Terima kasih sanak Ronald, Ahmad Ridha dan Reza atas komentarnya.
Secara umum ambo setuju bahwa tanggung jawab mengajarkan Al Qur'an berada
di pundak orang tua, terutama ayah.
Namun dalam hal ini, kita jangan hanya melihat teks, tapi juga konteks.
Jika kejadian ini terjadi di Daerah Istimewa
Wa'alaykumus salaam warahmatullah, Pak Akmal
Saya cenderung melihatnya sebagai kepedulian Rektor Unsyiah terhadap
masalah ini. Keluarnya angka 82% menunjukkan adanya kemauan untuk mengukur
keadaan diri. Yang penting ialah tindak lanjut terhadap temuan tersebut
baik oleh para mahaiswa, keluarga
Assalamu'alaikum wr.wb. Da Akmal
Kalau ambo mancaliak koreksi pado seluruh urang tuo di Aceh, karano alah
banyak anak-anak mereka indak bisa mambaco Al-Qur'an. Bukan karano ateh
namo Daerah istimewa. Pendidikan partamo anak-anak ado dalam Rumah urang
tuo nyo. Sarancak apo pun kebijakan
Assalamu'alaikum adidunsanak Palanta RN,
dari provinsi tetangga kito baco:
http://aceh.tribunnews.com/2015/07/28/82-mahasiswa-baru-tak-bisa-baca-quran
Ini bukan gosip atau kabar burung karena disebutkan oleh Rektor Univ. Syiah
Kuala, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, MEng.
Seperti halnya sebuah
Waalaikum salam da Akmal dan adidunsanak Palanta RN. Karena ditanya, saya
mencoba menjawab :-) yg bisa jadi disetujui atau tidak disetujui.
Jika topiknya adalah tentang kemampuan baca Al-Qur'an, maka sepertinya saya
tidak akan memilih no 1 dan no 2 karena menurut saya kurang pas jika
dikaitkan