Boleh tahu kampungnya dimana Pak Yo?

salam,

radityo



  ----- Original Message ----- 
  From: yohanes sutopo 
  To: artculture-indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, August 28, 2008 9:44 AM
  Subject: [ac-i] Nyadaran



  Nyadran

   


  Di kampung saya masih sering diadakan upacara nyadran. Meski frekuensinya 
sangat berkurang dibandingkan ketika saya masih kecil dulu. Dulu sewaktu saya 
masih kecil, setiap bulan 'Ruwah', hampir setiap rumah mengadakan kenduri untuk 
mengenang arwah anggota keluarga yang telah meninggal. Sehingga setiap bulan 
'Ruwah', hampir tiap petang saya bisa makan daging ayam kampung yang direbus. 
Tapi acara kenduri seperti itupun sekarang berkurang sekali. Hanya masih 
tersisa satu dua keluarga yang bersedia mengadakannya.

  Sedangkan 'nyadran' adalah semacam kenduri juga yang biasa diadakan di tempat 
keramat. Di kampung kami terdapat dua tempat keramat ini: Sumur Kidul (sebuah 
sumur tua dengan pohon beringin besar ) dan Punden (yang dipercaya sebagai 
tempat peristarahatan Sunan Giri sewaktu singgah di kampung kami. Kini kampung 
di mana terdapat petilasan Sunan Giri tersebut diberi nama kampung Giren 
(kependekan dari 'Sunan Giri leren'). Setahun sekali pada peringatan hari 
bersih desa (sedekah bumi), orang-orang membawa ayam ingkung lengkap dengan 
nasi dan lauk-pauknya ke Punden. Di sana mereka akan saling berbagi: dan dengan 
demikian memulihkan harmoni (keselarasan) hubungan manusia dengan sesamanya, 
manusia dengan alam semesta, bahkan manusia dengan roh-roh gaib yang tidak 
kelihatan.

  Inti budaya Jawa adalah: Harmoni (keselarasan). Keselamatan ditemukan di 
dalam harmoni. Sehingga kenduri disebut juga: slametan. Di dalam kenduri, orang 
sekampung berkumpul, dan berbagi makanan dari 'ambeng' yang sama: hubungan baik 
dipulihkan, harmoni kembali ditegakkan. Orang Jawa bukan saja merindukan 
harmoni dalam hubungan antar manusia tapi juga hubungan manusia dengan alam 
semesta, bahkan dengan roh-roh gaib yang tidak kelihatan: maka diberikanlah 
sesaji di tempat-tempat angker: sumur-sumur tua dan pohon-pohon besar. Mereka 
tidak bermaksud 'menyembah' roh-roh tersebut, tapi sekedar bermaksud memulihkan 
keselarasan dengan seluruh alam (termasuk dengan alam yang tidak kelihatan).

  Karena hanya di dalam keselarasan (harmoni) dapat ditemukan keselamatan. Jika 
harmoni ini terganggu maka timbulah bencana: banjir bandang, perang, kerusuhan, 
terorisme, sakit-penyakit... dan semua bentuk 'sengkala' lainnya.

  Walahualam.

  www.catatanrenungan.blogspot.com

   

Kirim email ke