Alih Fungsi Hutan Gorontalo Muluskan Ekspansi Bakrie

Gorontalo (ANTARA News) - Bakrie Group dinilai sangat berkepentingan dengan 
alih 
fungsi 14 ribu hektar konservasi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone 
(TNBNW) 
Gorontalo yang sudah direstui oleh Komisi IV DPR RI.

Aktivis lingkungan dari Komunitas untuk Bumi (KUBU) Gorontalo Muhammad 
Djufryhard mengaku yakin bahwa alih fungsi hutan konservasi menjadi hutan 
produksi itu sebagai upaya memuluskan ekspansi usaha Bakrie Group di bidang 
pertambangan.

"Pemegang kontrak karya pertambangan di Gorontalo, yakni PT Gorontalo Mineral, 
itu tidak lain adalah anak perusahaan Bakrie Group," kata Muhammad Djufryhard 
di 
Gorontalo, Kamis. 


Satu hal yang cukup disesalkannya, bahwa alih fungsi TBNW itu berdalih untuk 
membebaskan kawasan itu karena maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin.

"Hal itu disebutkan dalam kajian tim terpadu alih fungsi TNBNW, yang melibatkan 
para akademisi, ini aneh mereka melarang pertambangan kecil, namun memuluskan 
pertambangan dalam skala besar, jadi jauh lebih parah," katanya.

Ia menjelaskan, eks hutan konservasi yang akan dikelola oleh kuasa pertambangan 
dalam skala besar, justru tidak akan menghilangkan pertambangan rakyat yang 
diklaim merusak lingkungan itu, namun justru membuka ruang baru bagi penambang 
tradisional. 


Status PT Gorontalo Mineral, yang merupakan anak perusahaan Bakrie Group itu, 
juga dibenarka Baskoro, kepala sub dinas kehutanan dan pertambangan pada Dinas 
Kehutanan dan Pertambangan Provinsi Gorontalo.

Menurutnya, Gorontalo mineral hanya satu dari sekian perusahaan pemegang 
kontrak 
karya di bidang pertambangan.

"Kontraknya belum habis, namun sejauh ini belum ada investor yang bermohon 
untuk 
pertambangan pasca alih fungsi hutan di TNBW," katanya.

(KR-SHS/S026)





http://www.antaranews.com/berita/1279167953/alih-fungsi-hutan-gorontalo-muluskan-ekspansi-bakrie





________________________________
From: arter datunsolang <ar_d...@yahoo.com>
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Sent: Fri, July 30, 2010 6:58:02 AM
Subject: [GM2020] Workshop RTRW (Mapala Univesitas Gorontalo)

  
Dari Milis Tetangga


PEMPROV : RTRW PROVINSI PRO RAKYAT......
(Ulas singkat Hasil Workshop di Universitas Gorontalo)
 
Hal ini merupakan salah satu point penting yang setidaknya bisa menjadi output 
dari Workshop yang membahas “kontroversi perubahan fungsi Hutan TNBNW dalam 
Revisi RTRW Provinsi (RTRWP) Gorontalo” yang digelar oleh MAPALA Tilong Kabila 
dan BEM mahasiswa Universitas Gorontalo di Universitas Gorontalo Convention 
Center pada hari kamis, 29 Juli 2010 lalu.
Dalam kesempatan tersebut, hadir sebagai pembicara utama Prof. Dr. Ir. Hj. 
Winarni Monoarfa, MS selaku Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo, Dr. Ir. Husein 
Hasni selaku Kepala Dinas Kehutanan dan Pertambangan Provinsi Gorontalo, serta 
Rektor Universitas Gorontalo Prof. Dr. Hariadi Said, M.Sc. Sebagai undangan 
utama hadir peserta dari SKPD terkait Pemprov Gorontalo, serta dari Pemerintah 
Kabupaten diantaranya Sekretaris Daerah Kabupaten Bone Bolango, Kepala Bappeda 
Kabupaten Gorontalo, para stake holder terkait lingkungan hidup, mahasiswa 
pecinta alam serta para peserta dan undangan terkait lainnya.
Dari sekian materi pemaparan yang disampaikan baik oleh Kepala Bappeda maupun 
Kadis Kehutanan dan Pertambangan Provinsi Gorontalo, berisikan beberapa hal 
utama yang menjelaskan tentang akomodasi perubahan kawasan hutan dalam Revisi 
RTRWP Gorontalo, antara lain : (1)Sebenarnya substansi perubahan kawasan hutan 
pada revisi RTRWP lebih pada mengakomodir kepentingan Pemerintah Kabupaten/Kota 
karena dalam mekanisme Pemerintah pusat dalam UU 26 tahun 2007 tentang Penataan 
Ruang yang mengharuskan perubahan kawasan hutan tidak bisa lagi dilakukan 
melalui revisi RTRW Kab/Kota tapi harus melalui pengusulan dalam Revisi RTRW 
Provinsi, (2)Perubahan hutan dimaksud meliputi perubahan yang menyebabkan 
keluarnya suatu kawasan dari hutan menjadi non hutan dan perubahan yang 
menyebabkan suatu kawasan hanya berubah fungsi tetapi masih dalam kawasan hutan 
lindung, (3)Kategori perubahan kawasan hutan menjadi non hutan dalam RTRWP 
Gorontalo dilakukan untuk mengakomodir adanya pemukiman masyarakat (enclave) 
yang selama ini masih masuk dalam deniliasi kawasan hutan, sedangkan kategori 
perubahan fungsi saja (tidak keluar dari kawasan lindung) dilakukan untuk 
memberikan peluang jika memenuhi persyaratan kedepan dalam rangka pemanfaatan 
pengelolaan Sumber Daya Alam sebagaimana penurunan fungsi hutan yang terjadi di 
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, (4)Tidakdiakomodirnya atau dibatalkannya 
perubahan hutan dalam RTRW Provinsi sebenarnya tidak memiliki konsekuensi 
langsung bagi Pemerintah Provinsi, tetapi konsekuensinya jika pemukiman 
(enclave) tidak diusulkan dalam perubahan RTRW Provinsi akan berakibat pada 
konsekuensi hukum bagi masyarakat yang mendiami kawasan enclave dimaksud, 
selanjutnya konsekuensi jika penurunan fungsi pada beberapa titik kawasan hutan 
tidak dilakukan maka dapat berakibat batalnya peluang pemanfaatan potensi 
Sumber 
Daya Alam bagi Pemerintah Kabupaten/ Kota hingga 20 tahun kedepan sesuai jangka 
waktu pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo, (5)Khusus 
untuk 
proses percepatan Raperda RTRW, maka saat ini RTRWP Gorontalo merupakan salah 
satu dari 4 RTRW provinsi yang masuk kategori cepat dan prosedural dalam 
pembahasan di tingkat Kementrian Kehutanan dan Kementrian PU, bahkan sudah 
masuk 
dalam Instruksi Presiden nomor 10 tahun 2010 untuk proses percepatan 
penyelesaian pembahasannya di tingkat pusat sebelum ditetapkan menjadi PERDA 
oleh DPRD.
Menariknya dalam workshop tersebut adalah turut hadirnya  Ir. Dany Pomanto 
sebagai pembanding bersama Tim kerjanya sebagai Putra Gorontalo yang akhir – 
akhir ini sudah mulai memperlihatkan eksistensinya di Gorontalo. Dalam 
kesempatan tersebut, Ir. Dany Pomanto secara singkat berusaha menjelaskan 
gagasan dan konsepnya melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk 
mengkritisi akomodasi perubahan kawasan hutan pada RTRWP Gorontalo. Namun 
detail 
kritikan dan masukan tersebut, diklarifikasi dan ditanggapi dengan baik oleh 
Mantan Tim Terpadu Ir. Amir Halid, M.Si bersama Tim Badan Koordinasi Penataan 
Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi diantaranya : (a)Adapun akomodasi usulan 
perubahan 
kawasan hutan dari Pemerintah Kabupaten ini dalam RTRW Provinsi, analisisnya 
sudah menggunakan Arc GIS dengan basic data penginderaan jauh (citra satelit 
terbaru) sebagaimana yang ditunjukkan Dany Pomanto, bahkan kemudian 
dikolaborasi 
dengan cross check data lapangan dari GPS serta data valid dari sumber instansi 
yang legal, sehingga pengolahan data yang digunakan untuk RTRWP Gorontalo sudah 
merupakan tindak lanjut dari konsep yang disampaikan, (b)Demikian halnya dengan 
analisis banjir, maka Tim BKPRD menampilkan data hasil analisis historis banjir 
Gorontalo yang menggunakan basic data citra satelit tersebut yang saat ini 
sudah 
pada tahap implementasi, diantaranya : pembangunan Kanal Tamalate-Bone dan 
Drainase Kota, pencegahan aktivitas perusakan Catchment Area Daerah Aliran 
Sungai, pencegahan konversi lahan pertanian kota, serta tindak lanjut perluasan 
dan pelestarian kawasan hutan sebagaimana yang direkomendasikan Tim Terpadu.
Menanggapi kritikan yang dialamatkan kepada Bappeda Provinsi Gorontalo 
sehubungan dengan akomodasi perubahan hutan dalam RTRW Provinsi Gorontalo 
sebagaimana yang dilansir RADAR GORONTALO edisi 30 Juli 2010, secara gamblang 
Ir. Nurdiana Habibie, M.Si selaku Kabid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda 
mengatakan “...jelas sudah klarifikasi kami dalam workshop kamis kemarin, 
sesuai 
UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka RTRW Provinsi baru bisa diPERDAkan 
jika sudah ada persetujuan substansi/ SK Mentri Kehutanan, Persetujuan Menteri 
PU dan Persetujuan MENDAGRI. Terbitnya SK Menteri Kehutanan RI nomor 324 tahun 
2010 tentang perubahan kawasan hutan Gorontalo adalah prestasi dan berkah. 
Prestasi karena berkat dukungan dari semua pihak maka Gorontalo mampu 
menyelesaikan proses RTRW di Kementrian Kehutanan lebih cepat dan prosedural 
dibanding daerah lain, dan berkahnya adalah bagi masyarakat Gorontalo yang 
mendiami + 32 bagian desa enclave di 4 (empat) Kabupaten di Provinsi Gorontalo. 
Desa yang mereka diami bukan Ilegal lagi, bahkan peluang optimalisasi potensi 
Sumber Daya Alam oleh Pemkab sudah terbuka jika Gorontalo sepakat untuk 
memanfaatkannya dengan baik. Barangkali disinilah kita perlu arifi bersama, 
khusus bagi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), SK Menteri Kehutanan 
tidak merubahnya menjadi kawasan non hutan tetapi hanya menurunkan fungsi 
status 
hutan pada beberapa kawasan potensial saja menjadi hutan produksi yang jika 
memang akan dimanfaatkan harus seijin Kementrian Kehutanan melalui prosedur 
Pinjam Pakai yang pemanfaatannya pun harus secara bertahap. 

Lebih lanjut Nurdiana menambahkan bahwa proses yang dilalui oleh Pemprov 
Gorontalo dalam proses RTRWP sudah sangat normatif, prosedural dan sesuai 
mekanisme yang diatur oleh Undang – undang serta didasari oleh kajian akademis 
yang dibuktikan dengan dijadikannya prosedur kehutanan RTRW Provinsi Gorontalo 
sebagai pilot project oleh Bappenas.  Satu hal yang sangat menunjang legalitas 
usulan perubahan hutan Gorontalo adalah peta usulan perubahan kawasan hutan 
dalam RTRW Provinsi Gorontalo ditandatangani oleh Para Bupati dan Gubernur 
sehingga tidak ada keraguan Pemerintah Pusat tentang adanya konflik antara 
Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam pengusulan 
tersebut. Selain itu proses persetujuan Pemerintah Pusat ini didasari oleh 
hasil 
penelitian Tim Independen (TIM TERPADU) yang terdiri atas lintas sektor yang 
berkompetensi di bidang lingkungan hidup. Jadi tidak benar,,, bila dikatakan 
bahwa Bappeda salah jika melakukan fasilitasi sesuai TUPOKSInya mengakomodir 
usulan perubahan hutan dari Pemerintah Kabupaten dalam Revisi RTRWP nya 
sepanjang itu didasari oleh kebijakan pembangunan yang pro lingkungan hidup, 
bahkan jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan menyalahi amanat daerah 
untuk 
memikirkan nasib mereka kedepan.


 


      

Kirim email ke