Minggu, 11 Mei 2008 
 Alfie Fauzie, Mantan Pemakai Narkoba yang Sembuh dengan Melukis
  Dari Senang Tenis, Bermusik, sampai Menjadi Pelukis Abstrak
 Melukis ternyata bisa menjadi salah satu cara terapi narkoba. Alfie Fauzie 
telah membuktikan itu. Bahkan, kini kegiatan kreatifnya tersebut telah mampu 
menorehkan sederetan panjang pameran, baik di Indonesia maupun mancanegara.
 
 KHOIRUL INAYAH, Mojosari
 ---
 
 Kerinduan pada tanah kelahiran, membawa Alfie Fauzie kembali ke Mojosari, 
Kabupaten Mojokerto. Belasan tahun melanglang di Pulau Dewata sebagai pelukis 
abstrak, tampaknya belum mampu menghapus kenangan kecilnya. Ia pun memilih 
balik ke kampung halaman, meskipun kedua orang tuanya telah tiada.
 
 Ditemui di rumahnya di Jalan Brawijaya, Panjer, Mojosari, ia tampak sibuk. Dia 
sedang menyelesaikan satu karya berjudul And The End berukuran 198 centimeter x 
300 centimeter. Di rumah inilah Awik -panggilan akrabnya- Alfie Fauzie 
berkontempelasi. "Karya saya ini lahir karena kegundahan dan kemirisan saya 
pada kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal saya," ujarnya mengawali 
pembicaraan.
 
 Munculnya persoalan-persoalan yang sederhana di dalam dirinya dan lingkungan 
terdekat, ternyata bisa menyebabkan kerugian di dalam diri sendiri maupun orang 
lain. "Karya saya juga merupakan respons atas kerisauan saya pada global 
warming. Karena saya pelukis, ya saya ekspresikan lewat lukisan," ujarnya 
sambil mengepulkan asap rokok.
 
 Inilah salah satu karya Awik untuk merayakan seabad Kebangkitan Nasional pada 
Mei ini. Pelukis kelahiran 25 Juni 1971 ini bersama beberapa pelukis lainnya 
akan menggelar pameran seni rupa bertajuk "keBANGETAN" di Galeri Surabaya, Jl 
Pemuda 15 Kompleks Balai Pemuda Surabaya. 
 
 Dia diundang Djunaidi Kenyut dari Kelompok Kecil Kerja Seni, Surabaya. Jumlah 
peserta keseluruhan adalah, sepuluh pelukis. Masing-masing adalah, Anas Etan 
(Ubud, Bali), Asmuliawan Bogel (Surabaya), Elyezer (Banyuwangi), Imam Sucahyo 
(Tuban), M. Yunizar Mursidi(Surabaya), Tasiman (Yogyakarta), Romy Setiawan 
(Mojokerto), Romdhon (Magetan), Sigit Tamtomo (Surabaya) dan Alfie Fauzie 
(Mojokerto).
 
 Awik menamatkan pendidikan di SMAN 1 Mojosari, dan kuliahnya di Universitas Dr 
Soetomo Surabaya Jurusan Manajemen hanya semester pertama. Sewaktu kuliah, ia 
justru aktif dalam kegiatan musik. Namun, narkoba menjadikan semua rencananya 
saat itu berantakan. Dia hijrah ke Bali. 
 
 Beruntung, pada saat dirantau itulah, ia berkenalan dengan kegiatan melukis. 
Dan melukis pulalah yang merupakan salah satu terapi penyembuhan dari kecanduan 
narkoba. "Syukurlah sampai hari ini saya sudah tidak menyentuh barang haram 
tersebut!" tegasnya sambil mengirup kopi kental yang tinggal separo.
 
 Di rumahnya saat ini Awik tinggal bersama dua saudaranya, Andhik Faishol dan 
Alfan Firdaus. Kedua orang tuanya, MuttaÂ’allim dan Hanifah sudah meninggal.
 
 Kenapa memilih menjadi pelukis? "Sewaktu sekolah di SMPN 1 Mojosari saya malah 
menjadi juara tenis meja. Mungkin darah seni mengalir dari ayah saya yang juga 
dikenal sebagai penulis naskah drama berjudul Penghuni Gua Kusta. Sayang, 
naskah tersebut terselip entah kem ana. Nama pena ayah saya Tanjung Baraba. 
Beliau meninggal delapan belas tahun lalu. Sewaktu kuliah saya bermusik dan 
setelah menetap di Ubud, saya memilih melukis menjadi jalan hidup saya sampai 
saat ini," kenangnya.
 
 Perjalanan panjangnya sebagai pelukis telah ditorehkan pada sederetan panjang 
pameran bersama, baik di Indonesia maupun mancanegara sejak tahun 2000. Antara 
lain Perupa Jawa di Bali (Dana Corner Restauran, Ubud, Bali), Kolaborasi Dua 
Kebudayaan Jogja Bali (Art Centre, Kuta, Bali), Berita Kami Saat Ini (Raos 
Galery, Batu), Damai Itu Indah (Ndag Gallery, Ubud, Bali), Nuansa Ubud(Koi 
Gallery, Jakarta), Silaturahmi Besar Nasional (Bharata Gallery, Ubud, Bali), 
Open Air (Jembawan Art Community, Bali), Deshan Gallery Australia (2005) Tanda 
Tanya Besar (Nandya Galery Bali), Satu Abad Kota Blitar, Padamu Kami Peduli 
(Galeri Merah Putih, Surabaya), Virus Abstract (Galeri Surabaya). Membuat karya 
mural Dream Scape I di Sanur Bali (2002) dan Dream Scape II di Panestanan, Ubud 
Bali (2003).
 
 Mengadakan pameran tunggal The Naked Eyes I (Tree Monkey, Ubud, Bali, 2003), 
The Naked Eyes II (Rhum Restauran, Kuta, Bali, 2004) dan Life is Beautiful 
(Galeri Surabaya, 2007).
 
 "Saya bangga bahwa salah satu karya saya dapat menjadi koleksi Dewan Kesenian 
Kabupaten Mojokerto (DKKM). Saya berharap, DKKM dapat melanjutkan program 
pembelian karya perupa Mojokerto," katanya lebih lanjut.
 
 "Saya kagum pada lukisan-lukisan karya Awik. Meskipun minimalis, dengan warna 
hitam-putih karya lukisan abstraknya seolah memiliki irama kalau saya 
menikmatinya secara tenang," demikian komentar M. Nur Badri, fotografer yang 
rajin mendokumentasikan karya-karya Awik. 
 
 Sementara itu, Pak Cip -panggilan akrab Hadi Sucipto- ketua Biro Seni Rupa 
Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto mengungkapkan, pulangnya Awik ke Mojosari 
dari Ubud membuat Komunitas Perupa Mojokerto bertambah marak. "Kami jadi lebih 
intens berdiskusi, nonton pameran, memutar film dan lebih memahami tentang 
sikap dalam berkesenian," ujar Hadi Sucipto. (*)
  (Harian Radar Mojokerto)
   
  Email:
  [EMAIL PROTECTED]
  
       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

Kirim email ke