Nenek-moyang warga Sumatera Barat ternyata berbeda dengan leluhur orang-orang Indonesia lainnya.
Penjelasan tersebut berasal Prof Mulyanto, pemenang Penghargaan Achmad Bakrie 2008 Bidang Kedokteran, yang dikutip Hamid Basyaib dalam postingnya di milis JIL Jumat 22 Agustus 2008 yang lalu. Berikut saya kutip bagian dari posting Hamid yang relevan dengan hal tersebut: Baru2 ini saya menemui Prof Mulyanto, pemenang Penghargaan Achmad Bakrie 2008 Bidang Kedokteran, di laboratoriumnya yg sepi di Mataram, Lombok. Dia ahli imunologi, dg subspesialisasi hepatitis-B (mungkin satu2nya di Indonesia). Dia menerangkan pada saya dg sangat menarik tentang watak virus hep-B, dg bantuan layar komputer yg menyajikan gambar virus2 yg diperbesar 400 ribu kali. Virus2 itu tampak "berbaju", dan bersiaga di seputar hati. Jumlahnya berjuta2, tapi yg diperlukan untuk masuk ke hati -- dg meninggalkan bajunya -- cuma satu. Jika yg satu itu sudah masuk ke hati, ia akan membelah diri menjadi kira2 200.000 ekor per hari. Jutaan rekannya yg lain tetap berjaga-jaga di luar hati, siap menyerbu masuk jika operasi penerobosan oleh satu teman mereka tadi gagal. Dg proliferasi setinggi itu, tak mengherankan jika keparahan penyakit ini bisa dg amat cepat terjadi. Saya hanya bisa ternganga mendengar uraian Pak Mulyanto. Lalu saya tanya: "Tuhan di mana? Apakah Anda percaya pada eksistensiNya? Apakah Anda percaya pada teori evolusi?" Dia terdiam. Lalu, sambil tersenyum, dia bilang: "Saya memahami Tuhan tidak sebagaimana yang dipahami oleh agama-agama. Soal teori evolusi, saya mempercayainya 99,9 persen...". Dia menambahkan, "Sifat2 sel tunggal dari masa 4 miliar tahun silam itu masih terdapat jejak-jejaknya dalam diri kita sekarang ini". Mulyanto juga bergerak di level epidemik hep-B. Dia meneliti persebaran virus itu di seluruh Indonesia, dan sampai pada kesimpulan bahwa nenek-moyang warga Sumatera Barat berbeda dari leluhur orang2 Indonesia di belahan tengah (Sumatra hingga Maluku). Sedangkan orang Papua, katanya, memang cerita yang lain sama sekali. [kutipan selesai] Kalau kesimpulan Prof Mulyanto tersebut valid, sejauah manakah pengaruh faktor genetic terhadap budaya Minangkabau yang memang cukup berbeda, bahkah dengan etnis Melayu di sekitarnya? Tentu bukan kompetensi saya untuk menjawabnya. Ya, apalah awak ini. Wassalam, H Darwin Bahar St Bandaro Kayo (65) --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---