`````````````````````````
[EMAIL PROTECTED]
Wacana Mingguan
^*^*^*^*^*^*^*^

"Refleksi atas Kejatuhan Adam dan Hawa"
`````````````````````````````````````````````````````

Pernahkah Anda merasakan bagaimana tenteramnya dan damainya hati ketika Anda
berhasil hidup tanpa berbuat cela? Pernahkah Anda merasakan kepuasan
menikmati hidup dengan segala sesuatu yang tidak menyimpang dari hukum hati
nurani? Pernahkah Anda merasa lega dan puas bila akhirnya keberhasilan yang
Anda raih berada dalam pilihan-pilihan tindakan moral yang tidak menyimpang?

Pernahkah Anda merasakan sesuatu yang sangat indah ketika Anda lolos dari
suatu tindakan menyimpang, dan setelah itu berpikir bahwa Anda telah teruji
oleh suatu jerat dosa? Dan, pernahkah Anda merasakan bahwa setelah kelolosan
itu harga diri dan kualitas akhlak Anda bertambah? Pernahkah kita menyadari
bahwa lolosnya diri kita dari jerat rupa dosa itu telah menambah kematangan
atau kedewasaan kita dalam berkehendak bebas dalam hidup ini? Yaitu
kedewasaan dalam menentukan yang baik dan yang jahat?

Bukankah dengan pilihan-pilihan (antara baik dan jahat) itu manusia akan
bisa bereksistensi atau menampilkan diri sebagai pribadi relatif pada diri
sendiri (memiliki kesadaran moral)?.

Seseorang dinyatakan bergelar doktor (S-3) berarti ia sudah
lulus berbagai rintangan dan ujian akademis tanpa melakukan kecurangan.
Dimana dalam proses meraih gelar itu ada pilihan yang bisa dilalui, yaitu
jalan benar atau jalan curang. Ada dua kemungkinan yang terjadi:

- Gelar doktor yang dalam meraih gelar menaruh pertimbangan moralnya berada
pada jalan benar (tangguh mengalahkan aspek jahat), sehingga jadilah dia
sosok
doktor yang diharapkan dan memuaskan dia sendiri dan pihak penguji;

- Seorang doktor yang dalam meraih gelar menaruh pertimbangan moralnya jatuh
pada jalan curang (menceburkan diri pada aspek jahat), sehingga jadilah dia
sosok doktor yang tidak diharapkan dan tidak memuaskan, alias semu, yang
kalau ketahuan orang lain dan pihak penguji maka hancurlah nilai gelar itu.

Jadi, bila salah satu aspek (di luar diri manusia) yang menjadi pertimbangan
moral manusia (jalan curang/godaan jahat) tidak ada, apakah manusia itu bisa
mencapai suatu pribadi yang memiliki budi pekerti, yakni yang sebagai mahluk
sadar mana tindakan jahat dan benar?

Dan, apabila akhirnya seseorang memilih godaan jahat ketimbang perintah
Tuhan dalam pertimbangan moralnya, siapakah yang bertanggung jawab? Atau,
apabila kehendak bebas manusia (karena manusia tidak diciptakan seperti
robot) ternyata lebih memilih godaan berbuat jahat ketimbang memilih taat
kepada perintah Tuhan, pantaskah manusia melemparkan tanggung jawab kepada
Tuhan?

Dengan penjelasan di atas, adakah alasan bagi kita untuk menggugat Tuhan?
Layakkah kita bertanya: "Mengapa Tuhan mengijinkan setan di Taman Eden" ?
Mengapa Tuhan tidak mengantisipasi kejatuhan manusia itu sebelumnya?. Bila
kita merenungkan makna kehidupan seperti diuraikan di atas maka kita
sebenarnya tidak sepantasnya menggugat, malah semakin merasakan betapa Tuhan
sangat mengasihi dan menghargai manusia sebagai ciptaan termulia dan berbudi
pekerti yang luhur.

Memang peristiwa Adam dan Hawa tidak semua terjawab secara akal, karena
asumsi dasar mengenai eksistensi manusia ialah, tidak semua rahasia Allah
bisa diketahui oleh manusia karena keterbatasan akal manusia sebagai ciptaan
Allah. Namun, yang jelas Allah tidak mungkin menciptakan sesuatu yang
berpotensi jahat, karena hakekat Allah ialah suci dan benar. Manusia
(sejati) diciptakan dengan KEHENDAK BEBAS, bukan robot.

Kehendak bebas manusia pertama itulah yang ternyata lebih memilih taat pada
godaan iblis ketimbang perintah Allah yang Maha Suci (Kejadian 3).

Mengenai kejatuhan Adam dan Hawa, ibarat seorang anak terjerumus menjadi
pencuri atau perampok. Apakah tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan
orang tua?  Setiap orang tua pasti tidak ingin anaknya menjadi pencuri,
namun apakah orang tua harus mengendalikan anaknya seperti robot?. Adakah
orang tua yang menghendaki anaknya dijadikan seperti boneka? Haruskah si
anak hidup tanpa adanya pilihan-pilihan hidup?. Apakah kita harus hidup
tanpa kemandirian dan kreativitas? Misalnya; si anak harus melakukan A harus
melakukan B harus seperti X dan harus Y, dan seterusnya. Maukah kita
diperlakukan persis seperti robot ?

Jadi, Tuhan tidak memperlakukan manusia seperti robot. Contoh lain, seorang
yang tidak patuh terhadap peraturan/petunjuk lalulintas lalu mengalami
kecelakaan, siapakah yang bertanggung jawab? Apakah tanggung jawab harus
kita bebankan kepada Tuhan? Tentu tidak demikian. Jadi, bila manusia jatuh
ke dalam dosa tidak sepantasnya melemparkan tanggung jawab kepada Tuhan. Itu
adalah tanggung jawab manusia atas KEHENDAK BEBAS yang diberikan padanya.

Kitab Yakobus 1: 13-14 berkata: "Apabila seorang dicobai (mis; Adam dan
Hawa), janganlah ia berkata: Pencobaan ini datangnya dari Allah! Sebab Allah
tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa
pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia
diseret dan dipikat olehnya."

Oleh karena itulah, Andrew Song pernah menulis bahwa pohon dan diijinkannya
iblis masuk di Taman Eden sebenarnya bagian paling indah dari seluruh kisah
kejadian manusia, karena hal ini menunjukkan betapa penghargaan Tuhan atas
budi pekerti manusia, yaitu kebebasan untuk memilih." (Andrew Song/1968).
Namun, penghargaan itu tidak diperjuangkan oleh manusia itu untuk lolos dari
ujian yang diijinkan oleh Tuhan itu.

Apakah kita sudah terus berjuang untuk taat pada Firman Tuhan dalam berbagai
pilihan-pilihan di dunia ini?. Semoga renungan sederhana ini dapat
menguatkan iman kita semua. Terpujilah Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah
Roh Kudus kekal selama-lamanya. Amin.  (Augustinus S).

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
***********************************************************************
Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan
tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED]
Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772
atau
BCA Cab. Darmo Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc. No. 088.442.8838
***********************************************************************
Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan:
subscribe eskolnet-l    ATAU    unsubscribe eskolnet-l

Kirim email ke