Quote:
Buku "Traders, Guns & Money " yang ditulis Satyajit Das (salah satu veteran 
derivatif) menggambarkan bagaimana "kegilaan" sebuah
perusahaan mie instan di Indonesia berspekulasi mata uang.  Buku yang cukup 
bagus dibaca.  (Dan bukan cuma perusahaan mie instan
yang terlibat. Bahkan perusahaan pembuat boneka pun ikut bermain dengan 
derivatif).
---------------------

Untuk yang ingin melihat isi buku tsb diatas bisa klik link berikut:
http://www.amazon.com/gp/reader/0273704745/ref=sib_dp_pt/103-0292973-2102233#reader-link

Buku tersebut hanya dapat dilihat secara online, dan harganya sekitar $20

-ardhi-


-----Original Message-----
From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On 
Behalf Of Poltak Hotradero
Sent: 02 Februari 2008 14:49
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] (BN ) Subprime, CDO Bank Losses May Exceed $265 
Billion, S&P Says

At 08:54 PM 1/31/2008, you wrote:

>Bung Poltak,
>
>ada tidak review kembali besar krisis waktu itu.
>Besarnya hutang luar negeri swasta yang dituduh menjadi penyebab krisis
>bagi saya tidak jelas.
>Setahu saya resminya kira2 US$ 60 Miliard, ada yang menyebarkan angka
>kira2 4 kali dari itu.
>Berapa jumlah dana segar yang sesungguhnya diperlukan sektor riil waktu
>itu?

Memang sulit untuk mengetahui berapa angka hutang luar negeri swasta 
yang jatuh tempo menjelang krisis.  Kesulitan menjadi lebih besar - 
karena ternyata banyak kewajiban swasta ternyata dalam bentuk derivatif.

Banyak diantara kewajiban tersebut bersifat spekulatif karena 
mengasumsikan bahwa nilai tukar rupiah akan melemah secara berkala 
dalam derajat yang tetap.  Banyak yang menggunakan asumsi ini untuk 
masuk dalam kontrak forward mata uang dan memanfaatkan selisih suku 
bunga rupiah yang lebih tinggi terhadap US Dollar.  Secara teoritis 
ini berarti ada "duit gratis" (yang kemudian di-leverage-kan)

Dan ketika banyak perusahaan menggunakan seluruh cash flow usahanya 
untuk ikut dapat "duit gratis" ini - maka ketika nilai tukar dilepas 
terhadap USD - selisih suku bunga menjadi sangat tidak berarti dan 
banyak spekulator Indonesia mulai membukukan loss.

Apa yang selanjutnya mereka lakukan?  Bukannya melakukan menutup 
transaksi agar kembali "square" - mereka malah masuk dalam transaksi 
yang lebih besar lagi dengan taruhan bahwa US Dollar akan kembali 
masuk dalam "band" nilai tukar yang ada.  Ketika hal ini dilakukan 
secara beramai-ramai -- maka semakin besar beban BI untuk 
mengembalikan nilai tukar ke koridor nilai tukar lama.  Ketika 
cadangan devisa BI akhirnya terkuras (sama seperti yang terjadi pada 
Bank Sentral Thailand dan Korea Selatan) -- maka nilai tukar 
mengambang terkendali terpaksa ditinggalkan - dan meledaklah nilai 
tukar US Dollar terhadap Rupiah bersama dengan memburuknya 
indikator-indikator makro ekonomi Indonesia -- yang semakin membuat 
Rupiah terpuruk.  (Itu sebabnya mengapa terdapat dugaan nilai utang 
swasta yang jauh lebih besar - semata-mata karena banyak spekulator 
di Indonesia mengambil posisi "naked" dalam perdagangan derivatif).

Buku "Traders, Guns & Money " yang ditulis Satyajit Das (salah satu 
veteran derivatif) menggambarkan bagaimana "kegilaan" sebuah 
perusahaan mie instan di Indonesia berspekulasi mata uang.  Buku yang 
cukup bagus dibaca.  (Dan bukan cuma perusahaan mie instan yang 
terlibat.  Bahkan perusahaan pembuat boneka pun ikut bermain dengan derivatif).

Hanya setelah membaca buku ini - saya bisa memahami tentang mahluk 
seperti apa yang berspekulasi di Indonesia pada periode sebelum 
krisis moneter.  Dan ketika kita semata-mata menyalahkan pihak asing 
-- ini berarti kita menutup mata atas kesalahan bangsa sendiri yang 
saat itu MEMANG senang "bermain api" dengan mata uang.

=========================

Kirim email ke