*Ditanggalkan oleh orang Cina, dilestarikan oleh muslim di Indonesia.
*

DALAM novel *The Da Peci Code *karya Ben Sohib, tokoh utamanya Rosid
menggugat baju koko. Kepada ustadz Holid, si Rosid kribo bilang, “Tadi
*ane*lihat,
*semue *orang di masjid ini pake baju koko. Baju koko dianggap baju Islam.
Emang sejak kapan baju koko masuk Islam? Dulu *kagak ade* orang yang bilang
itu baju Islam. *Semue* orang *juge tau* kalau itu baju *asalnye* dari
negeri Cina...Terus *kenape* jadi *dikaitin ame* Islam, seolah-olah kalau
yang *pake* baju koko itu berarti orang Islam yang Islami? Di* mane *letak *
kaitannye*?”

Rosid benar, baju koko berasal dari Cina. Menurut sejarawan JJ. Rizal, baju
koko itu berasal dari baju *tui-khim. *“Itu baju harian *cokin*, diadopsi
oleh macam-macam suku bangsa di Nusantara. Ingat baju Teluk Belanga (pakaian
adat pria Kepulauan Riau-*Red*), itu juga hasil modifikasi dari
*tui-khim. *Jadi,
modifikasi *tui-khim* ada kaitannya dengan Islam di tanah Melayu. Baju koko
sendiri saya rasa itu diadopsi dari masyarakat Tionghoa, karena ada konsep
tanpa kancing, atau paling banter bungsel pala capung,” kata Rizal yang
mengelola penerbit Komunitas Bambu kepada *Majalah Historia Online* (20/8).

Sementara itu, menurut pengamat budaya Tionghoa peranakan, David Kwa seperti
dikutip Pradaningrum Mijarto dalam “*Tui-Khim* dan Celana Komprang Berganti
Jas dan Pantalon,”  di kalangan warga Betawi, *tui-khim* juga dipakai dan
dikenal dengan sebutan baju *tikim*. “Baju ini seperti baju koko, bukaan di
tengah dengan lima kancing. Padanannya, celana batik. Untuk acara khusus
dikenal *thng-sa **(*baju panjang), sepanjang mata kaki. Hingga awal abad
ke-20 pria Tionghoa di Indonesia masih menggunakan kostum *tui-khim* dan
celana komprang (longgar) untuk sehari-hari,” kata David Kwa.

Bagaimana ceritanya *tui-khim* menjadi baju koko? Menurut Remy Sylado,
karena yang memakai *tui-khim *itu *engkoh-engkoh –*sebutan umum bagi lelaki
Cina– maka baju ini pun disebut baju *engkoh-engkoh*. “Dieja bahasa
Indonesia sekarang menjadi baju koko*,” *kata Remy dalam novelnya *Pangeran
Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah.*

Menurut David Kwa, sejak berdirinya Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) atau
Perhimpunan Tionghoa –perhimpunan modern pertama di Hindia Belanda pada
1900; kemudian runtuhnya Dinasti Cheng (Mancu) pada 1911; serta makin
banyaknya pria Cina yang diperbolehkan menggunakan pakaian Belanda setelah
mengajukan *gelijkstelling** *(persamaan hak dengan warga Eropa), baju *
tui-khim*, celana komprang, dan* **thng-sa* mulai ditanggalkan oleh
orang-orang Cina sendiri dan berganti dengan pakaian gaya Eropa atau
Belanda, kemeja, pantalon, dan jas buka serta jas tutup.

Baju koko terkadang suka disamakan dengan “baju takwa”, padahal berbeda.
“Baju takwa” tidak diadopsi dari pakaian *thui-kim*, tapi hasil modifikasi
dari baju tradisional Jawa, yaitu Surjan. Surjan merupakan salahsatu pakaian
adat Jawa yang khusus dipakai pria sehari-hari. Pakaian jenis ini bisa
dipakai untuk menghadiri upacara-upacara resmi adat Jawa dengan dilengkapi
blangkon dan bebetan.

“Surjan berasal dari kata *Su *dan* ja, *yaitu *nglungsur wonten jaja
*(meluncur
melalui dada), sehingga bentuk depan dan belakang panjang,” tulis AM.
Hidayati dalam *Album Pakaian Tradisional Yogyakarta*.

Adalah Sunan Kalijaga yang kali pertama memodifikasi surjan menjadi “baju
takwa”. Dari sembilan wali, hanya dia yang pakaiannya beda. Menurut Achmad
Chodjim, Sunan Kalijaga tidak menggunakan jubah dan sorban. Tapi merancang
sendiri bajunya yang disebut “baju takwa”. Yaitu, baju jas model Jawa dengan
kerah tegak dan lengan panjang. “Sunan menciptakan baju yang disebut ‘baju
takwa’. Surjan Jawa yang semula lengan baju pendek, diganti dengan lengan
panjang. Dengan kreasi semacam inilah Sunan mengajarkan Islam tanpa
menimbulkan konflik di masyarakat,” tulis Achmad Chodjim dalam *Sunan
Kalijaga: Mistik dan Makrifat.*

Namanya saja “baju takwa” pasti disimbolisasikan dengan hal-hal yang
berkaitan dengan Islam. Menurut M. Jandra dalam *Perangkat/Alat-alat dan
Pakaian serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton
Yogyakarta,* “baju takwa” pada lehernya terdapat tiga kancing yang
melambangkan Iman, Ikhsan dan Islam. Tiga *kancing* yang terdapat pada bahu
kanan dan bahu kiri melambangkan dua kalimat sahadat. Enam kancing yang
terdapat pada kedua lengan kiri dan kanan melambangkan rukun Iman. Dan *lima
kancing depan melambangkan* rukun Islam.

Sejak rezim Orde Baru berkuasa hingga dekade 1980-an, Soeharto mempersempit
ruang gerak Islam –termasuk simbol-simbol keislaman– karena dianggap akan
mengganggu kemapanan kekuasaan. Namun, sejak dekade 1990-an, berbagai unsur
Islam memperoleh kesempatan luas dalam struktur negara dan ruang publik. Ini
disebut “politik akomodasi Islam”. Dari empat jenis akomodasi, salahsatunya
adalah akomodasi kultural berupa diterimanya ekspresi kultural Islam ke
dalam wilayah-wilayah publik. “Seperti pemakaian jilbab, baju koko, hingga
ucapan *assalamu’alaikum*,” tulis M. Imadun Rahmat dalam *Arus Baru Islam
Radikal.*

Sejak saat itu hingga kini pemakaian baju koko kian masif. Ia hampir menjadi
pakaian resmi beribadah. Seperti kata Rosid, sebagian besar yang salat di
masjid pakai baju koko. Baju koko menjadi komoditas yang menggiurkan,
terutama menjelang lebaran, karena tradisi tunjangan hari raya (THR),
salahsatunya dengan baju koko untuk dipakai salat Id.

Pemakaian baju koko tidak hanya untuk beribadah. Tapi, menjadi seragam
sekolah SMP dan SMA setiap hari Jumat. Juga, di beberapa daerah seperti di
Kabupaten Pamekasan Jawa Timur, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan; Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Indramayu Jawa Barat; baju koko menjadi seragam wajib
bagi pegawai negeri sipil setiap hari Jumat.

Baju koko yang tiada lain adalah modifikasi dari* tui-khim*, baju harian *
cokin* dan telah ditanggalkan, kini begitu Islami. *[HENDRI F. ISNAENI]*

*Sumber:
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/berita-302-koko-masuk-islam.html
*

*Untuk tulisan-tulisan sejarah lainnya klik saja :
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/home*

*Salam, Redaksi Majalah Historia Online
*

Kirim email ke