Kolom IBRAHIM ISA
14 Agustus 2005.
-------------------------------------------------------------------------------
SAMA-SAMA "EKSIL" - TAPI DIDISKRIMINASI -
* * *
Wawancara Tom Iljas dengan RCTI:
Dari sahabat baik saya Tom Iljas (Stockholm, Sweden), baru saya terima 
transkrip wawancara sahabat saya itu dengan wartawan RCTV (Rajawali Citra 
Televisi Indonesia), yang berlangsung pada pagi hari, tanggal 11 Agustus, 2005. 
Pandangan yang diajukan oleh Tom Iljas, adalah unik. Suatu pandangan salah 
seorang yang menurut istilah Gus Dur adalah "orang yang terhalang pulang". 
"Orang yang terhalang pulang" jumlahnya meliputi ratusan orang. Mereka itu 
adalah produk kesewenang-wenangan politik Orba yang tanpa proses apapun telah 
mencabut paspor dan kewarganegaraan mereka atas tuduhan terlibat atau 
berindikasi terlibat dengan G30S. Sesudah Presiden Suharto digulingkan (Mei 
1998) oleh Gerakan Reformasi, berdiri pemerintah Presiden Abdurrahman sebagai 
hasil pemilu yang jurdil. Selanjutnya Presiden RI telah mengeluarkan Instruksi 
Presiden No.1 Tahun 2000, dan  khusus mengirimkan Menkumdang Yusril Ihza 
Mahenra ke Belanda, untuk mengurus kepulangan mereka-mereka yang "terhalang 
pulang" itu. 

Tetapi Menteri Yusril punya politik lain. Beliau tidak melaksanakan Instruksi 
Presiden yang dibanggakannya dan dijanjikannya akan dilaksanakannya ketika 
beliau mengadakan pertemuan dengan para "orang yang terhalang pulang" di 
Belanda. Kongkritnya, di KBRI Den Haag, pada  bulan Januari 2000. Instruksi 
Presiden itu "dipeti-eskan" oleh Menkumdang Yusril sampai saat ini. Yusril 
jangankan menjamah, bicarapun tidak lagi mengenai masalah kepulangan ini. Tidak 
ada kesimpulan lain tentang menteri ini: Munafik! 

Tindakan sewenang-wenang Menkumdang Yusril memang punya latar belakang politik 
pemerintah yang mendiskiminasikan "orang-orang yang terhalang" pulang yang 
selama puluhan tahun diperlakukan sewenang-wenang tanpa melalui proses hukum 
apapun. Padahal mereka-mereka itu sebagian terbesar di kirim bertugas ke 
luarnegeri untuk studi demi nantinya mengabdi pada pembangunan Republik 
Indonesia. Mereka ke luarngeri atas tugas pemerintah Presiden Sukarno. Tuduhan 
terlibat dengan G30S yang dialamatkan kepada mereka-mereka itu, dilakukan 
penguasa Orba tanpa bukti apapun, semata-mata fitnah dan rekayasa. Politik 
pemerintah terhadap mereka-mereka ini samasekali berbeda --- dengan politik 
yang dijalankan pemerintah terhadap orang-orang "eksil" seperti orang-orang GAM 
(dulu terhadap orang-orang PRRI-Permesta). Mereka itu (GAM dan dulu 
PRRI-permesta) jelas-jelas telah melakukan pemberontakan bersenjata terhadap 
pemerintah Republik Indonesia. GAM jelas berniat hendak mendirikan negara 
sendiri, yang bisa membawa akibat tercabik-cabiknya  keutuhan Republik 
Indonesia.

Tapi pemerintah melakukan perundingan dan mencapai persetujuan dengan GAM. 

Wawancara Tom Iljas, adalah jeritan keadilan yang timbul dari hati nurani dan 
dialamatkan kepada pemerintah Indonesia! 

Sudah waktunya pemerintah Indonesia mengkoreksi pelanggaran HAM yang dilakukan 
Orba terhadap warganegaranya sendiri yang tak bersalah, yang ketika itu sedang 
mengemban tugas negara. Sudah waktunya pemerintah mengambil langkah nyata untuk 
merehabilitasi 'orang-orang yang terhalang pulang'. Lebih-lebih lagi  untuk 
merehabilitasi  hak-hak politik dan kewarga-negaraan sekitar dua puluh juta 
warganegara tak bersalah  di Indonesia, dikenal sebagai "korban peristiwa 65". 
Pada saat-saat ketika seluruh bangsa akan memperingati Ultah Ke-60 Republik 
Indonesia, "para korban 65 ' itu masih mengalami tuduhan, diksriminasi dan 
stigmatisasi - atas tuduhan sewenang-wenang, terlibat atau berindikasi terlibat 
dengan G30S.

Pemerintah Indonesia, bila sungguh-sungguh hendak menegakkan negara hukum 
Indonesia, bila benar-benar hendak memberlakukan HAM, maka harus mengambil 
langkah nyata merehabilitasi para 'korban 65' dan semua 'orang-orang yang 
terhalang pulang', seperti Tom Iljas, yang hak-hak kewarganegaraan dan 
politiknya telah dirampas sewenang-wenang oleh rezim Orba..

Mari ikuti wawancara Tom Iljas di bawah ini:

Interview Tom Iljas dng RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), Sdri. Devi 
Trianna.
==============================================
Pandangan saya, sebagai orang Indonesia yang telah lama tinggal di Swedia, 
terhadap GAM dan orang-orangnya yang bermukim di Swedia. 
 
Sebelum menjawab  pertanyaan yang diajukan, Tom Iljas menguraikan singkat 
latarbelakang  sekitar dirinya. 

Tom  Iljas adalah salah seorang dari sekelompok orang-orang Indonesia yang 
terhalang pulang karena dikaitkan dengan peristiwa 30S.  Pada awal tahun 60-an 
Tom Iljas  mendapat tugas belajar dari PTIP.  Persis ketika selesai  dengan 
studinua,  terjadi peristiwa 30S. Passport  Tom Iljas ditahan oleh bagian 
imigrasi KBRI. Sampai sekarang surat ketrangan bahwa paspornya  ditahan masih 
tersimpan . 

Sebelum peralihan kekuasaan tahun 65/66, salah satu kriteria yang tidak 
tertulis dalam memilih pemuda-pemuda untuk belajar keluar negeri ketika itu 
yalah kecintaan kepada bangsa dan Tanahair Indonesia (patriotisme). Sebagai 
contoh: kasus Tom Iljas sendiri, yang mendapat tugas belajar keluar negeri atas 
surat rekomendasi Bupati Pesisir Selatan dan Gubernur Sumatera Barat kepada 
PTIP. Dalam surat rekomendasi itu diingatkan  keikutsertaan Tom Iljas  dalam 
melawan pemberontakan PRRI. Salinan dari surat rekomendasi tsb sampai sekarang 
masih ia simpan. 

Selanjutnya di jelaskannya bahwa kebanyakan dari para pemuda yang dikirim 
belajar keluarnegeri ketika itu adalah seperti itu. Atau orang tuanya, 
pamannya, anggota famili lainnya, ikut mendirikan/membela Republik Indonesia, 
atau ia sendiri pernah ikut aktiv dalam membela Republik Indonesia, umpamanya 
aktiv dalam demonstrasi-demonstrasi perjuangan pembebasan Irian Barat. 
Kebanyakan mereka dikirim belajar kenegeri-negeri blok sosialis karena biayanya 
sangat murah. Setelah peristiwa 30S pemuda-pemuda dengan semangat cinta 
tanahair yang berkobar-kobar ini tidak bisa pulang dan tidak bisa mengabdikan 
ilmu yang dituntutnya di Indonesia.

Selesai menngisahkan sedikir latar belakang tentang dirinya, Tom Iljas kemudian 
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh wartawan RCTV, sbb: 

Saya dan GAM -- Sama-sama "eksil" --
Tetapi Pendirian Bertolak Belakang:
---------------------------------------------------------------------------
"Secara lahiriah memang ada kesamaan antara saya (dan orang-orang seperti saya) 
dengan orang-orang GAM, yaitu sama-sama eksil Indonesia di Swedia. Tetapi, dari 
latarbelakang yang saya uraikan tadi mudah dipahami bahwa saya dan GAM secara 
politik diametral berseberangan. Saya termasuk orang-orang yang membela 
keutuhan Republik Indonesia sedangkan GAM justru angkat senjata untuk 
memisahkan diri dari RI.
 
Namun, meskipun bertentangan secara diametral, tetapi sesuai dengan hukum yang 
berlaku din Swedia, kami tidak saling mengganggu, Tidak pernah terjadi bentrok 
apapun, tetapi juga tidak saling berhubungan. Karena bermukim dinegeri kecil, 
sudah barang tentu kadang-kadang bertemu dipasar, ditoko, dsb. Kadang-kadang 
bertegur sapa tetapi pembicaraan tidak menyentuh urusan politik masing-masing. 

Sehubungan dengan keberadaan  orang-orang Indonesia di Swedia, satu hal yang 
tidak dimengerti oleh pemerintah Indonesia yalah bahwa hukum dinegeri ini tidak 
seperti di Indonesia. Pemerintah bolak-balik mengirim Ali Alatas kemari 
mendesak pemerintah Swedia untuk menindak GAM. Ini tidak mungkin dilakukan oleh 
pemerintah Swedia, karena dinegeri ini orang tidak bisa dihukum atas dasar 
pandangan politik atau ideologi. Setiap orang dijamin secara hukum untuk 
berpendapat dan berserikat. Selama seseorang tidak melakukan tindakan kriminal 
ia tak bisa dihukum. Di Indonesia seseorang bisa dihukum karena pandangan 
politik atau ideologi yang berbeda dengan penguasa.
 
Apakah GAM mendapat perlakuan istimewa dari pemerintah Swedia, apakah 
organisasinya diakui pemerintah, dsb., bisa dijawab singakt:  Setahu saya 
tidak. Mereka, orang-orang GAM,  bekerja menghidupi keluarganya seperti 
penduduk lainnya, kebanyakan malah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang orang 
setempat enggan melakukannya seperti cleaning service. Yang tidak bekerja 
karena berbagai sebab mendapat tunjangan sosial, persis seperti orang-orang 
lainnya. Mengenai organisasinya diakui atau tidak, selama AD/ART organisasinya 
tidak bertentangan dengan undang-undang Swedia tidak ada alasan bagi pemerintah 
Swedia untuk melarangnya.
 
MENYAMBUT PERDAMAIAN DI ACEH
Tanggapan saya atas perundingan perdamaian: Atas pertanyaan yang diajukan oleh 
wartawan RCTV,  bisa dijelaskan sbb:  Pertama saya menyambut tercapainya 
perdamaian di Aceh. Dengan demikian penderitaan rakyat Aceh yang berkepanjangan 
itu bisa diakhiri, dan rakyat Aceh bisa hidup dalam kedamaian, bebas dari rasa 
takut dan bisa membangun Aceh untuk hari depan yang lebih baik.

Tetapi saya menyambutnya dengan rasa agak iri hati. Coba diurut saja, 
PRRI/Permesta memberontak, DI/TII memberontak, Kahar Muzakar di Sulawesi 
memberontak, RMS di Maluku, di Papua, GAM di Aceh, dan entah dimana lagi. 
Semuanya diselesaikan  pemerintah dengan rekonsiliasi, amnesti, kekeluargaan 
dan entah apa lagi namanya. Ahmad Husein pentolan pemberontakan PRRI 1958 
setelah PRRI dihancurkan ia hidup mewah di Jakarta  dengan segala fasilitas 
dari pemerintah, tak pernah dibawa kepengadilan dan tak menerima sangsi hukum 
apapun. 

Bandingkan dengan saya dan orang-orang seperti saya, yang sejak Desember 1959 
sampai terjadinya peristiwa 65 tidak pernah menginjakkan kaki di Indonesia. 
Tidak tahu salahnya, dituduh terlibat peristiwa 30 September dan hak-hak 
kewarganegaraan dicabut tanpa proses pengadilan apapun, dan sampai hari ini 
pemerintah tidak menggubris samasekali, menutup mata, kuping dan hati 
nuraninya. Bahkan seorang diplomat KBRI Stockholm sendiri secara bergurau 
pernah bilang pada saya, "Pak Tom harus berontak dulu baru digubris". Saya 
kemukakan pada wartawan  RCTI tsb. bahwa "Ini kan sangat tidak adil, sangat 
tidak manusiawi".
 
Kameramen yang mendampingi dan mendengarkan wawancara tsb menyela dan 
mengusulkan kepada penginterview agar temanya dibikin dua, satu soal GAM dan 
satu lagi soal orang-orang terhalang pulang, dijadikan tema tersendiri. Usul 
itu saya sokong, sekaligus saya tambahkan bahwa sebenarnya dengan sikap 
permusuhan yang ditunjukkan pemerintah-pemerintah sejak orde baru, yang rugi 
bukan saja para eksil itu tetapi juga Indonesia secara keseluruhan. 

Bahwa sebenarnya para eks mahasiswa dan ilmuwan yang terdampar diluarnegeri itu 
cukup potensial, contohnya ada seorang ahli ilmu pendidikan yang mempunyai 
prestasi internasional, yang baru saja meninggal, Dr Sophian Walujo. Sebuah 
copy artikel "Mengenang Dr Sophian Walujo" dengan lampiran-lampirannya (yang 
sudah saya siapkan) saya serahkan pada penginterview untuk dibaca bila ada 
waktu. Maksudnya untuk menggugah perhatiannya untuk mengadakan liputan 
tersendiri ttg orang-orang terhalang pulang.

Demikianlah pokok-pokok isi wawancara tsb.
(Tom Iljas, Sweden, 13/8-22005)
 



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke