Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional.
Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan <dolut...@yahoo.com> wrote: From: Hendro Setiawan <dolut...@yahoo.com> Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo <sesaw...@yahoo. com> wrote: From: prastowo prastowo <sesaw...@yahoo. com> Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga sebagai satu entitas dg suami sebagai kepala RT. ayat (2): Mengatur pengenaan pajak secara terpisah atas kriteria: a. wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. b. wanita kawin menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pisah harta dan kewajiban. c. wanita kawin yang memilih menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. Khusus huruf a penghitungannya dipisah sejak awal, huruf b dan c digabung dulu baru dihitung proporsional. Nah, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Implikasinya: Ketika penggabungan menyentuh lapisan tarif lebih tinggi, akan terjadi KURANG BAYAR. Padahal: - Pasal 8 ayat 1 UU PPh secara normatif mengecualikan penggabungan ini. - Form 1770-III dan Form 1770 S-II angka 15 mengatakan bahwa penghasilan istri dari satu pemberi kerja DIANGGAP final (selaras dg Pasal 8 UU KUP). SE ini merugikan wanita kawin (karyawati) yg beritikad baik mendaftarkan diri ber-NPWP karena ada kemungkinan akan membayar kekurangan pajak, dan dibedakan dengan karyawati yg NPWP-nya menginduk ke suami. Ini penafsiran saya, maka SE ini seharusnya tidak mengatur demikian di angka 3 huruf d kalau membaca UU KUP dan UU PPh secara utuh dan benar. ada pendapat lain? salam, pras ____________ _________ _________ __ Dari: Gianto Setiadi <giantosetiadi@ gmail.com> Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com; forum-pajak@ yahoogroups. com Terkirim: Rab, 3 Maret, 2010 20:03:23 Judul: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Kamis, 04/03/2010 10:25:08 WIBOleh: Achmad Aris JAKARTA (Bisnis.com) : Bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, wajib menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh sendiri terpisah dengan SPT tahunanan suami. Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan hal itu dalam surat edaran Dirjen Pajak tertanggal 1 Maret 2010 bernomor SE-29/PJ/2010 tentang Pengisian SPT bagi Wanita Kawin Yang melakukan Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan atau Yang Memilih Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakannya sendiri. "Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT wanita kawin adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin dalam satu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa," kata Tjiptardjo dalam SE itu yang diperoleh Bisnis.com hari ini. Sementara itu, Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT wanita kawin adalah harta dan kewajiban yang dimiliki atau dikuasi wanita kawin itu pada akhir tahun pajak. Adapun cara penghitungan PPh terutang dalam SPT wanita kawin, jelasnya, harus didasarkan pada penggabungan penghasilan bersih suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri yang dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan bersih antara suami dan isteri. "Cara penghitungan ini juga berlaku bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh 21," sambungnya. Terkait tata cara pengisian SPT-nya, mengikuti ketentuan tata cara pengisian SPT tahunan secara umum. Perlu diketahui, bila batas akhir penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang pribadi akan berakhir pada 31 Maret 2010. (ln) [Non-text portions of this message have been removed] Selalu bisa chat di profil jaringan, blog, atau situs web pribadi! Yahoo! memungkinkan Anda selalu bisa chat melalui Pingbox. Coba! http://id.messenger .yahoo.com/ pingbox/ [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]