Undangan Diskusi Aktual 
 
“Menata Arsitektur Finansial Indonesia Menyongsong 2011”
 
Krisis finansial yang mendera perekonomian Amerika Serikat (AS) dan 
negara-negara maju lainnya pada 2007/2008 lalu menjadi momentum penting bagi 
reformasi sistem finansial secara global. Di AS, Presiden Barrack Obama 
berhasil 
mengesahkan UU Reformasi Keuangan (Financial Reform Bill). 

Di dalam negeri, kita juga sedang menghadapi persoalan reformasi kelembagaan 
sistem keuangan, khususnya terkait dengan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 
Sebenarnya, gagasan pembentukan otoritas ini memiliki konteks yang lebih 
panjang, terkait dengan krisis 1997/1998 lalu. Pembentukan lembaga pengawasan 
sektor jasa keuangan merupakan amanat UU 3/2004 Bank Indonesia (BI), khususnya 
pasal 34 ayat (1), yang mengatakan bahwa selambat-lambatnya 31 Desember 2010, 
“tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa 
keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang”.
Tentu saja, amanat UU tersebut memiliki konteks sejarah, yaitu krisis 1997/1998 
di mana dunia perbankan mengalami persoalan sangat serius. Pada waktu itu, 
ketika UUNo. 23 Tahun1999 yang mengatur independensi Bank Indonesia (BI) 
disusun, terdapat klausul mengenai pembentukan otoritas jasa keuangan di luar 
BI. Setelah lebih dari 10 tahun krisis, hingga kini lembaga itu belum juga 
terbentuk.
Studi tentang OJK yang dilakukan oleh Tim dari Fakultas Ekonomi Universitas 
Indonesia di bawah Dr. Rofikoh Rokhim dan Tim dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis 
– 
Universitas Gadjah Mada (UGM) di bawah Dr. Rimawah Pradiptyo cukup menarik 
disimak. Dengan judul “Alternatif Struktur OJK yang Optimum: Kajian Akademik” 
ini, para peneliti menunjukkan bahwa pembentukan OJK secara obyektif akan 
menimbulkan beban finansial yang cukup besar, selain menimbulkan kompleksitas 
koordinasi yang akhirnya meningkatkan “biaya transaksi” (transaction cost). 
Selain, ada potensi menimbulkan mis-koordinasi yang justru berbahaya ketika 
terjadi krisis.  

Sebenarnya, simptom yang sama juga dialami oleh AS, di mana dalam UU Reformasi 
Keuangan yang baru disahkan pada 2010 ini, terjadi pemangkasan birokrasi 
pengawasan bank di bawah The Fed. Dalam salah satu pasal mengenaiFederal Bank 
Supervision (dalam UU baru tersebut) terdapat pesan: “Streamlines bank 
supervision to create clarity and accountability”. Mengingat krisis sering 
menyerang secara mendadak diiringi dengan tidak bekerjanya sistem pendeteksi 
dini (early warning system), kecepatan melakukan respons menjadi penting. 
Sehingga koordinasi antara pengawasan mikro dan makro menjadi sangat krusial. 
Gejala yang sama sebenarnya terjadi di Inggris, di mana sejak krisis yang lalu, 
sistem pengawasan perbankan dikembalikan ke Bank of England, yang tadinya 
berada 
di bawah Financial Services Authority (FSA). 

 
 Terkait dengan beberapa perkembangan terakhir ini, kami merencanakan diskusi 
dengan fokus sebagai berikut:
 
1.      Mendesakkah pembentukan OJK setelah lebih dari 10 tahun mengalami 
krisis? Apakah konteksnya masih sama atau sebenarnya sudah berubah, sehingga 
justru kurang relevan? Dan apakah ada UU lain yang sebenarnya lebih mendesak, 
seperti RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK)?
2.      Jika memang kita sepakat untuk memenuhi amanat UU tersebut, 
bagaimanakah 
format yang ideal? Benarkah struktur kelembagaan yang diusulkan pemerintah 
sudah 
relevan, atau ada alternatif lain yang perlu digali? 

3.      Bagaimana tanggapan dunia perbankan sendiri, sebagai pihak yang akan 
menanggung “biaya” finansial dan non-finansial (koordinasi) dari penerapan OJK?
Pembicara 
1.      Dr. Rofikoh Rokhim, Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 
(FE-UI) dan Ekonom Harian Bisnis Indonesia.
2.      Ryan Kiryanto, Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk
3.      Yanuar Rizky, Pengamat Pasar Modal
4.      Dr. Ir. Arief Budimanta, MSc., anggota DPR Fraksi PDIP 
Host: Dr. A. Prasetyantoko, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 
(LPPM), Unika Atma Jaya
 
Waktu : Rabu, 01 September 2010, Pukul 15.30 – 18.00 (Ditutup dengan Buka Puasa 
Bersama)
Tempat : Gedung Yustinus Lantai 14, Unika Atma Jaya, Jakarta 
(Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi disarankan untuk parkir di parkir 
Gedung Yustinus, masuk lewat pintu belakang, Jl.Garnisun).  

 
Diselenggarakan oleh LPPM bekerja sama dengan Banking and Finance Working 
Group, 
Jurusan IESP Fakultas Ekonomi – Unika Atma Jaya. 

 
Pendaftaran: menghubungi Yunti/Siwi/Tarno di Telp/Fax 021 – 5727461, 
Telp.021-5703306, 5727615 psw 427/139. Atau email: l...@atmajaya.ac.id, 
lembaga.penelit...@atmajaya.ac.id  (Segera mendaftar, tempat terbatas!!!)


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke