**************************
Laporkan Situasi lingkungan
<[EMAIL PROTECTED]>
Atau Hub Eskol Hot Line
Telp: 031-5479083/84
**************************

Konflik Maluku, Civil War Terdahsyat di Dunia
`````````````````````````````````````
Ambon, Siwalima
Sosiolog Universitas Indonesia, Dr Thamrin Tomagola menandaskan konflik
Maluku merupakan civil war terdahsyat di dunia. "Dibandingkan Bosnia saja,
perang di sana lima tahun memakan korban 10.000 jiwa. Sementara, Maluku
baru dua tahun saja, korbannya hampir 8.000 jiwa dan yang mengungsi lebih
dari 350 ribu jiwa. Ini perang sipil terdasyat," kata Thamrin, yang
dihubungi Siwalima di kediamannya di Jakarta, melalui telepon semalam.

Menurut  Tomagola, limbah konflik Maluku bisa menjalar ke daerah lain di
Indonesia. "Yang paling urgen yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat
maupun Penguasa Darurat Sipil (PD-S) perlu mengeluarkan laskar jihad yang
masih berada di Ambon. Dulu ada 6.000 laskar jihad sekarang tinggal 2.000
orang. Itu harus dipulangkan dan perlu juga dilacak anggota militer baik
itu TNI/Polri desersi yang masih ber-keliaran di Maluku," saran Tomagola.

Menurut catatan sejumlah LS-M-LSM peduli Maluku, ungkap Tomagola bahwa
laskar jihad yang dikirim ke Ambon ada se-kitar 6.000 tapi sekarang tinggal
2.000 orang. ''Sisanya pulang atas inisiatif mereka sendiri,'' tu-tur
Tomagola. Padahal, cukup banyak jumlah aparat militer yang disersi pada
saat Ambon bergejolak. "Data saya memiliki tercatat sekitar 70 persen
personel Kostrad meninggalkan kesatuannya dalam jangka waktu cukup lama dan
ikut main di Ambon," rincinya. Dijelaskannya, bahwa 80 persen keadaan di
Maluku Utara aman, 20 persennya masih menyimpan senjata. "Untuk Maluku
Tenggara tergolong aman dan telah terjadi rehabilitasi fisik sosial. Untuk
Maluku Tengah dan Kota Ambon keadaan memburuk," kata Tomagola.

Selain itu, perlu dilakukan eva-luasi kinerja Penguasa Darurat Sipil (PDS)
Daerah Maluku. "Sebab selama ini belum ada eva-luasi kinerja PDS Daerah
Maluku. Bahkan PDS tidak transparan dan hasilnya gelap semua," ujarnya.
Bahkan disaat situasi yang memburuk akhir-akhir ini, PDS Daerah Maluku
beserta staf-stafnya yang dikatakan ahli tidak dapat berbuat yang optimal.
Tomagola juga mengharapkan Pemerintah Pusat dapat mencermati realita
konflik di Maluku. "Sebab jika tidak dapat menda-tangkan intervensi
internasional jika pemerintah Indonesia tak mampu menyelesaikannya,"
tandasnya.
Menyangkut hambatan yang dialami oleh DPR RI maupun KPP HAM Maluku untuk
mencari solusi yang integratif konflik Maluku, Tomagola mengaku tak melihat
hambatan yang berarti yang dialami kedua institusi tersebut.

''Kalau di DPR, hambatannya umum, yaitu komitmen anggota DPR tidak
maksimal. Pada setiap kali rapat terkadang yang datang cuma ketua dan
sekretaris Panja (panitia kerja),'' tuturnya. Sikap Panja DPR menunjukkan
ketidakkonsistenan mereka untuk menuntaskan kasus ini, sehingga sampai
sekarang tidak ada pertanggungjawaban kepada publik. Mungkin, lanjutnya,
karena kemalasan anggota dewan atau juga kompromi-kompromi politik mereka
yang lebih menonjol. Sedangkan untuk KPP HAM Maluku, Tomagola mengaku tidak
mengerti alasan Ketua KPP HAM Bambang W Soeharto kurang bisa bertindak.
''Saya pikir dia sudah punya dana yang cukup banyak. Tapi tindakan KPP HAM
yang masih ditunggu-tunggu kenapa belum mun-cul juga. Saya kurang mengerti
apa yang menghalangi dia,'' kata sosiolog dari Universitas Indonesia itu.

Dia berpendapat, jika ada kekhawatiran penanganannya akan menimbulkan
gejolak, akibat konfliknya begitu kental nuansa politiknya yang ditunggangi
fa-natisme agama, itu tidak berala-san. ''Kalau kita tegakkan keadilan,
terutama keadilan hukum tanpa memandang bulu, saya kira orang akan melihat
bahwa itu suatu kesungguhan. Berarti ke-takutan ini sebetulnya bisa
dienyahkan. Mudah-mudahan Bambang dan DPR tidak perlu takut,'' ucapnya.
Tindakan KPP HAM dan DPR RI itu merupakan pola retorika lama tanpa satu
titik yang cukup mendasar untuk memberikan jawaban atas kegagalan negara
melindungi rakyatnya. Sampai hari ini, inisiatif dari masyarakat tidak
digunakan aparat negara sebagai energi untuk menyelesaikan konflik di
Maluku. Saat ini ada dua kelompok masyarakat yang aktif mencari
penyelesaian, yakni Baku Bae dan Komnas HAM. Di pihak lain ada
kecenderungan aparat negara menolak inisiatif yang begitu besar dari
masyarakat untuk menyelesaikan konflik tersebut.

Dalam kaitan penyelesaian integratif, Tomagola menyerukan agar langkah yang
harus segera diambil pemerintah adalah mengeliminasi alat-alat kekerasan
sekaligus membangun kembali kepercayaan di antara masyarakat yang masih
saling curiga. "Caranya, dengan melibatkan mereka dalam mencari solusi
terbaik," ujarnya.  (lai)

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
***********************************************************************
Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan
tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED]
Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772
atau
BCA Cab. Darmo Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc. No. 088.442.8838
***********************************************************************
Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan:
subscribe eskolnet-l    ATAU    unsubscribe eskolnet-l

Kirim email ke