening Bekasi. Di
komplek tempat tinggalku yang baru ada sebuah mesjid swadaya penghuni
komplek. Mesjid yang terletak di tengah-tengah komplek itu sangat dekat dari
rumahku. Aku selalu hadir untuk shalat berjamaah di mesjid itu. Jamaah
subuhnya hanya sekitar delapan orang. Empat orang adalah tukang bangunan
yang menompang menginap di mesjid. Sebagai pendatang baru, aku diterima
cukup baik pada awalnya. Pada suatu subuh, aku ditawarkan menjadi imam. Aku
menolak dengan alasan bahwa aku masih berstatus tamu. Bapak tua yang
menawariku jadi imam itu setengah mendesak. Aku masih menolak dengan
mengatakan bahwa aku tidak membaca qunut. Dia masih tetap menyuruhku maju
dan mengatakan, tidak ada masalah, tapi tolong i'tidal (berdiri sesudah
rukuk) kedua agak dipanjangkan. Akhirnya aku maju menjadi imam.



Bulan puasa di sekitar bulan Maret di tahun 1994. Jamaah tarawih ternyata
banyak sekali dan sebagian jamaah terpaksa shalat di beranda mesjid. Aku
segera menemui keganjilan pertama. Jamaah laki-laki dan jamaah perempuan
bersisian di dalam mesjid. Mesjid itu dibagi dua memanjang. Jamaah laki-laki
di sebelah kanan dan jamaah perempuan di sebelah kiri. Di antaranya ada
pembatas / sekeram dari kain.



Di antara shalat tarawih dan witir ada kultum dari jamaah untuk jamaah. Aku
diminta pula untuk ikut memberikan kultum. Aku sampaikan hadits Rasulullah
tentang aturan saf laki-laki dan perempuan. Bahwa sebaik-baik saf untuk
laki-laki adalah yang paling depan, sementara sebaik-baik saf untuk wanita
adalah yang paling belakang. Aku jelaskan bahwa betapa beresikonya shalat
bersisian antara bapak-bapak dan ibu-ibu yang hanya dibatasi selembar kain,
padahal bapak dan ibu yang bersisian bukan muhrim.



Orang yang dituakan di mesjid ini dapat menerima yang aku sampaikan. Tapi
tidak demikian halnya dengan beberapa orang jamaah lain. Pada suatu
kesempatan yang aku tidak hadir bertarawih, si pemberi kultum menghujat
dengan kata-kata pedas. Siapa itu orang baru yang sok sekali itu, katanya.
Baru datang sudah merobah-robah aturan dan mengatur-atur. Kebetulan ada
adikku yang hadir mendengarkannya dan menyampaikan isi kultum itu kepadaku.
Maksudnya, agar aku jangan terlalu frontal mengoreksi kebiasaan-kebiasaan
masyarakat komplek.



Selama bulan puasa tahun pertama itu posisi jamaah laki-laki dan perempuan
bersisian tetap berlanjut. Barulah tahun berikutnya berubah menjadi
laki-laki di depan.



Aku selalu hadir shalat berjamaah di mesjid itu. Shalat yang manapun, selama
aku ada di rumah ketika masuk waktu shalat. Waktu akan shalat zhuhur dan
asar di hari Minggu seringkali pintu mesjid terkunci dan aku shalat di
beranda mesjid.  Aku ajak pemuka mesjid mengadakan diskusi mingguan dengan
menggunakan buku rujukan, misalnya kitab hadits shahih untuk membahas
hal-hal ringan dan perlu-perlu. Alhamdulillah, orang yang paling dihormati
di mesjid itu mau menerima ajakan tersebut. Meskipun diskusi seperti itu
segera saja jadi tidak disenangi, ketika beberapa kali yang dibahas
menyangkut hal-hal yang selama ini sudah dilakukan di mesjid ini. Contohnya
seperti pengaturan saf.



Aku kritik pula kebiasaan melantunkan shalawat badar di antara azan dan
iqamat, pada hal orang sedang mengerjakan shalat sunat. Silahkan
bershalawat, kataku, tapi jangan sampai mengganggu urang yang sedang shalat
(sunat). Orang yang sedang shalat itu sedang berusaha khusyuk dalam
shalatnya, akan terganggu oleh lantunan shalawat badar yang menggunakan
mikrofon.



Meskipun ada di antara jamaah itu yang terang-terangan menunjukkan
ketidak-senangan terhadapku, aku berusaha santai saja.  Tidak ada niatku
untuk melayani dan mencari musuh. Bukankah mesjid tempat beribadah yang
utama?



Jamaah shalat subuh tetap tidak lebih dari sepuluh orang dan sebagiannya
adalah para tukang. Penghuni komplek yang ikut berjamaah hanya  empat
- limaorang dan itupun tidak semuanya secara berkesinambungan. Ketika
shalat
maghrib lumayan banyak yang ikut, bisa sampai belasan orang sementara shalat
isya jumlahnya kembali berkurang. Karena aku selalu hadir lebih awal,
seringkali akulah yang jadi imam.



Tanpa kusadari, ada kecenderungan jamaah dari warga komplek bertambah satu
demi satu. Ini semata-mata karena hidayah Allah SWT. Aku tidak pernah
sekalipun mengajak orang perorangan untuk ikut berjamaah, kecuali pada
kesempatan kultum, aku sampaikan betapa baiknya seandainya kita bisa hadir
berjamaah ke mesjid.



Pada saat pergantian pengurus mesjid, aku dipilih dan diangkat untuk menjadi
ketua pengurus. Kami perbaiki sedikit demi sedikit kegiatan di lingkungan
mesjid. Taman Pendidikan Al Quran yang sebelumnya sudah ada lebih
diintensifkan lagi. Kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan pengajian mingguan,
majelis ta'lim ibu-ibu lebih ditingkatkan. Aku ajak jamaah yang sudah mulai
juga bertambah untuk berdiskusi sekali seminggu.



Dari salah satu diskusi (setiap diskusi selalu dengan menggunakan kitab
rujukan) kami sadari bahwa mesjid harus mempunyai imam shalat rawatib tetap.
Jadi bukan imam bergantian karena senioritas. Maka kami adakan pemilihan
imam yang melibatkan jamaah shalat tarawih (karena biasanya jumlahnya lebih
banyak). Aku dipilih menjadi imam tetap. Tentu saja ada juga imam pengganti,
yang akan menjadi imam kalau imam tetap berhalangan.



Alhamdulillah, sekali lagi alhamdulillah. Jumlah jamaah itu selalu
bertambah. Puncaknya, pernah kami shalat subuh dengan 70 orang jamaah
laki-laki dan tiga puluh orang jamaah perempuan. Walaupun ada sedikit
penurunan sesudah itu. Karena ada beberapa dari mereka yang sudah meninggal
dunia ataupun pindah ke tempat lain.



Ada-ada saja kejutan bagiku menyaksikan pertambahan jumlah jamaah.
Adabapak-bapak yang sering berpapasan denganku ketika aku pulang dari
shalat
subuh, beliau dalam pakaian olah raga, berjalan kaki di pagi buta. Kami
saling bertegur sapa. Suatu saat, tahu-tahu beliau hadir di mesjid dan sejak
itu jadi jamaah tetap mesjid. Ada yang berdiskusi denganku di tempat jaga
malam, ketika dulu, di tahun 1998 kami ikut ambil bagian dalam pengamanan
komplek. Dia bertanya bermacam-macam hal, seperti bagaimana hukumnya main
gaple meski tidak bertaruh. Dibumbuinya pula, bukankah orang Padang sangat
hobi main domino alias main gaple. Aku jawab tidak ada apa-apa, selama tidak
terjadi apa-apa. Dia bingung dan bertanya apa maksudku. Aku suruh dia
membayangkan, bagaimana seandainya, jika Allah berkehendak, dia menemui
ajalnya di meja gaple itu? Mungkin karena serangan jantung? Tidakkah dia
berpikir, hal itu akan sangat memalukan di hadapan Allah kelak?  Bapak itu
terdiam. Beberapa hari kemudian dia muncul di mesjid, ikut berjamaah.
Adayang baru diangkat jadi ketua RW, berpidato, menyampaikan ajakan
kepada
pengurus mesjid untuk bahu membahu menjaga dan membangun komplek. Waktu aku
juga diminta mengucapkan pidato, aku hanya mengajak bapak ketua RW itu untuk
ikut berjamaah ke mesjid dan dengan cara itu insya Allah kerja sama itu akan
berjalan dengan sendirinya.  Dan diapun ikut ke mesjid sejak itu.



Untuk istiqamah menegakkan shalat berjamaah memang perlu tekad dan
perjuangan pribadi. Di antara penghuni komplek ada yang masih dalam taraf
berusaha tapi belum berhasil. Aku melihat mereka mencoba hadir untuk
beberapa lama, lalu kemudian kembali gagal. Mudah-mudahan saja suatu saat
mereka berhasil.



Waktu aku mula-mula datang di komplek ini aku pernah mendengar  ada
anak-anak warga komplek yang terlibat narkoba. Alhamdulillah sekarang sudah
tidak ada lagi kegiatan seperti itu. Mungkin juga karena remaja 15 tahun
yang lalu sekarang sudah jadi bapak-bapak pula. Tapi paling tidak mereka
itupun, tidak ada lagi yang terlibat dengan barang haram itu.



Dulu ada rumah khusus tempat bapak-bapak bergadang main gaple sampai pagi.
Sudah lama kegiatan itu berhenti. Penghuni rumah khusus itu sudah pindah dan
sebagian besar pesertanya sekarang adalah jamaah tetap mesjid.



Aku sangat menikmati lingkungan tempat tinggalku sekarang ini. Dengan rasa
persaudaraan dan kekompakan yang tinggi di antara sesama warga. Dan jamaah
mesjid yang juga sangat bersemangat. Jumlah zakat maal kami bertambah dari
tahun ke tahun. Jumalah hewan kurban yang kami potong bertambah setiap
tahun. Kami berusaha untuk selalu perduli dalam masalah sosial. Kami
menyumbang dari kantong-kantong pribadi untuk mereka yang terkena musibah
dimanapun mereka berada. Terakhir kamipun menghimpun sumbangan untuk
dikirimkan kepada kaum Muslimin di Gaza.



Mudah-mudahan Allah selalu menunjuki kami dan menjadikan kami senantiasa
mampu untuk tetap istiqamah.






*****

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke