Terima kasih atas masukan Suma heng. Posting saya sebelumnya memang terlalu 
singkat, saya hanya menulis akan mencari tempat yang paling memungkinkan. Yang 
saya maksud dengan "memungkinkan" adalah al. ijin dari pemilik, kondisi 
bangunan, waktu, kemampuan peserta dan lokasi.

Mengenai ijin pemilik tidak perlu saya jelaskan, karena pemikiran saya sama 
dengan isi posting Suma heng dibawah. Lokasi harus ditempat yang cukup mudah 
dijangkau. Waktu kegiatan juga tidak dapat terlalu lama. 

Mengenai kondisi, saya mencari tempat yang aman untuk peserta kagiatan. Terlalu 
riskan jika peserta harus naik2 atap rapuh atau semacamnya. Kondisi bangunan 
harus memungkinkan untuk dilakukan pembersihan dan perbaikan ringan.

Kemampuan peserta juga akan berbagai macam. Karena itu kegiatan harus dibuat 
kegiatan yang dapat dilakukan oleh banyak orang dengan latar belakang, 
kemampuan dan kondisi fisik yang bermacam2 pula. 

Karena itu kegiatan akan dibatasi pada pembersihan lantai, pembersihan dinding 
jika dinding itu tidak ada relief / lukisan, pembersihan kusen2 jika tidak ada 
lukisan / ukiran pada kusen itu. Untuk pengecatan harus dilihat keadaannya. 
Mengecat dinding polos cukup aman dilakukan, jika kondisi tembok tanpa lukisan, 
wall paper atau ukiran, dan catnya sudah tidak asli. Pengecatan kayu agak 
sulit, karena kayu2 dirumah tua biasanya berukiran, dan banyak yang masih 
memiliki cat orisinil. 

Semua kegiatan ini, akan kami kosultasikan dengan ahli renovasi bangunan tua 
sebelumnya. Termasuk cara pembersihan (hanya pembersihan yang paling sederhana 
& aman yang akan dilakukan karena pesertanya bukan orang terlatih) dan alat2 / 
bahan2 pembersih yang digunakan.

Jadi kegiatan ini akan berupa pembersihan dan perawatan ringan. Kegiatan ini 
bukan upaya renovasi bangunan.

Karena itu saya meminta kepada rekan2 yang mengetahui lokasi yang memenuhi hal2 
yang saya tulis diatas. Jika Suma heng atau rekan2 lainnya dapat menyarankan 
tempat yang sesuai, tentu akan sangat membantu.

Salam


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "sumamihardja" <sumamihar...@...> wrote:
>
> Semangat boleh tinggi, tapi harus terkendali dan hati-hati. Membereskan 
> bangunan tua tidak semudah kelihatannya. Ada teknik konservasi yang harus 
> dipersiapkan, selain dari pendekatan kepada yang empunya!!!
> 
> Kalau tidak, tindakan ini hanya sekedar euphoria, dan takutnya layu sebelum 
> berkembang. Jauh lebih baik untuk mengetahui keinginan dari si penghuni. Anda 
> bisa bayangkan kalau tiba-tiba anda datang dalam jumlah besar dan memancing 
> keributan dengan si pemiliknya. Kita ini mau peduli dengan budaya atau mau 
> membuat ribut? Kalau info soal gedung kuno yang rusak sih saya juga punya 
> banyak, tapi pernahkan anda bicara dengan pemiliknya? Kita juga punya sopan 
> santun. Kalau pemiliknya keberatan karena ada alasan historis atau ada hal 
> lain, kita harus mendengarkannya juga. 
> 
> Sebagai contoh, rumah yang di Tangerang itu bukan terbengkalai, cuma ada 
> kesulitan untuk memberbaiki bagian atapnya karena kayu tua. Memangnya anda 
> bisa naik-naik ke atas untuk membersihkan tanpa menimbulkan kerusakan di sana 
> sini? Yang diperlukan sejumlah rumah adalah renovasi total. Masalahnya, yang 
> banyak dibutuhkan adalah biaya yang besar dan teknik konservasi yang benar. 
> Rumah semacam itu juga masih banyak, dan karenanya saya justru mendorong 
> untuk meluaskan pandangan kita dulu agar lebih optimal dalam bertindak.
> 
> Sewaktu saya di Tangerang, saya sudah melihat adanya "bos" tanah yang hobi 
> membeli rumah-rumah tua di sana untuk sarang walet. Salah satu yang saya 
> tidak sempat ketahui duluan adalah pembongkaran rumah di depan Boen Tek Bio 
> yang sebenarnya masih berarsitektur tua dan menggunakan bahan-bahan kualitas 
> atas (semisal kusen berukuran paha gajah, atap pelana dan gembyok istimewa). 
> Dari pengalaman itu, biasanya pemilik senang dengan perhatian, tapi apa yang 
> dibutuhkannya seringkali berbeda dengan pemahaman kita. Selain itu, faktor 
> "bos" tanah yang potensial menghasut (karena dia berminat membeli) juga harus 
> diperhatikan karena potensial menjadi penghalang besar, bahkan penjegal upaya 
> konservasi.
> 
> Setelah ijin didapat dan dana yang cukup diperoleh, saya sih tegaskan, bukan 
> anda yang akan memperbaikinya (maaf bila anda ternyata adalah tukang kayu, 
> tukang cat atau tukang tembok kuno berpengalaman). Perbaikan atau perawatan 
> perlu dikerjakan oleh tukang yang mengerti sistem bangunan bersangkutan, 
> ditambah ahli material untuk menyesuaikannya dengan bahan aslinya. Sudah 
> itupun harus ada dokumentasi yang akurat dan teknik pengukuran yang benar 
> pula. Terkadang karena alasan praktis, ada beberapa perubahan minor yang 
> dilakukan pemilik untuk menghindari kerusakan (misalnya penyemenan kayu yang 
> miring sehingga berkesan kayunya miring, padahal sebenarnya kayunya harusnya 
> tegak, dsb), dan itu perlu dikoreksi oleh arsitek Tionghoa archaic yang 
> beneran (bukan yang cuma tahu dari ceritaan atau sekedar mengaku lulusan 
> arsitektur Universitas di Grogol sana, mentang-mentang mayoritas dosennya 
> Tionghoa). 
> 
> Jadi dalam hal ini, lebih baik kalau pembicaraan dilakukan oleh delegasi yang 
> memahami masalah budaya Tionghoa, situasi sosial kenegaraan dan sekaligus 
> paham teknik konservasinya. Sebagai iluustrasi, saya sendiri mendalami 
> konstruksi kayu dan ukiran, namun tetap perlu orang yang mendalami teknik 
> pengecatan konstruksi ukiran (bukan teori, tapi ahli cat; jangan sampai 
> ukirannya justru tertutup cat atau diberi warna yang salah).
> 
> Saya tidak hendak merendahkan semangat, namun pembicaraan harus dilakukan 
> dengan hati-hati agar tidak menimbulkan salah sangka si pemilik, apalagi 
> dalam situasi Indonesia yang banyak mafia tanah, ketidakpedulian aparat 
> pemerintah dan ketidakpedulian kalangan Tionghoa sendiri. Jangan sampai 
> kehadiran anda dengan isu yang ambisius untuk merawat lukisan di atap akan 
> disalahtafirkan (termasuk disalahtafirkan soal duit, duit dan duit! Proyek, 
> proyek dan proyek).
> 
> Selain itu patut diperhitungkan adanya konflik dalam keluarga yang 
> bersangkutan (kalau dibagusi, anggota lainnya akan marah dan berpikir bahwa 
> yang tinggal akan mengangkangi; bisa juga bahwa si pemilik sengaja membiarkan 
> rumahnya rusak agar terhindar dari "ikatan" cagar budaya, dan bisa menjual 
> atau merombaknya dengan mudah). Lebih baik berhati-hati dan persiapan matang 
> ketimbang ada masalah besar akibat kehadiran anda.
> 
> Saya sudah melakukan beberapa perbincangan (lebih dalam rangka personal) 
> dengan sejumlah pemilik gedung bersejarah. Sebagian besar mengeluhkan soal 
> biaya perawatan, tekanan ekonomi untuk merubah fungsi bangunan, dan lebih 
> parah lagi "rasa malu" punya gedung yang sudah tua (bercorak Tionghoa pula!). 
> Masalah laten inilah yang harus diatasi lebih dulu.
> 
> Sebagai perbandingan, renovasi Gedung Arsip Nasional (bercorak Indies saja 
> perjuangannya butuh sekitar 10 tahun, itupun makan anggaran sekitar Rp. 25 
> milyar sebelum peresmiannya sekitar sepuluh tahun yang lalu; salah satunya 
> dikoordinasi arsitek Han Hoo Tjwan [Han Awal] yang belakangan memperoleh 
> penghargaan dari UNESCO Asia-Pacific Award dan penghargaan A Teeuw atas jasa 
> konservasi gedung tua peninggalan Belanda; miris juga, kalau gedung tua 
> Tionghoa?). Konservasi gedung Staadthuis (Museum Fatahillah) juga membutuhkan 
> biaya yang tidak kecil, apalagi berkenaan dengan penjara bawah tanah dan 
> pengaturan aliran gorong-gorong di sekitarnya. Gedung Merah saja (arsitektur 
> toko Eropa berlanggam Tionghoa) yang sering disebut-sebut dalam pameran 
> arsitektur, saat malah kurang terurus. Waduuuuh, PR masih sangat banyak nih.
> 
> Bahwa kegiatan nantinya akan bisa mendorong perhatian, saya jelas sangat 
> setuju dan mendukungnya. Saya sendiri sudah menjalankannya secara personal 
> atas biaya sendiri yang sangat cekak. Tapi, untuk kegiatan yang terbilang 
> besar tanpa persiapan cukup, bisa menjadi senjata makan tuan dan antipati 
> dari para pemilik gedung, apalagi ketika suasana nasionalnya belum berubah 
> dari atmosfir ketidakpedulian. Siapkah??? Saya dengan senang hati menyambut 
> kehadiran teman-teman dalam kegiatan berat ini.
> 
> 
> Jalan seorang budiman itu seumpama pergi ke tempat jauh, harus mulai dari 
> dekat; seumpama mendaki ke tempat tinggi, harus dimulai dari bawah.
> 
> Suma Mihardja
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "bebek_ceper" <bebek_ceper@> wrote:
> >
> > Wah ide yang ok bangetsss..
> > Saya mau singsingkan kengan baju, bantuin pak Dipo koordinasi.
> > atau saya yang koordinasi nih?
> > 
> > yuk yuk.. kapan maunya?
> > 
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardian_c@> wrote:
> > >
> > > yuk sekali2 kita ngecet rumah org
> > > owe seh mau aje ngecet rumah org apelage yg tua getu asal jgn ngecet 
> > > rumah setan aje ya 
> > > 
> > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ibcindon" <ibcindon@> wrote:
> > > >
> > > > Ide yang bagus sekali tuh..
> > > > 
> > > >  
> > > > 
> > > > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > > > [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dipo
> > > > Sent: Saturday, January 30, 2010 6:49 PM
> > > > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > > > Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
> > > > 
> > > >  
> > > > 
> > > >   
> > > > 
> > > > Ide yang menarik sekali. Mengenai tempat saya coba cari yang paling
> > > > memungkinkan. Atau dari rekan2 ada ide lokasi yang bisa dibersihkan ? 
> > > > Asal
> > > > jangan gedung di TMII ya. 
> > > > 
> > > > Salam
> > > > 
> > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > > > <mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com> , ini rico! <rico12410@>
> > > > wrote:
> > > > >
> > > > > teman-teman,
> > > > > 
> > > > > menanggapi info dari pak Eddy W.. mungkin akan lebih kongkrit 
> > > > > kontribusi
> > > > warga tionghoa, bila beramai-ramai mengunjungi Toko Kompak atau ruko di
> > > > belakang Klenteng Boen Tek Bio.
> > > > > Kita undang (atau saweran) tukang untuk perbaikan, sambil bawa 
> > > > > beberapa
> > > > ember cat, kuas, amplas, dll. Makanan kecil, minuman ringan sebagai 
> > > > teman
> > > > kerja juga tidak ketinggalan. Sambil gotong royong sederhana, ngobrol
> > > > pengalaman turun temurun.. mestinya akan menyenangkan sekali kita hari 
> > > > itu..
> > > > dan tuan rumah merasa diperhatikan dan dihargai usahanya mempertahankan
> > > > 'bangunan cerita' milik mereka itu.
> > > > > 
> > > > > Bagaimana? pak Dipo, mungkin bisa bantu mengkoordinasikan?
> > > > > 
> > > > > salam
> > > > > 
> > > > > 
> > > > > Posted by: "eddy witanto" eddypw@ eddypw
> > > > > Fri Jan 29, 2010 5:23 am (PST)
> > > > > 
> > > > > 
> > > > > Toko Kompak di Pasar Baru Jakarta Pusat sudah dalam kondisi
> > > > mengkhawatirkan di dalamnya, bagian belakangnya sudah dalam ambang
> > > > kehancuran. Itu rumah Mayor Tio Tek Ho bukan? Di dalamnya ada rooflight.
> > > > > Di belakang Klenteng Boen Tek Bio juga ada rumah-toko yang terbagi 
> > > > > atas 3
> > > > blok, blok yg tengah punya rooflight dg sisi berhiaskan cerita klasik
> > > > Tiongkok dengan pecahan keramik dan kayu berukir.
> > > > > 
> > > > > eddypw
> > > > >
> > > >
> > >
> >
>


Kirim email ke