Bisnis Indonesia Jumat, 03/08/2007 10:54 WIB
Amburadul 

Oleh: Christovita Wiloto
CEO Wiloto Corp. Asia Pacific
www.wiloto.com


Industri penerbangan Indonesia, sepanjang 2007 ini, seperti menghadapi 
pancaroba. Bukan cuma berbagai eforia industri penerbangan murah meriah, namun 
berbagai pun musibah datang. 

Perkembangan industri penerbangan di Indonesia yang luar biasa ini, rupanya 
jauh melebihi kapasitas dan kesiapan otoritas perhubungan udara.

Uni Eropa (UE) pun meminta klarifikasi mengenai kondisi industri penerbangan 
Indonesia -- sesuai regulasi 2111/2005. Klarifikasi ini wajar, karena banyak 
warga Eropa yang kerap melancong ke Indonesia dengan pesawat udara. 

Surat tersebut dikirim secara resmi melalui berbagai 'pintu.' Mulai dari 
faksimili, email, ekspedisi, hingga diplomatic bag, mulai Februari 2007. 

Dalam suratnya, UE minta agar otoritas perhubungan udara Indonesia merespons 
segera, karena jawaban Indonesia akan menjadi bahan diskusi dalam pertemuan 
Komite Keselamatan Penerbangan Eropa, pada Juni 2007. 

Selain itu, Uni Eropa juga mengundang Otoritas Perhubungan Udara Indonesia 
melakukan pembahasan, pada akhir April atau awal Mei, sebelum pertemuan itu 
digelar. Namun sayang seribu kali sayang, tak ada konfirmasi apa pun dari 
otoritas Perhubungan Udara. 

UE kembali mengirim surat pada 21 Mei 2007. Kali ini surat ditujukan kepada 
otoritas penerbangan di Indonesia. Mereka minta disediakan informasi mengenai 
maskapai Indonesia yang telah mendapat sertifikasi. 

UE juga ingin memperoleh data maskapai yang telah memenuhi ketentuan regulasi 
473/2006. Dalam surat itu juga disebutkan, surat sebelumnya belum dibalas oleh 
Otoritas Perhubungan Udara, serta permohonan menembuskan surat itu ke 
maskapai-maskapai. 

Karena tidak kunjung mendapat respon dari Otoritas Perhubungan Udara Indonesia, 
kali ini UE memberi waktu 10 hari kepada Indonesia untuk membalas suratnya -- 
baik lisan maupun tertulis. 

Menjelang akhir deadline yang diberikan UE, Dirjen Perhubungan Udara Budhi 
Muliawan Suyitno mengirim surat balasan. Isinya meminta UE memberi kesempatan 
kepada Indonesia, untuk memberi penjelasan lisan pada 25 Juni, di Brussel, 
Belgia. 

Pada 22 Juni Indonesia mengirim utusan, namun gagal berbicara dengan Dewan 
Penasihat UE. Delegasi Indonesia dinilai terlambat menyerahkan berkas 
administratif yang diperlukan UE. 

Persoalan menjadi kian genting, karena Otoritas Perhubungan Udara telah 
mengeluarkan rating keselamatan perusahaan penerbangan. Rating yang dikeluarkan 
dalam waktu sangat singkat dan seperti tergesa-gesa.  

Yang walau akhirnya pemeringkatan tersebut segera dikoreksi, juga dalam waktu 
yang sangat cepat. 
Namun salah satu pernyataan otoritas yang menyatakan bahwa penerbangan di 
Indonesia tidak aman, telah menimbulkan "badai" bagi dunia penerbangan dan 
pariwisata nasional. Dan mencemarkan nama Indonesia di mata internasional.

Agaknya data tebaru itu juga menjadi acuan UE. Sehingga, pada akhir Juni UE 
melalui International Civil Aviation Organization (ICAO) melarang 51 maskapai 
Indonesia mengangkasa di wilayah udara UE, terhitung sejak 6 Juli.  

Keputusan ini diambil setelah sejumlah pakar keselamatan penerbangan UE 
menyatakan maskapai penerbangan Indonesia tak aman. 

Seorang pejabat UE menyatakan para pakar itu memberikan rekomendasi pelarangan 
terhadap maskapai penerbangan Indonesia karena mendapatkan sejumlah temuan 
serius. 

''Terutama mengenai kegagalan maskapai penerbangan Indonesia dalam 
pemeliharaan, pengoperasian, sertifikasi, dan standar administratif,'' katanya.

Pemerintah Indonesia juga dinilai gagal meyakinkan UE, bahwa maskapai 
penerbangan mereka aman. Hingga pertemuan para pakar keselamatan penerbangan UE 
digelar, otoritas di Indonesia masih menyisakan pertanyaan yang tak terjawab. 

"Bahkan otoritas di Indonesia tak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan 
dasar seperti berapa pesawat yang dimiliki maskapai penerbangan Indonesia,'' 
ungkapnya. 

''Daftar hitam ini akan menjadi alat penting guna mencegah maskapai penerbangan 
yang tak aman terbang ke UE dan memberikan informasi kepada warga UE yang akan 
bepergian ke luar negeri,'' kata Jacques Barrot, Komisioner Transportasi UE.

Barrot menyatakan berdasarkan aturan yang berlaku di UE, calon penumpang harus 
diberitahu apabila sebuah maskapai penerbangan masuk dalam daftar hitam. 

Calon penumpang juga diperkenankan meminta ganti rugi atau tiket alternatif 
dari maskapai penerbangan yang dilarang.

SBY marah & elit

'Perseteruan' dengan UE inilah yang sempat membuat Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono marah besar. 

''Saya sayangkan kenapa terjadi seperti itu, dan kalau bikin susah negara, ya 
minggir saja. Daripada nama baik kita tercemar,'' kata Presiden dalam kunjungan 
ke Seoul, Korea Selatan beberapa waktu lalu. 

Presiden memang layak marah, bukan cuma karena keleletan birokrasi di jajaran 
perhubungan udara, yang menyebabkan keterlambatan merespons surat dari UE. 

Namun, juga sikap gegabah aparat perhubungan udara dalam membuat rating 
keselamatan penerbangan yang diekspose tanpa memperhitungkan dampaknya secara 
internasional. 

Kita lihat saja, apakah kegeraman Presiden ini akan sedikit banyak mulai 
berdampak terhadap peningkatan kinerja di jajaran perhubungan udara?

Lalu, saat Arab Saudi mengikuti jejak UE minta klarifikasi kondisi penerbangan 
Indonesia, pemerintah Indonesia langsung meradang. 

Bahkan, ada kesan permasalahan dengan Saudi diplintir, seolah-olah mereka sudah 
mencekal maskapai Indonesia. 

Celakanya, Menteri Agama-pun serta-merta mengancam tahun ini tak akan mengirim 
jamaah haji ke Arab Saudi. 

Lebih amburadul lagi, sejumlah elit di negeri ini ikut-ikutan mengusulkan 
boikot tandingan ke UE dan Saudi. 

Mereka bahkan berkomentar di media massa tanpa tahu duduk persoalan sebenarnya. 
Asal ngomong dengan suara keras, tanpa menimbang sebab akibatnya.  

Penanganan masalah yang srudak-sruduk, dan kerap sangat kental nuansa 
politisnya, seperti itulah yang sering menjadi karakter negatif kita. 

Kalau sikap gegabah seperti itu terus dipelihara, lama-lama komunitas 
internasional akan sangat paham bagaimana 'menjatuhkan' Indonesia. 

Ini bukan tak mungkin akan dimanfaatkan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab 
untuk melakukan berbagai provokasi, yang ujung-ujungnya akan merugikan 
Indonesia sendiri. 

Sebagai negara yang terdiri dari banyak pulau, dan dipisahkan oleh lautan. 
Industri penerbangan memainkan peran yang sangat strategis sebagai pemersatu 
bangsa. 

Mengeliatnya industri penerbangan di Indonesia-pun harus kita sambut dengan 
gembira. 

Namun kesiapan Otoritas Perhubungan Udara-pun menjadi sangat kritis dan 
strategis untuk segera dibenahi, agar tidak tertinggal jauh dari melesatnya 
industri penerbangan. 

Tanpa Otoritas Perhubungan Udara yang handal, bukan mustahil Indonesia akan 
menghadapi berbagai kasus penerbangan yang lebih mengenaskan dan memalukan di 
kemudian hari.

Apalagi kini banyak elit dan pejabat tinggi negara ikut masuk, aktif bermain di 
industri penerbangan. 

Sudah selayaknyalah para elit dan pejabat tinggi tersebut ikut memberikan 
kontribusi yang positif bagi industri penerbangan kita. 

Atau mungkinkah sebaliknya? Karena banyaknya elit dan pejabat tinggi negara 
yang aktif bermain, justru membuat industri penerbangan kita menjadi amburadul? 

Entahlah, yang pasti kontrol dan koreksi kita sebagai rakyat dan pengguna jasa 
penerbangan akan sangat strategis untuk memperkuat industri penerbangan di 
Indonesia.



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke