Assalamualaikum, kalau boleh saya ikut nimbrung mengenai opini dari sanak ambo bot. Mengenai film-film INdonesia yang belakangan ini memang lebih mengarah kepada film-film bertemakan horor, itu juga tidak terlepas dari budaya bangsa Indonesia yang masih interest kepada masalah-masalah gaib. Kenapa genre film ini dikedepankan karena dalam kehidupan nyata pun kita masih menemukan sebagian masyarakat kita yang masih yakin akan hal hal mistis seperti berobat ke "orang pintar", penerawangan gaib, "mangopi", dllnya. dan satu lagi, biaya produksi genre ini, "lebih irit" dibandingkan dengan produksi film-film genre lain, seperti kolosal, action, drama dan lainnya.
Namun, sesungguhnya bisa saja, film-film bertemakan idealis seperti contohnya Cut Nyak Dien dulu, atau film Fatahillah yang katanya film kolosal Indonesia termahal produksinya diproduksi kembali. Namun tentu dikemas dalam versi yang tidak terlalu "Berat" dalam arti kata, filmnya idealis, tapi penyampaian kepada penontonnya ringan dan menghibur, karena justru untuk kita rakyat INdonesia ini, cara-cara yang menghibur dan ringan akan mudah masuk ke kepala dari pada cara-cara yang membutuhkan kemampuan mengolah cerita yang ditonton. Kita lihat dari sisi sineas nya. Untuk memproduksi sebuah film hiburan sederhana saja, katakanlah AADC, yang bisa dikatakan hanya memakai pemeran paling banyak 15 orang, belum lagi set lokasi, equipmentnya, izin, dan hal-hal lain seperti konsumsi membutuhkan waktu produksi selama hampir 8-10 bulan dan tentunya biaya operasional yang tidak murah mulai dari pra produksi, produksi, pasca produksi, editing, promosi hingga sampai ke bioskop-bioskop yang telah menghabiskan biaya hampir sekitar ratusan juta rupiah. berangkat dari hal itu, sedikit gambaran mengenai memproduksi sebuah film yang kolosal, paling tidak Production HOuse nya harus mengadakan observasi mendalam mengenai cerita yang akan diangkat, observasi tokoh-tokoh penting, observasi lokasi, observasi zaman yang akan difilmkan, belum lagi mencari pemeran yang mampu memainkan karakter (tidak hanya karakter watak dari tokoh yang difilmkan , tapi juga karakter wajah yang hampir mirip, tingkah laku tokoh pada zaman itu dan banyak lainnya) . Lalu mengenai set lokasi dan properti, meskipun tidak harus cocok dengan zaman yang akan diangkat , paling tidak mirip, untuk lebih membawa penonton hanyut dalam ceritanya, para pekerja film harus menemukan lokasi yang hampir-hampir mirip dengan lokasi kejadian yang akan diangkat, belum lagi properti-properti lainnya (meja, bangku, bangunan, pakaian, alat-alat rumah tangga, transportasi dll) dengan arti kata, akan menghabiskan ongkos produksi yang sangat banyak, dan menghabiskan waktu yang sangat lama. MEnurut saya, berangkat dari pemikiran itulah, kenapa para sineas Indonesa jarang untuk mengangkat film bertemakan kepahlawanan, ketokohan, yang sifatnya kolosal. Ditambah, sumberdaya manusia dibidang perfileman Indonesia belum semaju di HOllywood, yang telah mampu membuat film-film kolosal seperti "HERO", "Dancing With WOlf", LOrd OF THe RIng dll. Namun, semua hal itu, bukan tidak mungkin untuk dilakukan dan dijalankan, tentunya harus didukung oleh semua pihak. Semisal seperti yang bang bot bilang, film yang mengangkat cerita tentang Tuanku IMam Bonjol, butuh observasi bagaimana kehidupan pada zaman itu, bagaimana sosok TUanku Imam Bonjol yang sebenarnya, karakter dan gerakan natural seorang Tuanku Imam Bonjol, dll. Semua pihak harus terlibat, tidak hanya para sineas yang memiliki semangat 45 untuk membuat sebuah filmkolosal idealis menghibur, tp juga perlu didukung oleh, stakeholder seperti Pemda, Dinas terkait, masyarakat, perantau, dan tentunya pemilik modal (produser). Kalau semua pihak tersebut telah sepakat dan komit, saya yakin apa yang diimpikan oleh bang bot yaitu sebuah film kolosal yang menghibur sekaligus mendidik akan bisa direalisasikan dan bisa tayang di seluruh bioskop di Indonesia, bahkan di pentas Internasional. untuk itu mulailah dari yang kecil, yaitu dengan menularkan kecintaan generasi muda pada produksi film minimal dengan pembuatan film indie yang murah biayanya, dan tentu institusi pendidikan baik formal maupun informal mengenai sinematografi. mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan. kesempurnaan milik Allah, segala kesalahan adalah milik saya selaku manusia wassalam, youdee Announcer RRI Padang - permerhati film ----- Pesan Asli ---- Dari: Bot S Piliang <[EMAIL PROTECTED]> Kepada: RantauNet@googlegroups.com Terkirim: Jumat, 9 November, 2007 9:17:38 Topik: [EMAIL PROTECTED] Dari Cindua Mato sampai Tuanku Imam Bonjol Assalamualaikum Saya pribadi sangat mendukung perkembangan film Indonesia. PAda awal kebangkitan film Indonesia dulu, pada sewaktu Ca bau Kan, Eliana-eliana, dan sebagainya, saya selalu berusaha dapat menonton di bioskop atau kalaupun akan membeli VCD nya, saya beli yang asli, tidak bajakan. Tai pada perkembangannya, film Indonesia justru berkembang ke arah yang tidak menggembirakan, tema yang diangkat selalu bertema horor atau remaja yang ceritanya buat saya monoton. Saya merindukan film kolosal seperti Cut Nyak Dhien yang bertemakan sejarah dan kekayaan bangsa. Saya pernah berangan-angan, kapan cerita/kaba Cindur Mato atau Kisah Perlawan Orang Minang di Padang Sibusuk dan Kiliran Jao terhadap ekspansi Majapahit di Ranah Minang dapat diangkat ke layar lebar. Atau keruntuhan Dharmasyaraya pasca ekspedisi Pamalayu dan awal berdirinya Pagaruyung yang melibatkan banyak setting sejarah, seperti kerajaan Singosari, Majapahit, Dharmasyraya, PAlembang dan tentu saja Ranah Minang tercinta. Tapi saya juga sadar bahwa film-film tersebut bukan film populer, tapi adalah film kolosal idela dan sedikit minang sentris yang akan butuh budget mahal. Dan pasti, akan banyak perdebatan sejarah tentang ini, terutama dari Jawa yang masih meragukan bahwa ibu dari raja-raja Majapahit adalah Orang Minang (Dara Pitok/Petak, putri kerajaan Dharmasyaraya yang dalam kitab negara kertagama di sebut Indeswari), dan Sriwijaya juga masih menyangkal bahwa Dapunta Hyang berasal dari Minangkabau (Minang Tamwan..) Alhamdulillah, sines Indonesia akhirnya tertarik mengangkat Tuanku Imam Bonjol sebagai salah satu momentum pergerakan Islam dan modernisasi Islam di ranah Minang yang akhirnya mengangkat Minangkabau dengan Islam Intelektualnya. Dan menurut saya, ini adalah kesempatan baik bagio pariwisata Sumatera Barat, akrena tentu saja akan banyak objek-objek sejarah dan alam yang di "shoot". Dan mudah-mudahan, proyek film ini tidak dianggap "rejeki harimau" oleh pihak manapun di Sumbatera Barat sehingga sineas-sineas maupun pelaku kreatif lainnya tidak "kapok" mengarahkan kamera dan mencurahkan ide kreatifitasnya di Sumatera Barat, Ranah Budo, the Motherland of Minangkabau. Amien... Salam Bot S Piliang Denpasar --- __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com ________________________________________________________ Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Jika anda, kirim email kosong ke >>: berhenti >> [EMAIL PROTECTED] Cuti: >> [EMAIL PROTECTED] digest: >> [EMAIL PROTECTED] terima email individu lagi: >> [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---