sekolahnya di amerika sih. coba di perancis. beda lagi ceritanya. hehehe ....
di perancis cara mendidiknya kejam dan gurunya suka nge-cing ... salam, papabonbon.wordpress.com 2010/7/27 Muh. Nurul Falah <matfa...@gmail.com> > > > dari milis tetangga ... semoga bermanfaat.. > > rgds, > > falah > > ---------- Pesan terusan ---------- > Dari: Bambang S. Gunawan / pgda <p...@central.net.id<pgda%40central.net.id> > > > Tanggal: 26 Juli 2010 15:25 > Subjek: [ilunex - feui] Pendidikan Kita - Oleh DR. Rhenald Kasali (*) > Ke: > > Dari milis sebelah, > semoga bermanfaat untuk menambah wawasan..... > > qte > ------------- > Fyi artikel menarik dari DR Rhenald Kasali > > Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah > sekolah > tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. > > Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya > itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, > bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai > belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah > ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang > terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. > > Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya > karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan > diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi > nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja > sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. > Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya > singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia," jawab saya. Dia pun > tersenyum. > > Budaya Menghukum > > Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup > saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun > masyarakat. > > "Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun > tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia > yang anak-anaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru > sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk > menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!" Dia > pun melanjutkan argumentasinya. > > "Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk > anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa > Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya > menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi > itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur > prestasi orang lain menurut ukuran kita. > > Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang > bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor. Sementara di > Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai > ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian > program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah. > > Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar- > benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang > penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan > ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka > menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan > seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, > menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh > keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya > sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut > "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian. > > Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan > pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita > tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya > sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para > dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka > bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. > Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun > kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata > belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. > > Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana > guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah > anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, > bahkan penerima Hadiah Nobel. > > Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan > karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. > > Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. > "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita > yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga > teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk > verbal. > > Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun > rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang > mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah > memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun > Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti." Malam itu saya > mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya > ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi > > penilaian yang tidak objektif. > > Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent > (sempurna), tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya > melihatnya dengan kacamata yang berbeda. > > Melahirkan Kehebatan > > Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan > hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang > dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin > batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh > guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu > satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja > tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di > sekolah. > > Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita > menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan > inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak > ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat > mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat > tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari > orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat > tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada > orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh. > > Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. > > Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan > ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan > menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. > > (*) Ketua Program MM UI > > Sumber: Milis Bisnis-Karir > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ ========================= Millis AKI mendukung kampanye "Stop Smoking" ========================= Alamat penting terkait millis AKI Blog resmi AKI: www.ahlikeuangan-indonesia.com Facebook AKI: http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045 Arsip Milis AKI online: http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com ========================= Perhatian : Untuk kenyamanan bersama, agar diperhatikan hal-hal berikut: - Dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan kirim ke ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/