*KISAH ANDALUSIA: AIR MATAKU MENITIS MEMBACANYA*

  ------------------------------

Sekadar copy n paste. mintak halal yer tuan punya karya asal n maaf la kalu
korang dah baca. tapi menda baik, baca 57907 kali pun xpe,..

Suatu petang, Tahun 1525. *Penjara* tempat tahanan orang-orang di situ
terasa hening mencengkam. Jeneral Adolf Roberto, pemimpin *penjara* yang
terkenal bengis, tengah memeriksa setiap *penjara* tahanan.

Semua banduan *penjara* membongkokkan badannya rendah-rendah ketika '*algojo
* *penjara*' itu melintasi di hadapan mereka. Jikalau tidak, *kasut* 'boot
keras' milik tuan Roberto yang fanatik Kristian itu akan mendarat di wajah
mereka. Roberto marah besar ketika dia tiba-tiba mendengar seorang
mengumandangkan suara-suara yang amat dibencinya. "Hai...hentikan suara
hina itu! Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil
membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi? Seorang lelaki tua di
*penjara*tahanan tadi tetap bersenandung dengan khusyuknya. Roberto
bertambah
berang. *Algojo* *penjara* itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak
lebih sekadar cukup untuk satu orang.

Dengan marah ia menyemburkan ludahnya ke wajah tua sang tahanan yang
keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyucuh
wajah dan seluruh badan orang tua itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh
ajaib... Tak terdengar sedikit pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering
milik sang tahanan amat galak untuk meneriakkan kata Rabbi, wa ana
'abduka... Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir
sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustaz...InsyaALlah tempatmu di Syurga."



Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan, '*
algojo* *penjara*' itu bertambah memuncak marahnya. Ia memerintahkan
pegawai *penjara* untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu
keras-kerasnya sehingga tersungkur di lantai.

"Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa hinamu
itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah
orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapa
kami, Tuhan Jesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan
'suara-suara' yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai
balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mahu minta maaf dan
masuk agama kami."

Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto
dengan tatapan yang tajam dan dingin dan berkata,

"Sungguh...aku sangat merindukan kematian seperti cintanya kamu pada
kehidupan, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai,
ALlah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan kerana akan segera
menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku
turuti kemahuanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."

Sejurus sahaja kata-kata itu terhenti, *kasut* boot Roberto sudah mendarat
di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai *
penjara* dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju
penjaranya yang telah lusuh, terjatuh sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto
berusaha
memungutnya. Namun, orang tua itu terlebih dahulu mengambil dan
menggenggamnya erat-erat. "Berikan buku itu, hai lelaki dungu!" bentak
Roberto.

"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang
suci ini!"kat ustaz tersebut dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada
jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku
itu. *Kasut* boot seberat dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak
jari-jari tangan ustaz yang telah lemah.

Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak
demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar
gemeretak tulang yang terputus. Bahkan '*algojo* *penjara*' itu merasa
lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari
musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan tua itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang
membuatnya berang. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh.
Namun, secara tiba-tiba *algojo* itu termenung.

"Ah...seperti aku pernah mengenal buku ini. Tetapi bila? Ya, aku pernah
mengenal buku ini."

Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran
pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala
melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal
tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi
Sepanyol.

Akhirnya Roberto duduk di samping ustaz tadi yang sedang melepaskan
nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang *algojo* kini diliputi tanda
tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat
peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.

Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.
Pemuda itu teringat ketika suatu petang di masa kanak-kanaknya terjadi
kekecohan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Petang itu ia melihat
peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat
pembantaian kaum muslimin di *Andalusia*). Di tempat itu tengah berlangsung
pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa gugur di bumi *Andalusia
*.

Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung
pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan
tertiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan
berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam
dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya kerana tidak mahu
memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang kanak- kanak laki-laki comel dan tampan, berumur sekitar tujuh
tahun, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah
senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Kanak kanak comel
itu melimpahkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang
gantungan. Perlahan-lahan kanak - kanak itu mendekati tubuh sang ummi yang
tak sudah bernyawa, sambil menggayuti abinya. Sang anak itu berkata dengan
suara parau, "Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi
telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta,
tsa....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi..."

Budak kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab
ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu apa yang harus dibuat .
Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya budak itu berteriak
memanggil bapaknya, "*Abi*...*Abi*...*Abi*..." Namun ia segera terhenti
berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kelmarin bapanya
diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

"Hai...siapa kamu?!" jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati
budak tersebut. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawabnya
memohon belas kasih. "Hah...siapa namamu budak, cuba ulangi!" bentak salah
seorang dari mereka. "Saya Ahmad Izzah..." dia kembali menjawab dengan agak
kasar. Tiba-tiba "Plak! sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil. "Hai
budak...! Wajahmu cantik tapi namamu hodoh. Aku benci namamu. Sekarang ku
tukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang 'Adolf
Roberto'...Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau
sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu."

Budak itu mengigil ketakutan, sembari tetap menitiskan air mata. Dia hanya
menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi.
Akhirnya budak tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah
sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju *penjara* yang melekat pada
tubuh ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat laki-laki itu. Ketika ia
menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak seperti histeria, "*Abi*...*Abi*
...*Abi*..." Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.
Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa
buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya,
yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia
jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusat.

Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah.
Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama
ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu
dengan spontan menyebut, "*Abi*... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..."
Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya.

Ustaz tadi segera membuka mata ketika merasakan ada titisan hangat yang
membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang
yang tadi menyeksanya habis-habisan kini sedang memeluknya. "Tunjuki aku
pada jalan yang telah engkau tempuhi *Abi*, tunjukkan aku pada jalan
itu..." Terdengar suara Roberto meminta belas.

Akhirnya orang tua tidi tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu
memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika
setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah
hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti
kebesaran Allah.

Ayah Roberto dengan susah payah masih boleh berucap. "Anakku, pergilah
engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal
dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di
negeri itu," Setelah selesai berpesan ustaz tadi menghembuskan nafas
terakhir dengan berbekal kalimah indah "Asyahadu anla IllaahailALlah, wa
asyahadu anna Muhammad Rasullullah...'. Beliau pergi dengan menemui Rabbnya
dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya
dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa
muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru
dengannya..."

Kisah benar penemuan hidayah Allah swt, oleh seorang ulamak Al-Ustadz Ahmad
Izzah Al-Andalusy.


-- 
*     SATRIADI
      **BATAM
  BUKITTINGGI

*

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke