Jurnal Sairara: VONIS TERHADAP BERSIHAR LUBIS Pasa 20 Pebruari 2008 14:22 "Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok menjatuhkan vonis hukuman satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan bagi Bersihar Lubis", mantan wartawan TEMPO, Jakarta. Bersihar dijatuhi vonis demikian lantaran tulisannya dianggap menghina Kejaksaan Agung. Menurut laporan Media [20 Februari 2008], "Teriakan cemoohan langsung terlontar dari puluhan wartawan dalam ruang sidang. Bahkan tim pengacara Bersihar langsung interupsi usai dakwaan. Mereka menilai vonis satu bulan penjara yang dijatuhkan terhadap Bersihar adalah bentuk otoriter penguasa terhadap kebebasan berpendapat". "Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa delapan bulan penjara", tulis wartawan Media. Sementara wakil dari Koran Tempo, Bambang Harimurti menandaskan vonis ini akan makin mendorong para jurnalis untuk menuntut penghapusan pasal 207 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Institusi. "Bersihar dihukum karena menghina Kejagung melalui tulisan opininya di Koran Tempo edisi 17 Maret 2007 berjudul "Kisah Interogator yang Dungu". Tulisan ini adalah tanggapan Bersihar terkait pelarangan beredarnya novel Pramoedya Ananta Toer serta buku sejarah sekolah menengah pertama dan atas". Bersihar, yang merasa kecewa dengan putusan tersebut berniat untuk melakukan banding.
"Saya merasa kecewa dengan putusan hakim. Bersama kuasa hukum secepatnya setelah menerima salinan putusan maka akan mengajukan banding," kata Bersihar, usai sidang di PN Depok, Rabu (20/2). Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa delapan bulan penjara karena melanggar pasal 207 KUHP. Bersihar menjelaskan, kata `dungu` itu bukan sepenuhnya berasal dari dirinya langsung melainkan kutipan dari Joesoef Isak. Tujuan tulisan itu adalah sebagai kritik atas masalah sejarah terkait pelarangan beredarnya novel Pramoedya Ananta Toer serta buku sejarah SMP dan SMU. "Tidak ada saksi dan alat bukti yang telah membuktikan kata dungu itu ditujukan kepada Kejaksaan Agung," jelasnya. Ketua Majelis Hakim PN Depok, Suwidya mengatakan, Bersihar secara sah dan meyakinkan telah menghina institusi Kejaksaan Agung melalui tulisan opininya di Koran Tempo Edisi 17 Maret 2007 berjudul "Kisah Interogator yang Dungu". Suwidya berharap, dengan putusan tersebut pada masa yang akan datang pendapat dari masyarakat dapat disalurkan secara bermartabat dan elegan, sehingga tidak menyalahi aturan hukum. Kuasa hukum Bersihar dari LBH Pers, Hendrayana, mengatakan bahwa putusan tersebut sangat ambigu dan merobek-robek rasa keadilan, serta membawa dampak terhadap kebebasan pers. "Seharusnya tulisan opini dibalas dengan opini tidak dengan hukuman bagi seorang penulisnya," jelasnya. Putusan tersebut, menurut Hendrayana, merupakan kriminalisasi pers. Tulisan opini Bersihar pada dasarnya merupakan kritikan bukan menghina institusi negara. Hendrayana mengatakan, pihaknya bakal melakukan judicial review terhadap pasal 207 KUHP yang sudah tidak tepat lagi diterapkan bagi kasus-kasus serupa yang akan datang. Demikian laporan Majalah Gatra, Jakarta yang terbit minggu ini. Dari laporan di atas ada beberapa masalah yang menarik perhatianku yaitu keteguhan Bersihar, solidaritas orang seprofesi, sikap pemegang kekuasaan [Dalam hal ini kekuasaan yudikatif], sikap terhadap kritik, kemampuan berbahasa. 1. Bersihar Terus Bertarung: Sekali pun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok telah menjatuhkan hukuman penjara 1 bulan dengan masa percobaan tiga bulan, Bersihar dengan kepala tegak memprotes hal yang dikatakan oleh kuasa hukum Bersihar dari LBH Pers, Hendrayana, sebagai "putusan tersebut sangat ambigu dan merobek-robek rasa keadilan, serta membawa dampak terhadap kebebasan pers" karena "Seharusnya tulisan opini dibalas dengan opini tidak dengan hukuman bagi seorang penulisnya," Bersihar bukan hanya tidak menyerah tapi akan meneruskan pertarungan dengan naik banding . Kasus Bersihar, kiranya berintikan masalah keadilan dan kebebasan berpendapat. Kebebasan melaporkan peristiwa, jika kita sepakat bahwa masalah mendapatkan informasi merupakan hak bagi semua orang. Untuk melanjutkan pertarungan membela keadilan, hak berpendapat dan memberi informasi serta menolak kriminalisasi pers, Bersihar segera ingin melakukan naik banding. Semangat bertarung menggunakan jalur hukum ini, kukira, punya arti sendiri untuk sebuah negara yang menyebut diri sebagai Republik dan Indonesia. Apalgi di tengah kekerasan masih dijadikan jalan pintas menyelesaikan konflik. Orang Baduy sebelum Republik Indonesia berdiri saja sudah punya tradisi sederhana tapi mendasar: "Dilarang untuk melarang". Semangat bertarung yang ditunjukkan oleh Bersihar adalah sejajar dengan tradisi leluhur berbagai etnik di tanahair, sesuai pula dengan hukum primer bahwa "di mana ada penindasan maka di situ akan ada perlawanan", seperti ditunjukkan antara lain oleh petani-petani tebu dan tembakau Klaten pada zaman Belanda dan zaman Soekarno dan oleh feodal Jawa mau diredam dengan konsep rukun yang membunuh daya kritis dan kebebasan berpendapat. Semangat bertarung Bersihar merupakan warisan dari semangat Sisingamangaraja atau Sambernyawa atau Kraeng Galesong, yang melawan budakisme dan menolak jadi budak. Yang dalam kata-kata Liu Hulan,pahlawan Tiongkok usia 17 tahun yang dibunuh militerisme Jepang: "Lebih baik mati berdiri dari pada mati bertekuklutut". Sikap dan semangat bertarung demi keadilan dan hak dasar manusia ini menjadi mencuat pentingnya setelah anak negeri ini lama mengidap "mentalitas takut" dan "asal cari selamat". Sikap dan semangat Bersihar memperlihatkan penolakan pada oportunisme narsis. Suatu sikap berprinsip , sumbangan mengatasi akibat buruk di bidang pola pemikiran dan mentalitas dari "pendekatan keamanan dan stabilitas nasional" Orde Baru. Sebab, jika penglihatanku benar, kerusakan terbesar Indonesia justru terjadi di bidang pola pikir dan mentalitas serta kerancuan nilai. Di sinilah, kukira, terletak arti penting sikap bertarung Bersihar seperti juga kegigihan Suci, istri almarhum Munir dalam mengusutut kasus suaminya yang dibunuh. *** Paris, Musim Dingin 2008 ----------------------------------- JJ. Kusni, pekerja biasa pada Koperasi Restoran Indonesia Paris. LAMPIRAN: . Sumber: http://www.liputan6.com/politik/?id=155158 POLITIK video komentar Bersihar Lubis dalam persidangan di PN Depok. 20/02/2008 23:49 Media Mantan Wartawan Tempo Dihukum Satu Bulan Penjara Liputan6.com, Depok: Majelis hakim Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Rabu (20/2), menjatuhkan vonis satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan kepada mantan wartawan Tempo, Bersihar Lubis. Bersihar dipenjara lantaran tulisannya dianggap menghina Kejaksaan Agung. Teriakan cemoohan langsung terlontar dari puluhan wartawan dalam ruang sidang. Bahkan tim pengacara Bersihar langsung interupsi usai dakwaan. Mereka menilai vonis satu bulan penjara yang dijatuhkan terhadap Bersihar adalah bentuk otoriter penguasa terhadap kebebasan berpendapat. Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa delapan bulan penjara. Namun Bersihar akan mengajukan banding. Sementara wakil dari Koran Tempo, Bambang Harimurti menandaskan vonis ini akan makin mendorong para jurnalis untuk menuntut penghapusan pasal 207 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Institusi. Bersihar dihukum karena menghina Kejagung melalui tulisan opininya di Koran Tempo edisi 17 Maret 2007 berjudul "Kisah Interogator yang Dungu". Tulisan ini adalah tanggapan Bersihar terkait pelarangan beredarnya novel Pramoedya Ananta Toer serta buku sejarah sekolah menengah pertama dan atas.(JUM/Nahyudi) *** --------------------------------- Tired of visiting multiple sites for showtimes? Yahoo! Movies is all you need --------------------------------- Search. browse and book your hotels and flights through Yahoo! Travel --------------------------------- Real people. Real questions. Real answers. Share what you know.
<<attachment: sdwtop_mainimg.gif>>
<<attachment: 080220dhinajaksa.jpg>>
<<attachment: sdwbott_mainimg.gif>>