Ikut kasih koment. Itu karena pembangunan ekonominya kurang gaul. Kalau pembangunan ekonominya gaul, maka tentu banyak daerah-daerah yang sudah dibangun dan berkembang. Tapi karena pembangunan ekonomi hanya anak rumahan (jawa-bali), maka otomatis pembanunan ekonomi tidak jauh-jauh dari rumahnya sendiri. Selain itu, rekrutmen PNS juga kurang gaul, akibatnya hanya merekrut orang-orang dekatnya saja.
Karena itu, sepertinya pemerintah perlu diajari untuk membuat "kebijakan ekonimi nasional yang gaul"alias banyak teman/sahabat. Dan tentunya Rekrutmen PNSnya harus Gaul pula. Biar tidak menjadi "katak dalam tempurung" Salam Nazar On: Tbo-Jbi Si Tukang Kebun --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, anton ms wardhana <ari.am...@...> wrote: > > sebagai warga luar Jawa meskipun masih ber-KTP Jabodetabek :p tentu > berharap keadaan ini tidak terlalu lama. > tidak berarti harus sama rata sama rasa, tetapi setidaknya ketinggalannya > nggak jauh-jauh amat. syukur2 bila bisa dikembangkan masing2 propinsi sesuai > peruntukan atau kekuatannya masing2. > > kami pernah tinggal di ibukota propinsi di indonesia bagian timur yang > jalan rayanya hanya satu, ganti nama jalan kalau melewati sungai :( --> > tapi itu dulu.. sekarang sudah ngga lagi.. udah nambah jadi 2 :p *joking* > > di propinsi itu, kami pernah tau ada sebuah lokasi yang guru sekolah > dan dokternya gajian setiap 2-3 bulan sekali, ramai2 saweran mengutus 1 > orang ke ibukota kecamatan untuk mengambil gajian. dulu sih butuh 17 jam > sampai kota kecamatan untuk bisa ambil gaji, jadi di jalan pp 34 jam belum > urusan di kota kecamatannya..termasuk titipan belanja-nya.. > dan perlu k.l Rp 250 ribu untuk pp diluar penginapan dan makan. sedangkan > gaji seorang sarjana saat itu masih sekitar 250-300 ribu / bulan. makanya > kudu saweran kalo ngga malah sama2 abis sampe tempat :(. > semoga keadaannya membaik saat ini. dan semoga terberkatilah segala > pengabdianmu, wahai bapak dan ibu guru.. > > kami juga pernah tinggal di ibukota propinsi di indonesia bagian barat > yang harga2 barang 20-30% lebih mahal dari jabodetabek, tapi lucunya UMR-nya > lebih rendah daripada jabodetabek --> kebijak(sana)an yang aneh.. > > air mengalir dengan pola 2 hari mati 1 hari ngalir itu biasa.. listrik > giliran tanggal genap dan ganjil itu biasa.. bensin eceran saat di jawa > harga 5.000 di sana 8.000 itu biasa.. cabai dihitung per biji (sedang di > jawa per serokan besar) itu biasa.. gas dan sayur hilang dari pasar kalau > besar ombak, itu biasa.. pakaian mahal 1,5 - 2x lipat itu juga biasa.. gara2 > jalan, air, dan listrik yang ngga jelas, ngga ada investor masuk.. itu juga > biasa kok.. ngga ada lapangan kerja, itu.. hmm.. mungkin biasa juga. tapi > kemana para pencari kerja itu ya ? oh tentu saja.. merantau cari kerja di > jawa.. itu juga biasa.. (di jakarta diusir2in itu baru luar biasa, memangnya > salah siapa kalo pemuda2 ini harus cari kerja sampai ke jakarta..) > > tidak ada yang luar biasa kok hidup di luar jawa.. :p > > di sisi lain, hidup diluar jawa juga bebas dari kemacetan.. jarak > tempuh bintaro-kuningan di batam bisa ditempuh dalam 20 menitan kecepatan > santai.. dan mungkin agak terhindar dari risiko kejahatan (setidaknya > menurut data BPS tahun 2005 di jakarta tiap 9 menit dan 5 detik ada 1 > kejahatan, sedang di sulawesi tenggara baru setelah 15 jam dan 1 menit :) > dan kalau bukan kita yang mulai tinggal di luar jawa, siapa lagi ? > dan semoga pembangunan itu juga terasa 'ada" gitu loh di luar jawa. > semoga dana pembangunannya ngga abis buat fasilitas dan kenaikan gaji > pejabat saja.. mbok pegawainya yang "ikhlas" kerja di pelosok2 itu > diperhatikan juga tho.. > > *BR, ari.ams*