artikel asli :
http://www.kontan.co.id/keuangan/news/43810/OJK-untuk-Mencegah-Abuse-of-Power-Bank-Sentral

Senin, 09 Agustus 2010 | 20:52

RUU OTORITAS JASA KEUANGAN

*OJK untuk Mencegah Abuse of Power Bank Sentral*


JAKARTA. Salah satu hal yang menjadi dasar argumen pasal 34 UU Bank
Indonesia yang mengamanatkan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan adalah
adanya *abuse of power.*

Keberadaan bank sentral yang memegang wewenang di sektor moneter dan
perbankan sekaligus membuka peluang *abuse of power* alias penyelewengan
kekuasaan. Hal ini terjadi di banyak negara yang menyatukan wewenang sektor
moneter dan perbankan di satu tangan.

Itulah sebabnya, menurut Ketua Tim Perumus Rancangan Undang- Undang Otoritas
Jasa Keuangan (RUU OJK) Fuad Rahmany, Bank Indonesia harus melepaskan fungsi
pengawasan perbankan. "Ada dalam literatur, pengalaman negara-negara di
dunia, jika otoritas moneter dan perbankan digabungkan akan ada
masalah *conflict
of interest,*" kata Fuad dalam Seminar dan Diskusi tentang OJK di Bursa Efek
Indonesia, Senin (9/8).

Bank sentral sebagai otoritas moneter berwenang mencetak uang dan
mengeluarkan instrumen-instrumen moneter untuk mengatur likuiditas. Adapun
dengan fungsi sebagai otoritas perbankan, bank sentral di saat yang sama
diberi wewenang untuk mengeluarkan aturan terkait sektor perbankan dari
mulai izin pendirian bank juga *prudential regulation *bank mengundang
peluang adanya konflik kepentingan.

Misalnya, ketika ada suatu bank dinyatakan tidak sehat di mana sejatinya
ketidaksehatan bank tersebut adalah karena manajemen yang buruk dan
ketidakberesan menjalankan bisnis. "Artinya, tidak sehatnya bank karena ada
unsur *prudential regulation *yang dilanggar. Namun, bank sentral banyak
yang kemudian mendekatinya untuk menyelesaikan masalah tidak dengan
pendekatan *prudential regulation.* Seperti disuruh menambah modal," papar
Fuad.

Sebaliknya, kecenderungan bank sentral justru mengambil pendekatan sebagai
otoritas moneter yakni dengan menerbitkan aturan yang memungkinkan bank
tersebut mendapatkan bantuan likuiditas, seperti dalam bentuk Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). "Mengapa demikian? Ini karena kecenderungan
bank sentral di mana pun adalah menjaga reputasi, jadi cenderung untuk
menyelamatkan. Ini hasil studi ya, pengalaman di banyak negara, ada argumen
*conflict of interest* maka itu dua wewenang itu harus dipisah," papar Fuad.


Ruisa Khoiriya
-- 
-----
save a tree, don't print this email unless you really need to


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke