Lebih jelas kunjungi http://christovita-wiloto.blogspot.com/
Bisnis Indonesia Minggu, 22-APR-2007 
Republik Rakyat Tukul

Oleh:
Christovita Wiloto 
CEO Wiloto Corp. Asia Pacific 
www.wiloto.com, 
email: [EMAIL PROTECTED] 

"Kembali ke Laptop...!" kalimat ini bergema di Istana Negara Kamis sore itu 
(12/4). Kalimat itu bukan keluar dari mulut Tukul "Renaldi Cover Boy" Arwana 
seperti biasanya, tapi dari mulut orang nomor satu di negera ini, Presiden SBY.

Tukul bertemu dengan Presiden SBY? Tentu ini bukan suatu peristiwa yang 
mengagetkan. Karena pelawak Ndeso ini sedang naik daun, persis ulat bulu yang 
ulet merambati daun. Saat bertemu di Istana Negara itu, saat menyalami Tukul, 
SBY sempat berteriak,"Wah, ini dia," entah apa maksud Pak Presiden. Tak lupa 
Presidenpun mengajak Tukul berfoto bersama. Setelah puas berfoto-foto, Presiden 
sambil terus bergurau, berkomentar, "Kembali ke Laptop...!"

Sungguh lain suasana Istana Merdeka, yang biasanya penuh adegan protokoler yang 
resmi dan cenderung tegang itu, sore itu menjadi segar penuh gelak tawa meriah. 
Bukan hanya Pak Presiden beserta Ibu yang tertawa, namun juga dari para rekan 
wartawan Istana yang sempat mengeroyok Tukul. Tentu saja kali ini justru Tukul 
yang tidak berani berteriak, " tak sobek...sobek... lho..." lha wong di depan 
Presiden, ha..ha..ha..bisa dianggap subversif dia. 

Tukulpun dihujani pertanyaan oleh para wartawan, walau pertanyaan para wartawan 
Istana kali ini tidak menyangkut korupsi di Bulog, besarnya dosa warisan di 
Garuda, pembiayaan APBN untuk bencana Lumpur Lapindo, tragedi STPDN, masalah 
Ujian Nasional, ruwetnya sistem transportasi nasional atau masalah reshuffle 
kabinet seperti biasanya. Namun suasana riuhnya tidak kalah dengan suasana 
selepas rapat kabinet.

"Puas, puas, puas.....!" suara khas Tukulpun mengema di Istana Negara, menjawab 
pertanyaan para wartawan."Ini memang wajah melankolis. Sedikit seperti wajah 
cover boy." kata Tukul terkekeh saat wartawan bertanya menggoda, "Kenapa 
wajahnya (Tukul) kok kelihatan pucat saat bertemu Presiden." 

Komunikator Strategis

Setidaknya ini adalah pertemuan kali kedua, Tukul dengan Presiden, di Istana 
Negara. Dengan posisinya saat ini, Tukul selain sebagai penghibur dengan 
mengocok perut para pemirsanya di seantero nusantara. Sebenarnya juga bisa 
memainkan peranannya sebagai komunikator yang strategis. Baik antara rakyat 
dengan Presiden, maupun Presiden dengan rakyat, juga menanamkan kembali 
nilai-nilai positif pada masyarakat dengan cara canda ria dan ringan riang.

Misalnya membangkitkan budaya membaca di kalangan masyarakat. Menurut Tukul, 
"Buku merupakan jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang 
dan lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi kita." Wah, 
dahsyat bukan? Pesan ini dikemas dalam bahasa yang sangat sederhana dan mudah 
dicerna masyarakat.


Atau contoh lain, tentang etos kerja. "Semangat pantang mundur dan optimisme 
tinggi menjadi modal utama meraih kesuksesan," kata Tukul sambil mengakui, 
kesuksesan yang diraihnya bukan tanpa rintangan, bahkan ejekan dan cemoohan 
dari orang sering mewarnai kehidupan sehari-harinya. Di TV Tukul acapkali 
mengatakan "Yang penting kerja keras... lalu serahkan kepada Allah." Etos kerja 
ini akan menjadi modal yang sangat dahsyat bagi siapapun orang Indonesia yang 
menjalaninya. Dan Tukulpun menjadi contoh hidup.

Atau simak statementnya, "Lagu Wong Ndeso bercerita tentang kesuksesan orang 
desa berjuang hidup di kota besar. Walaupun sangat sukses, orang desa itu tetap 
menjadi dirinya sendiri, sama sekali tak berubah. Hal itulah yang terjadi pada 
saya. Kristalisasi keringat, Mas!"  canda Tukul dengan mimiknya yang katro dan 
culun.

"Wong Ndeso" adalah album kompilasi yang segera dirilis Tukul, berisi sepuluh 
lagu. Dengan satu lagu andalan yang dinyanyikan Tukul, berirama campur sari 
dangdut ini diharapkan Tukul mengena di telinga pendengarnya.


Nilai yang sangat luhur tentang kerendahan hati dan semangat untuk berkerja 
keras, yang dalam istilah Tukul "Kristalisasi keringat" pun terdapat dalam 
album itu. Dalam bait lagu yang dinyanyikan Tukul di album Wong Ndeso ini, 
terdengar kata-kata yang mengelikan, "...memang tampang aku katro, tapi 
rezekinya kota...." . 

Juga prinsip Tukul yang kukuh anti-poligami pun dapat dengan gamblang 
dijelaskannya dengan penuh canda "Iya..kan banyak orang yang kalau sukses lupa 
diri. Bahkan ada yang kawin lagi atau poligami. Saya justru nggak simpati dan 
kurang setuju dengan sikap orang seperti itu," kata Tukul lucu. "Saya nggak 
pernah berpikir ke arah situ (poligami). Wong waktu susah, jadi kutu kupret, 
sama-sama istri, ya... begitu senang, sama istri (yang sama) juga dong. Jangan 
cari istri baru lagi...ha...ha....ha...," kata Tukul diselingi tawa. 


Dalam upaya mengapai hati terdalam dari semua pengemar Tukul di seantero 
nusantara, maka jargon "Kembali ke Laptop"pun disajikan dalam berbagai bahasa. 
Seperti back to laptop (Inggris),  wangsul maleh wonten laptop (Jawa), molleh 
ka laptop (Madura), revenez au laptop (Perancis), vuelta al laptop (Spanyol), 
mulak tu laptop (Batak), balek keleptop oi...(Palembang), balik deui kana 
laptop (Sunda), mari jo torang bale' ke laptop (Manado),  mewali malih ring 
laptop (Bali), ke laptop lagi nyok.. (Betawi) dan masih banyak lagi. Sesuatu 
yang nampak sederhana di mata para pejabat kita ini, justru merupakan kekuatan 
Tukul untuk berkomunikasi dengan segala lapisan masyarakat.

Kembali ke Rakyat

Kita bisa bayangkan dengan media televisi yang bisa dijangkau siapa saja 
penduduk Indonesia, secara free, tanpa harus berlangganan, selama masih 
memiliki pesawat televisi, antena dan aliran listrik. Tukul melalui Empat Mata 
yang stripping dari Senin sampai Jumat non-stop, dapat menjangkau jutaan rakyat 
Indonesia setiap malamnya, tidak perlu press release, tidak perlu press 
conference, juga tidak perlu juru bicara yang mahal-mahal.

Kalau jaman dahulu raja-raja di Jawa menggunakan media wayang kulit sebagai 
media hiburan dan komunikasi dengan rakyatnya, yang digelar semalam suntuk di 
alun-alun kota. Kini kita memiliki Tukul yang berada dalam posisi yang sangat 
strategis untuk menjadi media komunikasi antar masyarakat, baik elite maupun 
rakyat biasa.

Dengan latar belakangnya yang pernah menjadi sopir omprengan, sopir pribadi, 
tukang kabel, model video klip penyanyi cilik Joshua, bahkan pembuat sumur 
pompa. Tukul benar-benar dapat menghayati dan merasakan sendiri kesulitan dan 
perjuangan hidup orang kecil, yang merupakan potret sebagian terbesar rakyat 
Indonesia. Dimana kini jurang antara si miskin dan si kaya semakin besar dan 
dalam. 

Bukankah dalam alam demokrasi ini Indonesia mestinya lebih pro ke rakyat? 
Bukankah Republik  seharusnya kembali ke rakyat kecil kebanyakan? Jadi Tukul 
yang notabene bukan "wakil rakyat" tapi justru sangat mewakili rakyat ini bisa 
berfungsi sebagai komunikator yang strategis. Dengan tampil apa adanya 
tentunya. Bukankah kedaulatan berada ditangan rakyat? 

Agar lebih 'mak nyuss, apa perlu kita sebut Republik Rakyat Tukul?.....sekali 
lagi.... dalam bahasa Betawi "kagak tau dah"...he...he...he...tidak tahu 
ah...., kite balik ke laptop lagi nyok...!! eh salah...kite balik ke rakyat 
lagi nyok...!!



[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to