Hehehe, kayaknya ko ZFY bukan penggemar musik bule nih. Saya menggemari juga 
dan sedikit banyak kolektor musik klasik, baik opera klasik Tionghoa, instrumen 
Tionghoa, lagu daerah, opera seriosa Barat dan juga simponi Barat, khususnya 
mazhab Rococco. Ada kekuatan dan "kekurangan" masing-masing aliran, tapi yang 
saya rasakan, musik bisa memberikan inspirasi jiwa. Entah mengapa, telinga saya 
mungkin kurang hi-fi, atau memang begitulah perkembangan dinamika musik, musik 
jaman sekarang serasa kurang merasuk dan lebih banyak bermain dengan variasi 
ritmik yang meskipun menggebu-gebu, tapi lebih di kulit dan di jantung 
ketimbang di hati dan pikiran. 

Btw, yang dimainkan dalam NYC sebenarnya bukan cuma dari Johann Strauss 
(apalagi ada si Sr. dan si Jr.). Selain itu  ada Eduard Staruss, Joseph Strauss 
yang meskipun kadang diklasifikasikan punya sejumlah persamaan (kecuali Richard 
Strauss yang memang tidak ada pertalian dengan Strauss masa Roccoco ini), namun 
perbedaannya juga banyak. Misalnya Joseph sering memainkan Polka, sementara 
kakaknya, si Jr lebih ke arah Waltz. Radetsky March sendiri selalu dimainkan 
sebagai tanda penutup simponi, oleh karena itu, iramanya juga cocok, yaitu agar 
orang mulai bergerak............untuk pulang. hehehehe. Begitu mendengar lagu 
ini dimainkan, orang sudah tahu dan tidak akan minta "more, more", karena 
artinya sudah tanda bubaran.

Sependalaman saya dalam konser tahun baru VPO, ada juga beberapa pemusik lain 
yang diangkat lagunya dalam tradisi Wina-Austria-Prusia (bahkan meskipun 
kabarnya ada perseteruan dalam hidupnya dengan anggota keluarga Strauss), 
misalnya Emil Waldteuffel, Franz Lehnar dan sebagainya. Malahan, ketika 
konduktornya bukan dari tradisi Austria-Jerman, ada upaya untuk memberikan 
sentuhan musik dari luar rumpun tadi. Jadi, sebenarnya variasinya cukup banyak, 
meskipun bagi yang tidak begitu mendalami musik klasik, nadanya kesannya cuma 
ngik-ngok-ngik-ngok saja (yang kata Soekarno musik dansa-dansi sebagai warna 
dominan dari walsa). 

Dalam kaitannya dengan BT, ada sejumlah kalangan Tionghoa yang memainkan musik 
klasik Barat dan dikenal luas di jagat Barat. Bagi saya, kehadiran mereka cukup 
penting menjadi jembatan budaya, meskipun ada juga yang tulen menjadi pemusik 
Barat. Ada sejumlah nama yang memasukkan juga instrumen Timur dalam orkesnya, 
bahkan dalam bentuk orkes kamar. Penampilan 12 Gadis yang terkesan diinspirasi 
oleh model Simponi juga merupakan sebuah upaya promosi yang menarik, mengingat 
pada akhirnya kalangan ortodoks klasik Barat juga tertarik untuk mendengarkan 
Simponi ala Tionghoa tersebut dan memberikan apresiasi yang luar biasa juga.

Dalam sepuluh tahun belakangan ini, pertukaran musik dan permainan bersama 
dengan ensemble campuran Timur dan Barat serta alat-alat gabungan, mulai 
ditingkatkan. Sebagian alat musik Tionghoa sendiri terinspirasi atau bahkan 
diadaptasi dari alat musik kelompok bangsa yang lain seperti misalnya Pipa 
(seperti mandolin dengan bentuk yang menyerupai bawang dibelah) atau ensemble 
dengan nada diatonis. Sebaliknya, saat ini juga pemusik di Barat berkenalan dan 
antusias mempergunakan yangqin dan tambur.

Kalangan pendidik Tionghoa sendiri sering mempergunakan musik sebagai salah 
satu medium untuk memusatkan konsentrasi dan kemampuuan berpikir. Makanya 
dahulu, musik juga menjadi salah satu keahlian yang diperlukan untuk mendidik 
rakyat. Hanya masalahanya, musik yang mana dan lirik yang seperti apa. Dalam 
pendengaran saya, musik klasik model walsa ini (tentunya jangan terpikir ngeres 
untuk melihat dansa-dansi panas atau apriori bahwa akan terjadi affair 
akibatnya) juga punya pengaruh yang cukup baik bagi perkembangan jiwa seseorang.


"Hal yang dapat diketahui tentang musik ialah: pada permulaannya suara harus 
cocok. Selanjutnya suara musik itu harmonis meninggi dan menurun 
terputus-putus, demikian seterusnya sampai selesai."

Suma Mihardja





--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:
>
> Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear 
> concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana 
> mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi 
> diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. 
> 
> Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang 
> greget lah.
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> -----Original Message-----
> From: "Erik" <rsn...@...>
> Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 
> To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu
> 
> 
> Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen ,
> entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua
> bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak
> karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang
> berpenampilan anggun dan tenang.
> 
> Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang
> dari 5 kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung Ronodipuro
> akan semegah yang di Wina itu ya?? Btw, alamat lengkap Gedung Ronodipuro
> di mana sih? Tolong diinformasikan donk, siapa tahu sekali-kali ada
> kesempatan kita-kita bisa tampil di situ juga.
> 
> Salam,
> 
> Erik
> 
> ------------------------------------------------------------------------\
> -------------
> 
>   In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh"
> <absaleh@> wrote:
> Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di
> Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya
> nomor-1 dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)!
> >
> Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang
> dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges
> Prêtre).
>   Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining
> restaurant-nya William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara
> itu disiarkan! He he he...
> 
> Wasalam.
>


Kirim email ke