Menyambut  United Nation Climate Change Conference 2007 yang berlangsung
3-14 Desember 2007, yang merupakan konferensi tingkat dunia, yang konon
kaarnya sudah akan pasti diikuti 12000 partisipan, saya juga rada heran
kenapa di millis ini masih adem ayem. Bukan karena konferensi itu
diselenggarakan di Bali (yang notabene kampong halaman saya), tapi banyak
hal dari kepentingan nasional Indonesia dipertaruhkan disana.

 

Indonesia adalah Negara penting dalam supply oksigen dunia, terakhir juga di
gosip2kan sebagai salah satu penyumbang emisi karbon yang terbesar.
Pengrusakan hutan di Indonesia, yang oleh orang Indonesia mungkin lebih
senang diistilahkan sebagai pemanfaatan, bisa jadi issue sentral dialam
konferensi itu. Malah beberapa pihak meramalkan akan ada desakan yang
semakin deras mengenai moratorium penebangan kayu. Gejalanya sdh ada ada.
Tahukan kawan semua, bawha GreenPeace memiliki kegiatan yang sangat intens
di Riau? Riau akan menjadi cermin retak bagi pengelolaan hutan Indonesia.

 

Beberapa rekan saya, yang memiliki kepedulian terhadap hutan Indonesia,
sedang berencana mendirikan suatu LSM yang kalo ngak salah diberi nama
Masyarakat Hutan Lestari. Banyak artis, akademisi, professional (antara lain
saya, itu juga kalo di undang menjadi anggota), pejabat yang konon siap
mendukung LSM ini. Kita tunggu saja lah deklarasi dan unjuk kerja di
lapangan. 

 

Sebagai langkah awal, saya mendapat data menarik dari penggiat LSM
Masyarakat Hutan Lestari diatas. Saya sendiri belum sempat cek kebenaran
maupun keakuratannya, yah saya lemparkan dululah ke forum biar kita nilai
sama-sama. Saya juga telah mendapat ijin dari mereka, bahwa data ini dapat
disebarluaskan, tentu dengan mengquote nama millis ini.

 

Catatan: Jika anda menggunakan Oulook semoga tampilan menjadi baik, jika
menggunakan aplikasi lain dan kesulitan memaca data, silahkan Japri saja

 

Oka Widana 

Data Hutan Indonesia Simpang Siur

 

a.      Asian Development Bank (ADB) 

à Kerusakan hutan di Indonesia diperkirakan 600.000 hektar sampai 1,3 juta
hektar per tahun. 

 

b.      CIFOR 

à Laju kerusakan hutan 1,6 hingga 2,0 juta hektar per tahun. 

 

c.      EIA/Telapak 

à Dalam laporan Raksasa Dasamuka: Kejahatan Kehutanan, Korupsi dan
Ketidakadilan di Indonesia (Maret 2007), kehancuran hutan mencapai 2,8 juta
hektar per tahun. 

 

d.      FAO, yang akan memasukkan Indonesia sebagai penghancur hutan
tercepat di dunia ke Guinnes World Record.

à Setiap tahun rata-rata 1,871 juta hektar hutan Indonesia hancur. 

 

e.      Green Peace

à Hampir 2 juta hektar luas hutan Indonesia hancur selama periode 2000-
2005. Ini berarti setiap 2 % hutan kita hancur setiap tahunnya, atau sama
dengan 51 km persegi (300 lapangan bola) setiap harinya. 

à Perkiraan Greenpeace, 76%-80% deforestasi dipercepat oleh tingginya angka
pembalakan liar, penebangan legal, dan kebakaran hutan

 

f.      Walhi 

à Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72% (World resource
Institute, 1997). Kerusakan hutan Indonesia mencapai 3,8 juta hektar
pertahun atau 7,2 hektar rusak setiap menitnya. 

à Pada 2004, hutan yang tersisa di Pulau Jawa tinggal 2.926.946 hektar,
seluas 629.705 hektar (21,51%) dalam keadaan rusak berat. Juga dicatat 83%
wilayah Indonesia rawan bencana. Banjir, tanah longsor, dan polusi yang
semakin parah berkaitan erat dengan kerusakan hutan ini.

 

g.      Departemen Kehutanan RI

à Menyatakan data FAO tidak valid, karena menggambarkan data tahun
1985-1997.

à Berdasarkan pemetaan Dephut:

- 1985-1997 angka deforestasi  1,87 juta hektar

- 1997-2000 angka deforestasi 2,83 juta hektar

- 2000-2005 angka deforestasi 1,18 juta hektar 

Total hutan Indonesia terdegradasi 59,6 juta hektar.

à Dephut menghijaukan kembali hutan tanaman industri (HTI): 

- 2006 seluas 2 juta hektar. 

- 2007 seluas 4 juta hektar, tambah 2 juta hektar lagi hingga akhir tahun.

 

Kondisi Sumber Daya Hutan

 

1. Hutan Konservasi                                        23,2 juta ha

2. Hutan Lindung                                              32,4 juta ha

3. Hutan Produksi Terbatas                          21,6 juta ha

4. Hutan Produksi                                            35,6 juta ha

5. Hutan Produksi Dapat Dikonversi         14,0 juta ha

                                

Total                                      126,8 juta ha

 

Total hutan Indonesia mencapai 126,8 juta hektar dari wilayah seluas
1.919.440 kilometer persegi. 

 

à 10% hutan tropis dunia yg masih tersisa. 

à 12% dari jumlah spesies binatang menyusui (mamalia).

à 16% binatang reptil dan amphibi.

à 1.519 spesies burung. 

à 25% dari spesies ikan dunia (sebagian diantaranya endemik).

 

Produk Ekspor Hutan Indonesia (x US$ 1.000)

 


Tahun

Furniture

Kayu Gergajian & Pertukangan

Kayu Lapis

Bubur Kertas

Total


2001

1.327.111

641.581

1.777.623

2.536.205

6.282.520


2002

1.418.182

1.022.050

1.906.117

3.193.495

7.539.844


2003

1.481.182

906.829

1.565.788

3.104.780

7.058.579


2004

1.509.123

1.062.407

2.004.073

3.109.370

7.684.973


2005

1.487.306

1.265.503

1.689.046

3.259.000

7.700.855


2006

1.710.221

1.294.749

1.418.067

3.985.600

8.408.637

 

Tujuan Ekspor Utama: 

 




1.      Malaysia
2.      Singapura
3.      China
4.      Jepang
5.      Korea Selatan
6.      Negara-negara Eropa
7.      Amerika.

 




 

Illegal Logging

 

1.      Tidak hanya terjadi di hutan produksi, tetapi meluas ke dalam
kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.
2.      Faktor penyebab illegal logging:

*       Kesenjangan suplay and demand
*       Kuatnya permintaan pasar luar negeri
*       Keuntungan yang besar 
*       Kondisi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan
*       Lemahnya penegakan hukum
*       Ekses Otonomi Daerah

3.      Dampak illegal logging

o   Ekonomi

o   Ekologi

o   Sosial dan Budaya

o   Politik dan Keamanan

 

Isu Moratorium

 

-          Tidak menjamin hilangnya illegal logging

-          Akar masalah illegal logging adalah penegakan hukum

 

Dampak Moratorium:

 

·         Hilangnya devisi negara.

·         Menurunnya kontribusi kepada negara melalui rente ekonomi
pengusahaa hutan.

·         Terancamnya stabilitas sosial politik sebagai akibat hilangnya
kemampuan penyerapan dan penyediaan lapangan kerja.

·         Menimbulkan biaya sosial yang tinggi, tidak jelas siapa yang akan
membayarnya.

 

Peningkatkan Efek Rumah Kaca

 


Gas

Kontribusi

Sumber emisi global

%


CO2

45-50%

Batu bara

29


 

 

Minyak Bumi

29


 

 

Gas alam

11


 

 

Penggundulan hutan

20


 

 

lainnya  

10


CH4

10-20%

 

 

Sumber : Kantor Menteri Negara KLH

 

Film Bertema Global Warming

*       Day After Tommorow (2004)
*       An Inconvenient Truth (2006)
*       Who Killed the Electric Car? (2006)
*       The 11th Hour (2007)
*       Arctic Tale (2007)
*       The Simpsons Movie (2007)

 

Isu Kontroversial Hutan Indonesia

 

 


No

Isu

Fakta


1

Indonesia diumumkan sebagai penebar emisi karbon paling wahid nomor 3
setelah USA dan China. 

Periodisasi lima sampai 10 tahun terlalu pendek dan kebetulan pada saat
Indonesia banyak mengalami kebakaran hutan. Padahal, di USA dan
negara-negara G-8 secara terus-menerus mengeluarkan emisi karbon dari
industri dan kendaraan bermotor sepanjang abad hingga ke detik ini. Kondisi
gawat inilah yang akhirnya menelurkan Protokol Kyoto dan CDM-nya.

 


2

Wacana ingin memasukkan Indonesia sebagai penghancur hutan paling cepat di
dunia ke dalam Guiness Book of World Record.

 

Dalam terminologi kehutanan, tidak ada istilah penghancuran hutan. Yang ada
deforestasi (perubahan tutupan suatu wilayah dari berhutan menjadi tidak
berhutan) dan degradasi hutan (perubahan kondisi atau mutu hutan dari hutan
alam atau hutan primer menjadi hutan bekas ditebang; atau dari hutan lebat
menjadi hutan jarang/rawang).

 


3

Greenpeace merilis angka kerusakan hutan di Indonesia disebut-sebut mencapai
2,8 juta hektar/tahun selama kurun waktu 2000-2005.

Setiap jam, kawasan hutan di Indonesia seluas 300 lapangan sepak bola,
lenyap. Bahkan sekitar 4,5 juta hektare kawasan hutan itu hancur setiap
tahunnya pada rentang waktu 2000-2005. Luas itu sama dengan 2% dari total
kawasan hutan di Indonesia.

-    Angka 2,8 juta hektar/pertahun sebenarnya adalah data sepanjang
1997-2000, dimana dalam kurun waktu tersebut banyak terjadi kebakaran hebat
hutan di Kalimantan.

-    Angka resmi yang dikeluarkan Dephut untuk periode 2000-2005 adalah 1.08
juta hektar per tahun dan 0.72 juta per tahun. Angka yang pertama
berdasarkan pada hasil desertasi Dr Mulyanto Nugroho (Alm) dan angka yang
kedua hasil proyek kerja sama antara Dephut dengan SDSU (South Dakota State
University, USA), University of Maryland, World Resources Institute (WRI)
dan World Bank.

 


4

Indonesia dicantumkan sebagai penghancur hutan paling hebat di dunia. 

 

 

Bukankah selama ini negara-negara kaya merupakan konsumen kayu tropis justru
telah menikmati impor kayu antara lain dari Indonesia selama 30 tahun
terakhir dengan harga sangat murah dan kurang peduli terhadap
kelestariannya? Jadi sebenarnya negara-negara maju wajib untuk menunjukkan
komitmen nyata dalam mengimplementasikan CDM dan Protokol Kyoto sesegera
mungkin.

 


5

Deforestasi di Indonesia, menurut data State of the World’s Forests 2007
yang dikeluarkan FAO), tersbesar di dunia sepanjang 2000-2005, yakni
mencapai 1,8 juta hektar/tahun. 

 

Padahal, deforestasi di Brazil, dalam kurun waktu yang sama, mencapai 3,1
juta hektar/tahun. Hanya karena luas total kawasan hutan di Indonesia jauh
lebih kecil daripada Brasil, maka laju deforestasinya 2% per tahun,
sedangkan Brasil hanya 0.6%.

 


6

Rusaknya hutan diklaim seakan sebagai penyebab utama pemanasan global.
Selalu diberitakan kebakaran hutan dan gambut yang ikut meningkatkan tinggi
permukaan laut akibat naiknya suhu udara dan melelehnya es di Greenland dan
Antartika.

 

 

 

 

Peran hutan di negara trofis yang sebenarnya diandalkan untuk menetralisasi
buangan karbon dari negara industri maju seakan disembunyikan Yang muncul
justru sikap negara maju yang terus menyalahkan negara berkembang, khususnya
Indonesia, karena dianggap lalai menjaga kelestarian hutannya. Bahkan
tekanan dan hambatan dalam ekspor hasil-hasil hutan juga dihubungkan dengan
meningkatnya pemanasan global tersebut yang notabene mayoritas dibuat oleh
mereka sendiri. 

 


7

Kampanye besar-besaran tentang kerusakan hutan, sehingga kehilangan
kemampuan serap alami hutan terhadap kandungan karbon di udara dan
pengendalian kenaikan suhu ataupun peredaman gas rumah kaca (GRK). 

 

Bila dicermati, penyebab utama terjadinya kejenuhan emisi karbon itu
ternyata ada empat: 

1.   Kelistrikan yang menyumbang 42 persen.

2.   Transportasi menyumbang 24 persen.

3.   Industri menyumbang sebesar 20 persen.

4.   Kependudukan serta penggunaan barang-barang komersial menyumbang 14
persen. 

Hutan yang rusak sekalipun bukan penyebab utama emisi karbon.

 


8

Indonesia memang mengalami deforestasi yang cukup besar. Terjadi deforestasi
seluas 300.000 hektar per tahun (1970-an), meningkat menjadi 600.000 hektar
per tahun (1981), dan menjadi 1 juta hektar per tahun pada tahun 1990. Data
deforestasi nasional tahun 1985-1997, tidak termasuk Papua, tercatat seluas
rata-rata 1,6 juta hektar per tahun. 

Dari hasil pengamatan citra landsat tahun 2000 diketahui bahwa deforestasi
periode 1997-2000 mencapai rata-rata 2,83 juta hektar per tahun untuk lima
pulau besar, termasuk Maluku dan Papua. 

Deforestasi tahun 2001-2003 turun menjadi di bawah 1,5 juta hektar per
tahun.

Dari kawasan hutan seluas 2,426 juta hektar Pulau Jawa-Madura (2000-2003)
terjadi peningkatan luas tutupan hutan. Di kawasan hutan terjadi peningkatan
tutupan hutan 2,2 persen (seluas 69.520 hektar). Peningkatan di kawasan
hutan lindung 0,5 persen dan di hutan produksi 1,6 persen. Di lahan
masyarakat terjadi peningkatan luas lahan berhutan 3,2 persen (328.806
hektar). 

Pencanganan Perhutani Hijau 2010. Dengan hanya menebang tidak lebih dari
6.000 hektar, ditanam pohon di lahan 121.000 hektar pada 2006. Sedangkan
pada 2007 akan dilakukan penanaman seluas 201.500 hektar. Sebelum tahun
2010, kawasan hutan Jawa yang dikelola Perum Perhutani akan bebas tanah
kosong.

 


9

Mata dunia hanya tertuju kepada hutan negara berkembang yang dijadikan
tumpuan menyerap karbon buangan negara maju. Kerusakan hutan di negara
berkembang, termasuk Indonesia, dipaksa ikut mempertanggungjawabkan
meningkatnya pemanasan global. 

 

Faktanya, negara maju di Eropa dan Amerika Serikat, sebagai pengemisi karbon
terbesar dunia, justru telah lama kehilangan hutannya.

Amerika Serikat, telah menyumbang 24 persen emisi global, diikuti China 14
persen, Rusia 6 persen, Jepang dan India masing-masing menyumbang 5 persen. 

 


10

Negara maju semakin membebani kerusakan hutan dengan ancaman moratorium,
sehingga menghambat ekspor perdagangan hasil-hasil hutan yang akan berakibat
semakin menurunnya kemampuan ekonomi negara berkembang untuk memperbaiki
hutannya.

 

Negara maju mestinya lebih memahami potensi dirinya sebagai penyumbang utama
rusaknya iklim dunia dan meningkatkan bantuannya bagi pengembangan
penghijauan hutan dan lahan.


11

Banyak LSM menyuarakan, demi kelestarian, hutan tidak boleh diapa-apakan.
Hutan harus dibiarkan, jangan disentuh. Pengusahaan hutan harus berhenti. 

 

Kalau hutan dibiarkan, tidak dikelola, siapa yang bertanggungjawab atas
keamanannya? Yang harus dilakukan adalah memperbaiki pengelolaan hutan,
bukan malah menghentikannya.


12

Kegiatan pencurian kayu menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap
lingkungan hidup. Dengan semakin meningkatnya volume pencurian kayu di
berbagai lokasi hutan Indonesia, laju deforestasi hutan Indonesia
diperkirakan mencapai lebih dari 2,4 juta hektar per tahun.

Sekitar 80 persen konsumsi kayu bulat di Indonesia sesungguhnya berasal dari
kayu curian. 

Parahnya lagi, pencurian kayu bertambah banyak akibat penyelundupan (log
smuggling) lintas perbatasan. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 10 juta
m3 kayu bulat dan atau kayu gergajian ukuran besar diselundupkan ke luar
negeri untuk memenuhi permintaan asing. 

 


13

Pemerintah AS, semasa Presiden Clinton dan

Wakil Presiden Al Gore, mencoba melakukan beberapa tindakan untuk mengontrol
CO2. Perkembangan terakhir, Al Gore memenangi Nobel Perdamaian melalui film
dokumenternya, An Inconvenient Truth.

Faktanya, AS tak mau meratifikasi Protokol Kyoto dengan argumentasi AS
memang sudah maju,

tapi mereka masih melakukan pembangunan industri. Jadi dikotomi antara
pembangunan dan ekologi.

Protokol Kyoto satu-satunya protokol yang mengikat semua negara untuk
melakukan sesuatu dalam upaya menanggulangi perubahan iklim. Di dalamnya ada
daftar negara-negara yang harus menurunkan penggunaan emisinya. Berdasarkan
perhitungan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), AS harus
menurunkan sepertiga penggunaan emisinya, karena memang secara total mereka
yang paling besar penggunaannya. 

 

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke