*PERPANJANGAN PRODUCTION SHARING CONTRACTS (PSC), PERLUKAH?*
Meskipun kontribusinya kepada perekonomian nasional tidak lagi setinggi beberapa dekade lalu, sektor migas (minyak dan gas bumi) masih merupakan salah satu sektor yang sangat strategis. Sekitar 30% dari APBN dibiayai oleh pendapatan sektor migas dan migas masih merupakan sumber energi utama. Meski demikian, penguasaan nasional di sektor ini masih sangat rendah, terutama di sektor hulu yang merupakan mata rantai terpenting pasokan energi. Hal ini merupakan ironi mengingat Indonesia adalah penggagas sistem PSC (Production Sharing Contract) sebagai alternatif pengelolaan migas pada tahun 1960an dan kemudian berkembang menjadi sistem mainstream yang digunakan banyak negara penghasil migas. Berbeda dengan sistem konsesi yang umumnya digunakan di sektor pertambangan, sistem PSC bukan sekedar izin pengelolaan namun merupakan suatu sistem yang memiliki mekanisme sistematis agar dalam jangka panjang pengelolaan dapat dilakukan oleh negara pemilik sumber daya. Sistem PSC mensyaratkan kontrol manajemen negara pemilik sumberdaya alam pada berbagai level operasi perminyakan dalam bentuk evaluasi dan persetujuan mulai dari rencana kerja, anggaran biaya, pelaksanaan tender pengadaan barang hingga pelaksanaan operasi. Seluruh barang modal yang digunakan dalam operasi perminyakan menurut skema PSC menjadi milik negara, sehingga dapat tetap digunakan setelah berakhirnya kontrak. PSC juga mengatur pendidikan dan training tenaga-tenaga kerja Indonesia dari posisi pekerja operasional hingga eksekutif. Namun hampir setengah abad sejak PSC pertama diperkenalkan, dominasi asing pada sektor hulu di Indonesia masih sangat besar, bahkan dibandingkan dengan di negara-negara lain yang kemudian juga menerapkan sistem PSC. Migas yang diproduksikan oleh perusahaan nasional tidak sampai sepertiga dari total produksi nasional. Kondisi yang sangat memprihatinkan ini sebenarnya dapat segera mulai dibenahi, antara lain dengan mengkaji kembali kebijakan untuk memperpanjang kontrak-kontrak PSC yang akan segera habis periode kontraknya. PSC bukanlah izin usaha biasa. PSC merupakan sistem yang secara fundamental didesain untuk mengembangkan kemandirian nasional di sektor migas sesuai amanat pasal 33 Konstitusi, bukan sekedar untuk mendapatkan pendapatan negara yang besar dalam jangka pendek. Apabila yang menjadi pertimbangan hanyalah revenue, maka optimalisasi pendapatan negara dapat dilakukan dengan sistem konsesi. Hanya dengan menaikkan tingkat pajak atau royalti, Pemerintah dapat mendapatkan porsi yang lebih besar, baik dalam bentuk cash maupun in-kind migas. Pengawasan pun lebih mudah dilakukan, hanya di point of lifting, tidak perlu repot-repot mengawasi Cost Recovery di sepanjang rantai aktifitas operasi perminyakan. Pengendalian, keterlibatan dan pengawasan melekat yang dilakukan oleh Pemerintah melalui sistem PSC, yang menimbulkan ongkos yang cukup besar baik di sisi Pemerintah maupun perusahaan migas, memiliki tujuan strategis yang jauh lebih tinggi dari sekedar mendapatkan pendapatan pajak yang besar. Tujuan strategis itu adalah kemandirian pengelolaan migas, yang pada akhirnya akan memberikan nilai ekonomis yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ongkos yang harus dikeluarkan untuk kegiatan pengendalian, keterlibatan dan pengawasan yang melekat tersebut. Hal lain yang perlu dipahami mengenai esensi PSC adalah fungsinya sebagai alat manajemen resiko. Tahapan eksplorasi dalam industri migas memiliki resiko teknis dan investasi yang sangat tinggi. Pengeboran satu sumur eksplorasi untuk membuktikan adanya cadangan migas dapat menghabiskan jutaan dollar, bahkan untuk offshore biayanya dapat mencapai puluhan juta dollar. Potensi resiko ini sulit ditanggung oleh negara sehingga diundanglah investor untuk melakukan kegiatan beresiko tinggi tersebut, dengan ketentuan biaya-biaya yang terjadi dapat diganti melalui mekanisme cost recovery apabila ditemukan cadangan migas yang dapat diproduksikan secara komersial. Profil resiko ini jelas telah berubah setelah suatu blok migas dioperasikan selama puluhan tahun masa berlakunya suatu PSC. Cadangan migas telah terbukti bahkan diproduksikan dengan fasilitas produksi yang telah lengkap. Pada tahap ini kehadiran investor tidak lagi terlalu diperlukan karena resiko eksplorasi yang sangat tinggi sudah tidak lagi menjadi concern utama. Kalau begitu mengapa wacana pengoperasian aset-aset migas yang telah selesai masa kontrak PSCnya oleh perusahaan nasional masih menimbulkan debat berkepanjangan? Banyak mitos yang menyelubungi diskusi mengenai perpanjangan PSC. Mitos yang paling kuat adalah bahwa pengembangan blok migas memerlukan investasi besar yang tidak mampu dibiayai negara atau perusahaan nasional. Dalam tahapan eksplorasi argumen tersebut mungkin benar, namun untuk sebagian besar blok-blok migas yang telah berproduksi puluhan tahun, biaya operasi yang perlu dikeluarkan jauh di bawah pendapatan yang dihasilkan. Apabila perlu dilakukan investasi lanjutan, tinggal diambil dari pendapatan yang dihasilkan. Kalaupun diperlukan pendanaan dari luar, aset-aset ini sudah sangat bankable. Peran investor tidak lagi terlalu penting. Mitos lain adalah ketidaksiapan perusahaan migas nasional untuk mengelola aset-aset ini. Padahal fasilitas produksi, peralatan dan teknologi telah tersedia pada blok-blok migas tersebut dan secara legal merupakan milik negara. Sumber daya manusia pun telah tersedia. Take over pengelolaan bukan berarti penggantian seluruh tenaga kerja yang saat ini mengoperasikan aset-aset tersebut. Tenaga kerja nasional yang ada tetap melakukan pengoperasian karena mereka merupakan bagian dari rencana fundamental PSC untuk mempersiapkan kemandirian pengelolaan oleh tenaga kerja nasional. Yang mungkin berubah hanyalah manajemen puncak yang mencerminkan kepemilikan. Singkat kata, sebenarnya tidak ada alasan yang cukup relevan untuk memperpanjang kontrak PSC, khususnya pada blok-blok migas yang memiliki kinerja sangat baik dan memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Hal ini bukan merupakan isu penting di negara-negara penghasil migas lain. Di beberapa negara bahkan ‘pengembalian’ kepada negara sudah dilakukan pada saat dikonfirmasikannya cadangan migas. Misalnya di Kazakhstan dan Libya, di mana perusahaan migas nasional berhak mendapatkan 50% porsi pengelolaan blok migas setelah ditemukannya cadangan komersial. Pengembalian pengelolaan blok migas kepada perusahaan migas nasional merupakan hal yang sangat normatif, bukan tindakan radikal perubahan kontrak berjalan seperti yang dilakukan Venezuela dan Bolivia misalnya. Apabila kontrak berakhir, aset kembali kepada pemiliknya, sama seperti halnya rumah yang dikontrakkan kembali kepada pemiliknya setelah masa kontrak habis. Bukan pula suatu hal yang didorong sifat anti-asing, namun lebih didorong logika dan kalkulasi ekonomi sederhana bahwa suatu aset yang dapat dikelola sendiri dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih baik bagi pemiliknya. Bukan pula suatu hal yang dapat mengundang terjadinya arbitrase atau tindakan hukum lain dari investor karena kontraknya memang sudah habis. Investor telah menikmati tingkat keuntungan yang layak selama masa kontrak yang telah diperhitungkan dalam perhitungan keekonomian berdasarkan ketentuan-ketentuan kontrak yang disepakati bersama. Lebih dari seabad sudah migas diproduksikan dari perut bumi Indonesia. Cadangannya pun semakin menipis. Bahkan untuk minyak, menurut banyak sumber, tinggal belasan tahun umurnya bila dikuras dengan tingkat produksi saat ini. Waktu semakin sempit untuk mewujudkan kemandirian. Pengembalian aset-aset migas yang telah selesai masa kontrak PSCnya seharusnya dapat menjadi fondasi untuk segera mengejar ketertinggalan. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ ========================= Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com ------------------------- Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045 ------------------------- Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com ========================= Perhatian : - Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/