Semusim di syuga
kisah pemberontakan dengan iman

prolog

Dari ujung ke ujung langit tiada bertepi, dan di situlah iman berhenti. 

Tetapi andai pun langit mempunyai tepinya, di mana tiap misteri telah terpecah 
dengan matematika angka dan matematika jiwa, mungkinkah manusia berhenti 
memberontak?  

Saya tak yakin. 

Pemberontakan bukan saja dari sesuatu yang tak terjelaskan dengan akal. Tapi 
juga datang dari sesuatu yang diimani. Tapi iman yang pecah; dari retaknya 
iman. 

Orang percaya pada tuhan dan hidup bahagia dengan nilai-nilainya. Imannya 
nampak bulat dan tidak pecah. Kalau pun ada sedikit retakan, segera ia menampal 
retakan itu dengan sebuah kesadaran: itulah kebesaran tuhan. Ciptaannya yang 
tak terjelaskan akal. Iman menguncinya dengan percaya. Akalnya tak menjelajah 
lagi. Berhenti pada titik yang hanya ia bisa mengerti. 

Tapi kehidupan manusia serupa kehidupan alam. Dalam alam ada siang dan ada 
malam. 

Dalam manusia ada percaya dan ada tak percaya. Saya bergerak di keduanya. 
Bagaimana pun saya tak bisa menampik suara dari dalam jiwa: ada tuhan itu. 

Tuhan yang sering membuat jiwa saya takut. Membuat jiwa saya gemetar. 

Tuhan yang tak bisa saya bayangkan. Tuhan yang dicari kaum ilmuwan dengan 
menguak rahasia penciptaan. Akan berhasilkah mereka membuktikan adanya 
penciptaan? 

Jagad raya datang dari ledakan besar. Tapi dari mana gumpalan asap yang membuat 
big bang itu? Mungkinkah asap raksasa itu ada dengan sendirinya? Pasti ada yang 
menciptakannya. 

Saya tertarik akan ini tapi tak mampu menjangkaunya. Dan bukan pula tugas saya 
untuk menjangkaunya. Tapi dia berguna bagi saya untuk semacam lompatan, bahwa 
mungkin ada tuhan, mungkin tak ada tuhan. 

Sungguh saya ingin mempercayai adanya tuhan dengan utuh, tapi bagaimana kalau 
ia selalu menumbuk saya: dirinya yang tak bisa saya bayangkan. 

Betapa absurdnya jagad raya, betapa absurdnya manusia, tapi baik jagad raya dan 
manusia telah hadir nyata di hadapan saya. Bisa saya serap dengan indera indera 
saya. 

Saya tak tahu apakah jagad raya ini suatu ketika akan berakhir. Hukum kedua 
termodinamika mengatakan chaos. Apakah dunia membunuh dirinya sendiri lalu 
menghidupkan dirinya sendiri lagi. Berputar tiada berkesudahan. 

Tapi saya telah melihatnya dengan mata dan kepala saya sendiri. Saya kagumi 
keindahannya yang menarik-narik hati. 

Saya terpesona dengan lautan yang sunyi dan gunung yang tenang. Saya terpesona 
dengan manusia yang membuat kebaikan sekaligus kejahatan. Semua itu nampak 
nyata dan bisa saya nikmati. 

Tapi kalau kemudian saya mati? Nah, mulailah misteri yang mendera saya itu: 
akan kemana saya kalau mati? 

Saya memang telah melihat orang mati dan mereka tak pernah kembali lagi. Jadi 
mati itu sesuatu yang menghilang. Seperti tuhan yang menghilang. Nah kembali 
lagi kepada tuhan. Apakah tuhan itu dan darimana tuhan itu. 

Bagaimana mungkin tenaga yang tak terbayangkan itu menggerakkan jagad raya ini. 
Saya baca kaum imuwan itu tentang energi. Tapi tuhan itu, aduh, darimana dia? 
Kalau tuhan kita bayangkan saja sebagai tenaga maha dahsyat yang menguasai 
jagad raya, bisa saya rasa-rasakan. Tapi darimana dia, sungguh saya tidak bisa 
membayangkan lagi. 

Bagi orang lain mungkin remeh. Bahkan taken for granted sudah masuk ke dalam 
hatinya. Tapi bagi saya sungguh seolah kutuk: ia selalu bernyanyi dalam jiwa 
saya. 

Darimana tuhan itu ya. 
Darimana tuhan itu ya. 

Aduh tuhan. 

Begitu pelitkah dirimu pada diriku ini. 
Sampai harus terus bersembunyi. 
Berilah aku sedikit saja, 
akan geneologimu itu
tuhan. 

Janji deh, setelah itu akan tidak akan memberontak lagi. 
Aku akan tenang tenang mengimanimu. 
Dalam suka maupun dukaku.

(hudan hidayat)





      
___________________________________________________________________________
Nama baru untuk Anda! 
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. 
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Kirim email ke