At 08:22 PM 5/6/2008, you wrote: >Sebagai seorang tukang kredit comercial, seringkali saya melihat (baik >dialami sendiri maupun ngeliat kasus-kasus rekan kerja yang lain), >permohonan kredit ditolak dengan alasan fixed asset yang mengcover >permohonan (baru maupun penambahan) tidak mencukupi. > >Saya heran mengapa kaum pengusaha enggan berinvestasi pada fixed asset >(dalam definisi : diikat melalui APHT) padahal walau tidak berhubungan >langsung dengan usaha tetapi untuk jangka panjang akan sangat bermanfaat.
1. Setiap segmen bisnis punya kebutuhan fixed asset berbeda. 2. Fixed Asset umumnya menjadi bagian terbesar dari komponen fixed cost. Karena saat ini banyak perusahaan berusaha agar lebih fleksibel - maka mereka akan berusaha menekan fixed cost, sehingga kebutuhan akan fixed asset pun menjadi relatif terbatas. Seperlunya saja. 3. Inovasi di bidang manajemen keuangan memungkinkan efisiensi pendapatan tanpa harus menumpuk fixed asset. Contoh paling umum misalnya: melakukan leasing dan melakukan outsourcing. >Kalau yang saya perhatikan dari debitur-debitur yang ada, debitur yang >concern dengan fixed assetnya, walau di awal-awal tahun investasi >cukup berat membayar cicilan, tetapi setelah 2-3 tahun, saat usaha >sudah berkembang dan membutuhkan tambahan modal kerja, mereka tidak >mengalami kendala berarti dari syarat: fixed collateral, dibandingkan >dengan debitur yang tidak concern akan fixed collateral, sangat rentan >di masa seperti ini, misalnya menghadapi kenaikan bahan baku 40% dll. Segala hal terkait ekonomi, ada trade-off-nya. Sekalipun saya tidak membantah bahwa perusahaan dengan fixed asset yang besar bisa memperoleh kemudahan kredit di masa depan (setidaknya di mata banker) tetapi perusahaan yang lebih "ramping" fixed asset-nya punya kelebihan bergerak lebih lincah. Kalau perlu mereka bisa pindah bidang usaha. Bandingkan dengan perusahaan yang memiliki fixed asset besar (semisal perusahaan perkapalan, perusahaan penerbangan, perkebunan atau perusahaan minyak) - nasib mereka gampang diombang-ambingkan oleh iklim bisnis lokal maupun global. Lalu siapa yang membiayai perusahaan yang fixed asset ramping? Tentu biasanya bukan bank. Perusahaan demikian biasanya dibiayai oleh Investment Banker - lewat penerbitan CP (Commercial Paper), PN (Promissory Notes), Obligasi, Obligasi Konversi, ataupun Saham. Biasanya, financing dari Investment Banker tidak terlalu memperhatikan Fixed Asset. Yang jauh lebih diperhatikan adalah cash flow dari asset yang ada, entah itu current asset ataupun fixed asset. Bila melihat fleksibilitas pembiayaan yang mungkin dilakukan - saya cukup yakin bahwa Investment Banking punya masa depan yang lebih cerah daripada Commercial Banking. Jangan lupa, secara prinsip - Commercial Banking tidak banyak berubah sejak tahun abad ke 15 sampai sekarang.