menarik BR, ari.ams ---------- Pesan terusan ---------- Tanggal: 27 Juli 2010 07:49 Subjek: M Chatib Basri: Ekspor yang Primitif
*Ekspor yang Primitif* Selasa, 27 Juli 2010 | 03:12 WIB *Muhammad Chatib Basri* National Bureau of Economic Research (NBER)yang dianggap sebagai lembaga penelitian ekonomi paling bergengsi di duniamenunjukkan, anjloknya ekspor jauh melebihi jatuhnya perekonomian global. Ekonom Jonathan Eaton dan Andrew Rose cenderung menganggap melemahnya permintaan produk manufaktur sebagai biang keladi. Sementara Joshua Aizeman melihat integrasi global melalui jaringan produksi mempercepat anjloknya ekspor secara tajam. *Nasib baik* Saya mendukung Aizeman di forum itu. Lihat saja: mengapa dampak krisis global relatif minimal terhadap Indonesia? Jawabannya, kombinasi dari antisipasi kebijakan yang baik (good policy) dan nasib yang baik (good luck). Antisipasi kebijakan yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia dengan fiskal stimulus, penyediaan likuiditas, serta menjaga kepercayaan di sektor keuangan telah menyelamatkan ekonomi Indonesia. Namun, kita juga beruntung karena ekonomi kita lebih didominasi oleh konsumsi domestik. Akibatnya, dampak pelemahan ekonomi global menjadi terbatas. Peran ekspor relatif kecil karena kita tidak cukup kompetitif. Sesuatu yang selama ini justru kita keluhkan. Ironis: kita kebetulan diselamatkan oleh sesuatu yang tidak kita sukai. Sebaliknya, negara yang terintegrasi dalam jaringan produksi atau yang berorientasi ekspor terpukul. Lihat saja Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Lalu kenapa kita tidak meninggalkan ekspor saja dan beralih ke konsumsi domestik? Di sini kita harus berhati-hati. Persoalannya bukanlah memilih domestik atau ekspor, tetapi bagaimana memanfaatkan keduanya. Di satu sisi, porsi ekspor yang kecil memang akan membuat Indonesia relatif terlindungi dari fluktuasi global. Namun, ketika ekonomi dunia membaik, pemulihan ekonomi Indonesia akan relatif lambat. Lihat saja Singapura, dalam triwulan pertama 2010 (pertumbuhan antartahun), bandingkan dengan Indonesia yang 5,7 persen, padahal dalam periode krisis kemarin Singapura tumbuh negatif. Selain itu, studi saya bersama Rahardja (2010) menunjukkan: salah satu alasan mengapa konsumsi domestik tetap kuatselain stimulus fiskaladalah akumulasi tabungan akibat kenaikan harga komoditas ekspor primer beberapa tahun lalu. Di sini ada dilema: menggantungkan diri pada ekspor dapat membuat ekonomi Indonesia rentan, tetapi meninggalkan ekspor dapat melemahkan konsumsi dalam beberapa tahun ke depan. Di NBER, saya menyampaikan bahwa orientasi ekspor bisa harus diikuti oleh diversifikasi ekspor. Studi Haddad, Lim, dan Saboroswski (2010) menunjukkan, jika ekspor hanya terkonsentrasi pada produk tertentu, ia semakin rentan terhadap fluktuasi global. Ini benar, ekspor kita terpukul karena sangat terkonsentrasi, tetapi kita beruntung karena porsi ekspor relatif kecil dalam PDB. Oleh karena itu, ke depan Indonesia harus mendiversifikasi ekspornya, baik pasar maupun produk. Sayangnya, produk dan pasar ekspor kita masih primitifdalam arti kata masih yang itu-itu saja. Basri dan Rahardja (2010) menunjukkan bahwa pendorong utama ekspor kita adalah produk dan pasar lama. Dekomposisi pertumbuhan ekspor dari tahun 1990 hingga 2008 menunjukkan sebagian besar peningkatan ekspor Indonesia dalam 18 tahun terakhir didorong oleh produk yang sama yang dijual ke pasar yang sama. Penemuan baru (new discovery)? Kurang dari 5 persen. Bahkan kontribusi produk baru untuk pasar yang baru dalam pertumbuhan ekspor kita nyaris tak ada! Artinya, kita memang tak berubah banyak. Ironis, di dunia yang terus berkembang, produk ekspor dan pasar ekspor tetap primitif. *Inovasi produk baru* Sangat berbahaya apabila tidak ada perbaikan dalam soal ini. Bagaimana mengatasi soal ini? Saya jadi teringat diskusi dengan ekonom Dani Rodrik di Harvard tahun lalu. Rodrik menekankan pentingnya inovasi produk baru. Untuk itu, wiraswasta harus mengadopsi teknologi dari luar untuk keperluan lokal. Sebuah proses yang disebutnya self-discovery. Namun, ada persoalan: jika pengusaha gagal dalam eksperimen ini, ia akan menanggung semua kerugiannya, sementara bila ia berhasil, produsen lain akan menirunya dan masuk dalam aktivitas ini. Akibatnya, praktis tak ada yang berminat untuk self-discovery. Di sini perlu peran pemerintah. Inovasi membutuhkan penelitian dan pengembangan/litbang (R&D). Sayangnya R&D kita lemah. Teknologi tidak dapat begitu saja diperoleh dari negara maju. Oleh karena itu, dibutuhkan R&D yang dibiayai oleh publik. Woo and Chang (2010) mengatakan bahwa yang dibutuhkan Indonesia adalah penekanan kepada science based economy. Yang dibutuhkan adalah R&D di dalam pertanian, misalnya varietas baru (termasuk agro biotechnology), pendekatan baru dalam pengelolaan air dan lingkungan, mekanisasi, perbaikan dalam bibit unggul untuk produk peternakan, serta infrastruktur yang mendukung pertanian. Inovasi membutuhkan pembiayaan. Sayangnya, bank komersial tidak sepenuhnya bisa diharapkan untuk menyelesaikan persoalan ini karena adanya ketidaksesuaian di dalam sumber pembiayaan jangka pendek dengan proyek yang sifatnya jangka panjang. Karena sumber pembiayaan tidak bisa hanya diharapkan dari perbankan, maka harus ada sumber pembiayaan lain yang bersifat lebih jangka panjang seperti Development Banks. Di sini penguatan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), misalnya, menjadi salah satu opsi. Untuk melakukan eksperimen dengan produk baru dibutuhkan insentif. Biaya transaksi yang muncul karena biaya logistik yang tinggi akan mencegah diversifikasi dan inovasi produk. Dalam negara kepulauan seperti Indonesia, biaya transaksi terutama biaya logistik relatif lebih tinggi dibandingkan negara daratan. Biaya logistik yang mahal akan membuat margin keuntungan menurun sehingga tak cukup insentif untuk melakukan inovasi. Oleh karena itu, perbaikan dalam logistik, melalui pembangunan infrastruktur, adalah kunci. Dan ini harus diimplementasikan, bukan hanya didiskusikan. Studi saya dan Rahardja juga menunjukkan bahwa indeks konsentrasi ekspor Indonesia (Herfindahl index) mengalami peningkatan dalam periode sejak tahun 2003. Ekspor kita semakin terkonsentrasi pada ekspor primer. Hal ini antara lain disebabkan oleh apresiasi riil dari nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, untuk mendorong diversivikasi ekspor, Indonesia harus menjamin nilai tukarnya kompetitif. Caranya: menjaga inflasi tetap rendah. Apabila ini tak dilakukan, tekanan deindustrialisasi akan menguat. Kekhawatiran akan deindustrialisasi akan menjadi semakin nyata bila langkah-langkah ini tak diambil. Saya kira, ke depan kita tak bisa hanya hidup dari produk yang primitif dan pasar yang primitif. Dua tahun lalu kita memang selamat karena kebijakan yang tepat dan nasib baik. Tetapi, jangan gantungkan ekonomi hanya pada nasib baik. *M Chatib Basri Pengajar FE UI * *http://cetak.kompas.com/read/2010/07/27/03123734/ekspor.yang.primitif * -- ----- save a tree, don't print this email unless you really need to [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ ========================= Millis AKI mendukung kampanye "Stop Smoking" ========================= Alamat penting terkait millis AKI Blog resmi AKI: www.ahlikeuangan-indonesia.com Facebook AKI: http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045 Arsip Milis AKI online: http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com ========================= Perhatian : Untuk kenyamanan bersama, agar diperhatikan hal-hal berikut: - Dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan kirim ke ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/