Semangat boleh tinggi, tapi harus terkendali dan hati-hati. Membereskan 
bangunan tua tidak semudah kelihatannya. Ada teknik konservasi yang harus 
dipersiapkan, selain dari pendekatan kepada yang empunya!!!

Kalau tidak, tindakan ini hanya sekedar euphoria, dan takutnya layu sebelum 
berkembang. Jauh lebih baik untuk mengetahui keinginan dari si penghuni. Anda 
bisa bayangkan kalau tiba-tiba anda datang dalam jumlah besar dan memancing 
keributan dengan si pemiliknya. Kita ini mau peduli dengan budaya atau mau 
membuat ribut? Kalau info soal gedung kuno yang rusak sih saya juga punya 
banyak, tapi pernahkan anda bicara dengan pemiliknya? Kita juga punya sopan 
santun. Kalau pemiliknya keberatan karena ada alasan historis atau ada hal 
lain, kita harus mendengarkannya juga. 

Sebagai contoh, rumah yang di Tangerang itu bukan terbengkalai, cuma ada 
kesulitan untuk memberbaiki bagian atapnya karena kayu tua. Memangnya anda bisa 
naik-naik ke atas untuk membersihkan tanpa menimbulkan kerusakan di sana sini? 
Yang diperlukan sejumlah rumah adalah renovasi total. Masalahnya, yang banyak 
dibutuhkan adalah biaya yang besar dan teknik konservasi yang benar. Rumah 
semacam itu juga masih banyak, dan karenanya saya justru mendorong untuk 
meluaskan pandangan kita dulu agar lebih optimal dalam bertindak.

Sewaktu saya di Tangerang, saya sudah melihat adanya "bos" tanah yang hobi 
membeli rumah-rumah tua di sana untuk sarang walet. Salah satu yang saya tidak 
sempat ketahui duluan adalah pembongkaran rumah di depan Boen Tek Bio yang 
sebenarnya masih berarsitektur tua dan menggunakan bahan-bahan kualitas atas 
(semisal kusen berukuran paha gajah, atap pelana dan gembyok istimewa). Dari 
pengalaman itu, biasanya pemilik senang dengan perhatian, tapi apa yang 
dibutuhkannya seringkali berbeda dengan pemahaman kita. Selain itu, faktor 
"bos" tanah yang potensial menghasut (karena dia berminat membeli) juga harus 
diperhatikan karena potensial menjadi penghalang besar, bahkan penjegal upaya 
konservasi.

Setelah ijin didapat dan dana yang cukup diperoleh, saya sih tegaskan, bukan 
anda yang akan memperbaikinya (maaf bila anda ternyata adalah tukang kayu, 
tukang cat atau tukang tembok kuno berpengalaman). Perbaikan atau perawatan 
perlu dikerjakan oleh tukang yang mengerti sistem bangunan bersangkutan, 
ditambah ahli material untuk menyesuaikannya dengan bahan aslinya. Sudah itupun 
harus ada dokumentasi yang akurat dan teknik pengukuran yang benar pula. 
Terkadang karena alasan praktis, ada beberapa perubahan minor yang dilakukan 
pemilik untuk menghindari kerusakan (misalnya penyemenan kayu yang miring 
sehingga berkesan kayunya miring, padahal sebenarnya kayunya harusnya tegak, 
dsb), dan itu perlu dikoreksi oleh arsitek Tionghoa archaic yang beneran (bukan 
yang cuma tahu dari ceritaan atau sekedar mengaku lulusan arsitektur 
Universitas di Grogol sana, mentang-mentang mayoritas dosennya Tionghoa). 

Jadi dalam hal ini, lebih baik kalau pembicaraan dilakukan oleh delegasi yang 
memahami masalah budaya Tionghoa, situasi sosial kenegaraan dan sekaligus paham 
teknik konservasinya. Sebagai iluustrasi, saya sendiri mendalami konstruksi 
kayu dan ukiran, namun tetap perlu orang yang mendalami teknik pengecatan 
konstruksi ukiran (bukan teori, tapi ahli cat; jangan sampai ukirannya justru 
tertutup cat atau diberi warna yang salah).

Saya tidak hendak merendahkan semangat, namun pembicaraan harus dilakukan 
dengan hati-hati agar tidak menimbulkan salah sangka si pemilik, apalagi dalam 
situasi Indonesia yang banyak mafia tanah, ketidakpedulian aparat pemerintah 
dan ketidakpedulian kalangan Tionghoa sendiri. Jangan sampai kehadiran anda 
dengan isu yang ambisius untuk merawat lukisan di atap akan disalahtafirkan 
(termasuk disalahtafirkan soal duit, duit dan duit! Proyek, proyek dan proyek).

Selain itu patut diperhitungkan adanya konflik dalam keluarga yang bersangkutan 
(kalau dibagusi, anggota lainnya akan marah dan berpikir bahwa yang tinggal 
akan mengangkangi; bisa juga bahwa si pemilik sengaja membiarkan rumahnya rusak 
agar terhindar dari "ikatan" cagar budaya, dan bisa menjual atau merombaknya 
dengan mudah). Lebih baik berhati-hati dan persiapan matang ketimbang ada 
masalah besar akibat kehadiran anda.

Saya sudah melakukan beberapa perbincangan (lebih dalam rangka personal) dengan 
sejumlah pemilik gedung bersejarah. Sebagian besar mengeluhkan soal biaya 
perawatan, tekanan ekonomi untuk merubah fungsi bangunan, dan lebih parah lagi 
"rasa malu" punya gedung yang sudah tua (bercorak Tionghoa pula!). Masalah 
laten inilah yang harus diatasi lebih dulu.

Sebagai perbandingan, renovasi Gedung Arsip Nasional (bercorak Indies saja 
perjuangannya butuh sekitar 10 tahun, itupun makan anggaran sekitar Rp. 25 
milyar sebelum peresmiannya sekitar sepuluh tahun yang lalu; salah satunya 
dikoordinasi arsitek Han Hoo Tjwan [Han Awal] yang belakangan memperoleh 
penghargaan dari UNESCO Asia-Pacific Award dan penghargaan A Teeuw atas jasa 
konservasi gedung tua peninggalan Belanda; miris juga, kalau gedung tua 
Tionghoa?). Konservasi gedung Staadthuis (Museum Fatahillah) juga membutuhkan 
biaya yang tidak kecil, apalagi berkenaan dengan penjara bawah tanah dan 
pengaturan aliran gorong-gorong di sekitarnya. Gedung Merah saja (arsitektur 
toko Eropa berlanggam Tionghoa) yang sering disebut-sebut dalam pameran 
arsitektur, saat malah kurang terurus. Waduuuuh, PR masih sangat banyak nih.

Bahwa kegiatan nantinya akan bisa mendorong perhatian, saya jelas sangat setuju 
dan mendukungnya. Saya sendiri sudah menjalankannya secara personal atas biaya 
sendiri yang sangat cekak. Tapi, untuk kegiatan yang terbilang besar tanpa 
persiapan cukup, bisa menjadi senjata makan tuan dan antipati dari para pemilik 
gedung, apalagi ketika suasana nasionalnya belum berubah dari atmosfir 
ketidakpedulian. Siapkah??? Saya dengan senang hati menyambut kehadiran 
teman-teman dalam kegiatan berat ini.


Jalan seorang budiman itu seumpama pergi ke tempat jauh, harus mulai dari 
dekat; seumpama mendaki ke tempat tinggi, harus dimulai dari bawah.

Suma Mihardja







--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "bebek_ceper" <bebek_ce...@...> wrote:
>
> Wah ide yang ok bangetsss..
> Saya mau singsingkan kengan baju, bantuin pak Dipo koordinasi.
> atau saya yang koordinasi nih?
> 
> yuk yuk.. kapan maunya?
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardian_c@> wrote:
> >
> > yuk sekali2 kita ngecet rumah org
> > owe seh mau aje ngecet rumah org apelage yg tua getu asal jgn ngecet rumah 
> > setan aje ya 
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ibcindon" <ibcindon@> wrote:
> > >
> > > Ide yang bagus sekali tuh..
> > > 
> > >  
> > > 
> > > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > > [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dipo
> > > Sent: Saturday, January 30, 2010 6:49 PM
> > > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > > Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
> > > 
> > >  
> > > 
> > >   
> > > 
> > > Ide yang menarik sekali. Mengenai tempat saya coba cari yang paling
> > > memungkinkan. Atau dari rekan2 ada ide lokasi yang bisa dibersihkan ? Asal
> > > jangan gedung di TMII ya. 
> > > 
> > > Salam
> > > 
> > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > > <mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com> , ini rico! <rico12410@>
> > > wrote:
> > > >
> > > > teman-teman,
> > > > 
> > > > menanggapi info dari pak Eddy W.. mungkin akan lebih kongkrit kontribusi
> > > warga tionghoa, bila beramai-ramai mengunjungi Toko Kompak atau ruko di
> > > belakang Klenteng Boen Tek Bio.
> > > > Kita undang (atau saweran) tukang untuk perbaikan, sambil bawa beberapa
> > > ember cat, kuas, amplas, dll. Makanan kecil, minuman ringan sebagai teman
> > > kerja juga tidak ketinggalan. Sambil gotong royong sederhana, ngobrol
> > > pengalaman turun temurun.. mestinya akan menyenangkan sekali kita hari 
> > > itu..
> > > dan tuan rumah merasa diperhatikan dan dihargai usahanya mempertahankan
> > > 'bangunan cerita' milik mereka itu.
> > > > 
> > > > Bagaimana? pak Dipo, mungkin bisa bantu mengkoordinasikan?
> > > > 
> > > > salam
> > > > 
> > > > 
> > > > Posted by: "eddy witanto" eddypw@ eddypw
> > > > Fri Jan 29, 2010 5:23 am (PST)
> > > > 
> > > > 
> > > > Toko Kompak di Pasar Baru Jakarta Pusat sudah dalam kondisi
> > > mengkhawatirkan di dalamnya, bagian belakangnya sudah dalam ambang
> > > kehancuran. Itu rumah Mayor Tio Tek Ho bukan? Di dalamnya ada rooflight.
> > > > Di belakang Klenteng Boen Tek Bio juga ada rumah-toko yang terbagi atas 
> > > > 3
> > > blok, blok yg tengah punya rooflight dg sisi berhiaskan cerita klasik
> > > Tiongkok dengan pecahan keramik dan kayu berukir.
> > > > 
> > > > eddypw
> > > >
> > >
> >
>


Kirim email ke