Bung Ardian, Bung Ivan dan TTM semuah,

Hai, apakabar? Sudah makan?

Kebetulan saya baru ajah selesai nonton video-nya Zheng He ini.

Zheng-he ke Jawa (kayaknya bukan khusus ke Semarang ya?), bukannya genap 600 
tahun-nya udah lewat 4-5 tahun lalu ya? Waktu itu diperingati besar-besaran di 
Semarang, mereka bikin replika kapalnya di kali deket kelenteng Gang Lombok(?) 
itu. 

Di Cirebon, kelenteng Thay Kak Sie deket pelabuhan itu, menyimpan satu jangkar 
besar yang dipercaya merupakan jangkar dari kapal anggota armada Zheng-he juga.

Kaisar Zhu-di atau Yong-le ini hebat sekali pada jamananya ya. Sudah memikirkan 
menyusun ensiklopedi segala, sayang buku-bukunya banyak dibakar oleh 
penggantinya ya. Juga terpikir untuk mengirim misi muhibah segala. Sayang 
sekali dia gak berpikir untuk menguasai daerah yang tak bertuan - yang 
disinggahi oleh armada Zheng-he, misalnya. 

Di filem tidak diceritakan kisah selanjutnya setelah Tiongkok (mereka sudah 
menyebut Cung-guo?) ditinggal mati oleh Zhu-di, dilanjutkan oleh anaknya cuma 
sebentar (8 bulan?) lalu cucunya meneruskan tahta. Zheng-he yang sudah di'ban' 
aka grounded oleh anaknya Zhu-di, lalu direhabilitasi namanya, dikasih ijin 
untuk melaut lagi. 

Sementara Zheng-he yang sudah lanjut usia, lantas perannya digantikan oleh anak 
cici angkatnya (atau pacarnya ya?) Sung-thian, segenerasi ama sang cucu kaisar. 

Gak tahu apakah ada cerita selanjutnya ttg kedua penerus ini ya? Atau mereka 
gak sempat berkibar namanya sudah digulung oleh kaisar dari keluarga lain yang 
'berontak'. Seru juga melihat mereka baku bunuh demi tahta, bahkan di antara 
sesama saudara dan orangtua/anak sendiri sekalipun!

Kalau baca sejarah mereka, kayakanya getun - menyesali, kaisar selalu 
digantikan lewat pertumpahan darah, entah oleh keturunannya sendiri, atau oleh 
keluarga lain. Kalau saja jaman itu sudah mengenal pergantian kekuasaan tanpa 
pertumpahan darah, mungkin sudah sejak dulu Tiongkok berjaya dan sukses menjadi 
boss dunia ya?

Cara Yong-le memerintah, kalau benar seperti digambarkan di filem tsb., 
nampaknya sudah 'demokrasi' - dia kasih kesempatan para menteri-nya untuk punya 
pendapat sendiri, walau keputusan terakhir selalu di tangannya jua. Memang sih 
agak 'aneh' kalau dibandingkan dengan demokrasi sekarang, tapi demokrasi 
sekarang juga akan terasa aneh: bisa pake duit supaya menang dengan suara 
terbanyak, jeh!

Yang masih bikin bingung buat saya, nama-nama negara yang disinggahi Zheng-he, 
karena lafal-nya dari Guo-yu, si pembuat sub-title kayaknya asal nyebut ajah, 
ada yang pas, tapi banyak yang kayaknya gak nyambung. Susah menebaknya. Baca di 
wikipedia, daerah atau negara yang disinggahinya, banyak yang gak cocok ama 
yang disebut di sub-title. Susah juga sih ya, pembuat sub-title biasanya cuma 
asal terjemahin, kejar tayang, gak ada waktu - jadi asal jadi ajah sudah bagus, 
euy!

Back to topic. Kalau mau mengharap pemerintah ikut ambil bagian dalam 
mempromosikan Semarang dengan memanfaatkan momentum Zheng-he ini, kayaknya 
memang susah. Momentum 600 tahun-nya sendiri sudah lewat toh? Lagipula, 
kayaknya Zheng-he sendiri ndak memandang  penting sekali ttg singgahnya di 
Semarang waktu itu, kayaknya cuma numpang ngambil air ajah buat bekal minum 
mereka ya?

Belum lagi, kalau lihat ceritanya di filem, katanya nenek moyang Zhu-di 
melarang penduduk warga Tiongkok pergi melaut. Tindakan sang kaisar menugaskan 
Zheng-he ajah merupakan kontroversi pada jaman itu. Mereka yang berani melaut 
dianggap sebagai kriminal, kalau balik dan ketangkep pasti dipenjara dengan 
tuduhan memberontak - suatu tuduhan yang sangat berat, hukumannya mestilah 
dipancung kepalanya.

Kalau benar begitu, berarti kita semua ini termasuk keturunan para 
'pemberontak' yang gak dianggap oleh mereka dong?

Satu hal yang berkesan buat saya, adegan ketika si Zheng-he baru balik ke 
ibukota, dia mau jajan 'tahu mambu (bau)' (Chou-dou-fu), dia gak bawa duit, 
cici-nya (saya koq curiga, jangan-jangan ini pacarnya ya?) juga gak bawa duit, 
lalu si penjajanya kasih gratis karena dia gak tahu dan dikira Zheng-he orang 
dari luar kota. Jadi ternyata sejarah tahu mambu sudah ratusan tahun juga 
rupanya, jeh!

Kenyataan bahwa Zheng-he setia kepada sang kaisar, dan mungkin karena dia 
seorang kasim(?) jadi tidak berambisi memberontak atau menguasai negara lain, 
ada juga kejelekannya. Kalau saja dia mau menguasai, peta dunia tentu sudah 
lama berbeda jauh dari sekarang ya?

Hehehe...... just intermezzo, ah.

Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng









--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardia...@...> wrote:

seinget aye ntu zheng he gak pernah ngedarat di semarang.
 
semangat zhudi itu buat apus pengaruh dinasti yuan, menggantikan perdagangan yg 
dipegang oleh org2 persia dan arab sejak dinasti Sui dan melemah sejak 
kejatuhan dinasti yuan, menjaga stabilitas perdagangan internasional dari bajak 
laut

Yong Le jg yg membuat ensiklopedia pertama didunia dgn judul Yong Le Da Dian yg 
nanti isi dan volumenya dikalahkan oleh Si Ku Quan Shu jaman Qing.

Kemajuan teknologi sebenarnya sudah ada sejak dari dinasti Han, dan kemampuan 
maritim para pedagang internasional yg salah satunya bermarkas di Quanzhou sdh 
sampai ke Australia sebelum Zheng He mengadakan muhibah.

Malah dicatatan jaman dinasti Jin kalu gak salah ingat itu Papua sudah disebut2.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ivan" <ivan_taniputera@> wrote:

Arti Penting Misi Perjalanan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) Bagi Pengembangan 
Bisnis, Pariwisata, dan Investasi

oleh: Ivan Taniputera dipl. Ing.
 
Pendahuluan
 
Tak terasa telah genap 600 tahun semenjak persinggahan Zheng He (atau juga 
lazim dieja Cheng Ho) ke Semarang. Karya tulis ini hendak menyoroti makna 
perjalanan muhibah Zheng He bagi pengembangan dunia bisnis, pariwisata, dan 
investasi bagi bangsa kita serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk 
mewujudkannya. Dewasa ini, Zheng He sedang naik daun, terbukti dengan 
ditulisnya sebuah buku yang berjudul 1421: The Year China Discovered the World 
karya Gavin Menzies. Isi buku itu menyatakan bahwa Zheng He telah menemukan 
benua Amerika dan Antartika. Terlepas dari kebenaran sejarah yang 
diungkapkannya, penerbitan buku itu memperlihatkan bangkitnya ketertarikan 
masyarakat internasional pada perjalanan muhibah Zheng He. Momen inilah yang 
seharusnya dipergunakan oleh pemerintah untuk memajukan bidang pariwisata 
Semarang dan Jawa Tengah pada umumnya.

-----dipotong-----


Kirim email ke