Kampung Keling, Tempat Tinggal Muslim India di Pariaman dan Padang 

Lupa Bahasa Ibu, Hanya Bisa Bahasa Minang-Indonesia

15 Oktober 2009

  

 
 
  <http://www.riaupos.com/gfx/berita/kampung-india-hancur.jpg> 

HANCUR: M Rapit, salah seorang warga keturunan muslim India menunjuk
bangunan leluhurnya yang hancur akibat gempa di Padang Pariaman.(Titik
Andriyani/JPNN)

  

Laporan TITIK ANDRIYANI, Pariaman

Di Pariaman dan Padang terdapat kampung Keling, yang penduduknya adalah
warga keturunan India muslim. Kampung mereka ikut porak-poranda oleh
gempa 30 September lalu. 


Mata M Rapit tampak nanar memandang bangunan besar yang tinggal separuh.
Pria keturunan India yang bermukim di kampung Keling, Pariaman, tersebut
terlihat sedih dengan hancurnya bangunan di depannya itu akibat gempa.

Bangunan besar dan berbahan beton itu bagi Rapit tak sekadar rumah.
Rumah besar itu merupakan peninggalan leluhur yang berusia lebih dari
100 tahun. Belasan tahun lalu dia juga pernah tinggal di tempat
tersebut.

Bagi warga kampung Keling, bangunan itu amat bersejarah. Sejak warga
India menginjakkan kaki di Pariaman, bangunan itulah yang konon kali
pertama didirikan. Di rumah itu pula generasi demi generasi
menempatinya. "Terutama bagi warga keturunan India yang tak memiliki
rumah," terang Rapit.

Memang, kata dia, rumah itu awalnya tak sebesar sekarang. Generasi demi
generasi turut merenovasi dan menjaga pusaka leluhur itu.

"Bangunan ini mencatat sejarah kami. Ini bukti bila leluhur kami sudah
lama di sini," ujarnya.

Namun, sekarang yang tersisa dari bangunan itu hanyalah rumah yang tak
lagi utuh. Atap bangunan hancur berantakan. Yang paling parah adalah
bagian belakang bangunan yang seolah tak menyisakan puing. "Yang tinggal
di sini sebelumnya adalah paman saya. Sekarang tidak mungkin lagi bisa
ditempati," tutur pria 42 tahun itu.

Kendati demikian, warga Kampung Keling belum berniat membangun kembali
rumah leluhurnya itu. Sebab, mereka masih konsentrasi memperbaiki tempat
tinggal masing-masing yang juga dihajar gempa. Memang kerusakan rumah
mereka tak begitu parah. "Hanya dinding-dinding yang retak. Tapi, kalau
tak diperbaiki juga berbahaya," ujar bapak dua anak itu.

Di Kampung Keling, Kelurahan Lohong, tutur Rapit, saat ini bermukim
sekitar 10 kepala keluarga (KK) warga muslim keturunan India. Namun,
satu KK, kata dia, terdiri atas 9-10 orang. "Maklum, orang India itu
rata-rata keluarga besar," ungkapnya. Dengan begitu, ada sekitar 100
warga keturunan India yang bermukim di kampung itu.

Keling sendiri, kata Rapit, adalah istilah bagi orang India yang
merantau. Dia sejatinya tak mengetahui keturunan ke berapa dari
moyangnya yang sudah lama menetap di kampung itu. Yang pasti, moyangnya
datang dan mendirikan kampung itu lebih dari seratus tahun lalu.
Semula, warga India yang tinggal di situ cukup banyak. Namun, lantaran
Pariaman tak memberikan kesempatan mendapat hidup yang layak, satu per
satu memilih merantau menuju kota-kota besar. Misalnya, Padang, Jakarta,
Medan, Surabaya, Pekanbaru, maupun Semarang. 

"Di sini kesempatan untuk berkembang kecil. Sarjana menganggur saja
banyak. Penghasilan hanya cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari,"
jelas Rapit. Banyak juga warga yang meninggalkan kampung itu karena
kawin dengan orang luar.

Dia menceritakan, mata pencaharian utama warga Keling adalah berdagang.
Sebagian lagi memilih menangkap ikan di laut dan menjualnya di pasar.
"Karena di sini tak ada satu pun pabrik, ekonomi masyarakatnya lemah,"
ujarnya. Para suami umumnya berjualan di pasar. Sedangkan para istri
mayoritas membuat emping melinjo.

Hampir setiap rumah warga memiliki pohon melinjo. Mereka bisa memetik
buahnya setiap saat. Kemudian, menjemur, menggoreng, dan menumpuk biji
melinjo itu menjadi emping. Satu kilogram seharga Rp 50 ribu. "Emping
itu kami bungkus dan ditaruh depan rumah. Nanti ada orang yang mengambil
dan menjualnya di pasar," kata Rapit.

Kendati keturunan India, tak satu pun bahasa nenek moyangnya itu
dikuasai warga Keling. "Kalau bahasa India itu kan ada Bengali, Urdu,
dan Tamil. Saya tidak bisa semuanya. Saya justru bisa bahasa Minang dan
Indonesia," ungkap Rapit.

Maklum, seumur hidup dia hanya belajar dua bahasa itu. Adat India juga
mulai pupus di tengah kehidupan mereka. Justru adat Minang lebih melekat
dalam hati dan kehidupan. 
"Sejak kecil yang kami pelajari memang budaya Minang," ucapnya. Meski
demikian, budaya India tak hilang sama sekali. Beberapa warga masih
menyimpan alat musik khas India.
Sejatinya, tutur Rapit, 20 tahun lalu ada satu budaya India yang masih
diterapkan di kampung Keling. Yaitu, perempuan kerap membeli laki-laki
untuk dipinang. Namun, seiring bergeraknya zaman, budaya itu mulai
luntur. Justru orang yang tinggal di pedalaman Padang Pariamanlah yang
masih memberlakukan adat itu.

Meski sedikit berbeda dengan penduduk setempat, Rapit dan keturunan
India lain tak pernah merasa dibedakan. "Kami ini ya seperti bagian dari
mereka. Yang membedakan, kulit kami lebih hitam dan berhidung mancung,"
ucapnya lantas tersenyum.

Saat ini warganya amat berharap aktivitas sehari-hari bisa pulih
kembali. Anak-anak bisa pergi sekolah. Para suami kembali menangkap ikan
di laut dan para istri menjual barang dagangan ke pasar. "Sekarang kami
masih khawatir ada gempa susulan," harapnya.

Di kampung Keling, Kota Padang, meski penduduknya tak sebanyak di
Pariaman, rumah penduduk yang hancur cukup parah. Di Padang memang ada
juga kampung Keling. Jumlah warganya sekitar 60 orang.

Kampung yang lokasinya dekat dengan Kampung Cina (Pondok) itu juga
hancur. Mayoritas bagian belakang rumah warga rubuh. Dinding rumah
hancur, lantai mengelupas, atap juga terbuka semua. 

Muhammad Idris, salah seorang warga keturunan India muslim, yang membuka
jasa angkutan barang di Kota Padang menuturkan, gempa membuat warga
Kampung Keling kalang kabut. Betapa tidak, rumah warga rusak berat.
Bahkan, sebagian warga memilih tidur di masjid. Termasuk, Idris dan
keluarganya. 

Bersyukur, kata dia, warga keturunan India memiliki toleransi tinggi.
Mereka saling membantu. Termasuk, warga India yang merantau di Medan dan
Jakarta turut memberi bantuan. "Alhamdulillah, kami tidak merasa
kekurangan," ucap pria 58 tahun itu.

Meski rumahnya porak-poranda, dia bersama warga lain tak berencana
pindah. Sebab, leluhurnya sudah lama tinggal di kampung itu. "Kami ini
sudah keturunan ke tujuh," ucapnya.

Meski sudah lama berbaur dengan warga lokal, Idris mengaku tak melupakan
budaya aslinya. Ketika acara pesta, dia sering mengenakan sari (pakaian
khas wanita India). "Kami juga masih menggelar pesta ala India,"
ucapnya.(nw/jpnn/fia) 
  

http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=4865&kat=3

 

  

 


The above message is for the intended recipient only and may contain 
confidential information and/or may be subject to legal privilege. If you are 
not the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination, 
distribution, or copying of this message, or any attachment, is strictly 
prohibited. If it has reached you in error please inform us immediately by 
reply e-mail or telephone, reversing the charge if necessary. Please delete the 
message and the reply (if it contains the original message) thereafter. Thank 
you.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

<<inline: image001.jpg>>

Kirim email ke