Mau nambah sedikit. Di amerika, yang namanya adjustable rate loans biasanya ditambah dengan artificial introduction interest rate yang bunganya di bawah seharusnya (atau disebut juga negative armotization), dimana pada saat pembayaran awal mereka cuman membayar sebagian dari bunga, sementara sebagian lain ditambahkan sebagai principal pinjaman (principalnya akan terus membengkak). System yang seperti ini banyak dilakukan oleh subprime customer sehingga mereka mampu untuk membayar cicilan bulanan. Dari pihak mortgagenya sendiri mereka berspekulasi terhadap harga rumah dimana dalam perhitungan mereka kalau "teaser rate" ini habis tempo dan customer tidak mampu membayar, rumah nya bisa dijual dengan harga yang mungkin udah hampir 2 kali lipat, sehingga walaupun principalnya bertambah, tapi masih bisa ditutupi oleh kenaikan harga rumah. Lagi pula rata2 maturity mortgage di amerika cuman sekitar 5 tahunan (karena refinancing, pindah state lain, dll), dan secara history dari th 2000-an harga rumah naik di atas 20% pertahun, maka dengan dibolehkannya negative amortisasi up to 5 years, dalam perhitungan pihak mortgage, cara ini memang kelihatannya sebagai good idea :).
salam, -Irsal --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Dalam bagian sebelumnya, saya menulis tentang apa itu Mortgage Backed > Securities (MBS) dan apa yang terjadi ketika MBS dibundel dalam > sebuah instrumen bernama CDO (Collateralized Debt Obligation). > > Ada yang bertanya pada saya - kalau memang nasabah kelas sub-prime > bisa dapat bunga murah -- lantas apa yang bisa membuat mereka > tiba-tiba jadi default...? Kalau memang mau default - kenapa nggak > dari dulu-dulu? > > Ternyata, dalam skema umum subprime mortgage ada yang disebut sebagai > ARM (Adjustable Rate Mortgage). ARM ini jadi menarik (sekaligus > berpotensi bahaya) karena memiliki hal yang khusus. Sebagaimana kita > tahu - pinjaman jangka panjang punya resiko kredit yang berlangsung > selama pinjaman berlangsung. Kalau bunga naik - maka bisa terjadi > asset-liability mismatch antara bunga kredit yang diberikan dan bunga > yang diterima oleh investor MBS. > > Nah mekanisme ARM berusaha melindungi investor subprime mortgage dari > resiko kredit ini. Jadi mortgage sekalipun awalnya punya tingkat > bunga yang tetap -- bisa bergerak naik bila terjadi kenaikan bunga > secara umum (yang biasanya dipatok pada suatu index bunga). Kalau > bunga turun - ya tentu nggak masalah. > > Masalah jadi runyam, karena banyak subprime mortgage dengan fitur ARM > diterbitkan pada masa yang kurang tepat. Yang paling parah adalah > saat Fed Rate berada pada 1%. Sudah pasti, kenaikan suku bunga Fed > Rate ikut mendongkrak index bunga yang harus dibayar banyak debitur > sub prime. Anda bayangkan sendiri -- sudah krediturnya punya > reputasi kredit kelas abal-abal (sub prime) -- bunganya pun akan naik... > > Memang tidak semua subprime mortgage terbit pada saat Fed Rate 1%, > karena gelombang demi gelombang penerbitan subprime masih terus > berlangsung - bahkan hingga tahun 2007 ketika bunga The Fed telah > mencapai 5,25%. Fitur yang biasa dipakai adalah 2/28 : di mana pada > 2 tahun pertama bunga KPR berada pada tingkat bunga tetap (dan > rendah) - sementara pada 28 tahun berikutnya akan mengikuti mekanisme > ARM. Jadi, "bulan madu"-nya bunga rendah sub prime cuma berlangsung 2 tahun... > > Tapi seperti yang sudah diduga -- kemampuan bayar pun ada > batasnya. Sekalipun sebelumnya tingkat default sub prime cuma 1% - > tetapi karena tingkat bunga mengalami kenaikan -- para debitur sub > prime secara umum mengalami kesulitan melakukan pembayaran. Pada > awal 2007 tingkat default dan rumah yang disita kembali melonjak > secara signifikan hingga mendekati 3%. > > Maka jatuhlah korban pertama.... Bank HSBC. > > Pada awal Februari 2007 - HSBC mengumumkan bahwa bank tersebut > mencadangkan dana USD 1,6 Milyar - karena terdapat masalah serius > dalam sub prime mortgage dari perusahaan penyedia subprime mortgage > yang dibeli oleh HSBC. Setelah berselang sekian lama - dengan > tiba-tiba masalah subprime mortgage ini muncul kembali dan mengambil > korban-korban baru - termasuk diantara dua hedge fund milik > investment banking kondang Bear Stearns. Dan dengan tiba-tiba -- > semua jenis subprime mortgage dianggap sebagai "toxic mortgage"... > > Selanjutnya, pada posting yang lalu saya menyebut tentang apa yang > disebut sebagai resiko sistemik. > > Resiko sistemik pada dasarnya adalah resiko yang muncul secara dan > mempengaruhi seluruh sistem. Dalam kasus subprime begini contohnya: > > Kita bayangkan ada satu kompleks perumahan berisi 100 rumah yang kita > asumsikan semuanya dimiliki berdasarkan KPR. Dalam keadaan normal > biasanya cuma 1 rumah yang bermasalah soal tunggakan KPR (1% > default). Tentu belum jadi masalah. > > Tetapi kalau tiba-tiba angka default ini naik secara signifikan > hingga di atas 3% dan masih naik terus -- maka mulailah sebuah efek domino. > > Seperti kita tahu, harga rumah sangat tergantung pada > persepsi. Sebuah kompleks rumah yang dengan tiba-tiba sebagian > isinya harus disita ("reposses") - akan membuat rumah-rumah di > sekitarnya menjadi jatuh harga jualnya... sekalipun rumah-rumah > tersebut tidak mengalami masalah kredit. Itu sebabnya ketika kasus > subprime mortgage meledak -- pasar mortgage pun guncang - bahkan > hingga ke kelas debitur yang rating kreditnya (angka FICO-nya) bagus. > > Repotnya lagi, tingginya harga properti (yang secara tidak langsung > timbul dari kemudahan memperoleh kredit pemilikan rumah) -- membuat > pengeluaran untuk KPR menjadi bagian terbesar dari pengeluaran rumah > tangga Amerika (untuk kasus rumah tangga Indonesia rasanya juga > begitu). Konsekuensi lanjutan dari hal ini adalah kecemasan bahwa > orang Amerika akan mulai mengurangi konsumsinya. Dampaknya bisa > cukup serius -- karena tanpa konsumsi maka produksi akan berkurang > (siapa yang mau bikin barang yang nggak laku?) Padahal, produksi > adalah juga penyuplai upah. Nah, anda akan tahu sendiri apa yang > terjadi kalau upah menurun -- orang akan mengkonsumsi lebih sedikit > lagi, dan lingkaran setan ini akan berputar-putar terus. > > Beberapa ekonom mulai meramalkan bahwa kasus subprime bisa mendorong > resesi ekonomi di Amerika - setidaknya pada awal 2008. Terlebih > mengingat bahwa ekonomi Amerika sudah mengalami ekspansi cukup lama, > yaitu 5 tahun --- yaitu setelah berakhirnya resesi ekonomi akibat > peristiwa WTC. Dikhawatirkan, resesi Amerika bisa berpengaruh pada > perekonomian Asia Timur - terlebih China. Mengapa? Karena China > adalah produsen industri terbesar di dunia (bersama Jerman). > > Tanpa penyerapan produk dari Amerika -- banyak industri di China akan > mengalami overcapacity. Dan lebih jauh, masalah akan menjadi serius > karena kira-kira setengah dari angka pertumbuhan ekonomi China > berasal dari ekspor. Sementara faktor pendorong ekonomi China > lainnya adalah investasi yang sialnya... dibangun khusus untuk > mendukung ekspor. Ini bisa membawa konsekuensi ekonomi China > kehilangan dua motor pendorong ekonominya, yaitu ekspor dan > investasi. Padahal China punya masalah soal konsumsi lokal - terkait > dengan tidak seimbangnya ekonomi China. Banyak produk ekspor buatan > China tidak banyak gunanya bagi mayoritas penduduk China. Masalah > yang lebih serius lagi adalah sedemikian besarnya sarana produksi > pasar luar negeri China dibiayai oleh pinjaman bank - mengingat > struktur pasar modal China yang masih fragmental dan "primitif". Ini > berarti melemahnya ekspor China bisa membawa konsekuensi meledaknya > kredit macet di perbankan China. > > Lalu apa selanjutnya? > > Karena China pun sangat tergantung pada sumber bahan mentah dan > energi -- maka negara-negara penyuplai industri China bisa terkena > efek tidak langsung berupa penurunan demand. Negara-negara tersebut > diantaranya adalah negara-negara anggota ASEAN dan Australia. >