Ini bukan karya seni, ini kampanye

Masak orang pindah AGAMA jadi karya seni, di bikin film lg.

Kenapa gak bikin karya yang benar2 dari hati kita sendiri, bukan karna dorongan 
dari MAYORITAS.




--- On Wed, 9/17/08, Hudan Hidayat <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> From: Hudan Hidayat <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: [ac-i] Bls: ayat ayat cinta novel meloagama - Sindrom Ayat-ayat  
> Cinta
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Cc: [EMAIL PROTECTED], "[EMAIL PROTECTED] FPK" <[EMAIL PROTECTED]>, 
> "artculture indonesia" <artculture-indonesia@yahoogroups.com>, "bhinneka 
> tinggal ika" <[EMAIL PROTECTED]>, "religion spritituality" <[EMAIL PROTECTED]>
> Date: Wednesday, September 17, 2008, 1:39 AM
> saya belum membaca novel yang dibahas damhuri ini. tapi saya
> sudah membaca novel ayat ayat cinta. tapi walau saya belum
> membacanya, kerincian damhuri mengungkap novel ini membuat
> saya bisa menebak nebak, novel jenis apakah yang sedang
> dibicarakan damhuri ini.
> 
> budi darma dulu pernah mengatakan sejumlah novel sebagai
> melodrama. yakni novel yang berkeras memaksakan kejadian
> terhadap tokoh tokohnya. pemaksaan demi untuk mencapai efek
> tertentu. dulu pengarang novel belenggu itu mengatakan
> persoalan sastra indonesia dengan sebuah pertanyaan: mengapa
> pengarang modern suka mematikan tokohnya? lalu dijawabnya
> sendiri: untuk membangkitkan kesan kesedihan secara puncak
> kepada pembacanya. terakhir yang konsisten berkata seperti
> ini dan menimbulkan wacana sastra (koran) adalah nirwan
> dewanto: betapa pengarang demi sejumlah ideal memaksakan
> kehendaknya kepada tokohnya. orang banyak terhenyak kaget.
> seolah barang yang disuarakan dewanto itu adalah wacana
> baru. padahal wacana serupa itu sudah disuarakan oleh arminj
> pane di dalam zaman pujangga baru.
> 
> tiga pendapat itu adalah senada. dari arminj pane, budi
> darma sampai nirwan dewanto mempunyai benang merah yang
> sama: betapa cerita dijadikan kendaraan belaka oleh ideal
> sang pengarang dalam memandang kehidupan.
> 
> puisi pun kalau terlalu banyak beban dan kering dengan
> penyampaian, akan menderita ketimpangan serupa itu. menjadi
> puisi yang kering. puisi yang kelewat besar pikirannya tapi
> kurus penyampaiannya. dari sudut bahasa kurang mencari
> bahasa. dari sudut ide pikiran gagal menyembunyikan diri ke
> dalam kalimat dan metapor.
> 
> menjadi puisi yang hambar. dikatakan esai bukan esai.
> dikatakan puisi bukan pula seni menyusun bahasa.
> 
> tetapi apakah bahasa dari seni puisi itu? lihatlah alam:
> diamnya mengandung misteri dan tanda tanya. besarnya membuat
> perasaan dan pikiran kita seolah langsung mengecil.
> eksistensinya membuat kita langsung diangkat dari dunia,
> tidak bisa tidak bertanya: aduh, siapakah sih pencipta alam
> ini? siapakah yang mengaduk dan membenturkannya ke dalam dua
> tegangan? dari mata air tenaga mana energi yang tak terkira
> kira ini berasal?
> 
> puisi yang hebat adalah puisi yang mempunyai tenaga
> sedemikian besar untuk menyedot kita ke dalam pusaran
> dirinya sehingga kita termenung.
> 
> bahasa seni menyusun puisi ini berlaku pula dalam dunia
> prosa. yakni bahasa dari seni menyusun cerita. cerita, nama
> lain dari deretan tokoh, perisitwa, tempat dan konflik atau
> pertalian di dalam plot kejadian atau hanya plot pikiran
> saja.
> 
> sehingga cerita di dalam cerita pendek atau novel menjadi
> sebuah cerita yang berayun ayun: cerita yang menghidu hidu
> kebenaran dan kebusukan sekaligus, dengan ayunan yang
> kencang atau setengah kencang. ayunan yang terlalu sering
> menimbulkan benturan daripada irama hidup yang tenang.
> benturan yang bisa kita baca sebagai benturan dalam
> peristiwa yang dialami tokoh secara nyata. maupun benturan
> keras di dalam jiwa tokoh itu sendiri.
> 
> saya menyebut ayat ayat cinta sebagai novel meloagama.
> bahwa agama di sana diratap-ratapi sebagai kehendak untuk
> manusia mengikut secara total agamanya. sehingga tokoh yang
> muncul bukan manusia lagi tapi manusia setengah manusia.
> setengah manusia adalah dia masih dicirikan oleh idiom idiom
> yang biasa melekat pada manusia. bisa bersedih dan bisa
> berduka. bisa marah pula. tapi sedih dan marahnya hanya
> dicangkokkan saja demi setengah manusia yang lain: manusia
> ide agama. manusia yang hendak mengikuti agama. dan agama di
> sini perlu digaris bawahi sebagai agama permukaan alias
> agama formal.
> 
> carilah ilmu, itulah nilai dari agama formal. tapi
> bagaimana mencari ilmu itu, itulah nilai dari agama
> penafsiran.
> 
> dan ayat ayat cinta foto kopi belaka dari pengkhotbah
> pengkotbah yang biasa kita jumpai di masjid masjid dan
> pengkajian: menyebarkan nilai nilai agama secara formal.
> agama yang belum kena dan tersentuh oleh tafsir.
> 
> lihatlah dunia nilai di dalam novel itu serupa dengan dunia
> nilai di dalam masjid: sebuah kehendak akan makna yang
> sempurna menjelma ke dalam hidup. makna dalam perspektif
> laku dan pikiran.
> 
> tapi tak satu pun kehendak novel itu untuk misalnya
> menjadikan makna mencari ilmu itu sebagai teka teki semesta.
> di mana novel sampai kepada menguak misteri dari rahasia
> tiap tiap benda. menemukan hukum hukumnya lalu berdasarkan
> hukum hukum itu bisalah membuat alat yang berguna bagi
> kehidupan praktis manusia. sang pengarang ahli hadis. dan
> sebagaimana ahli hadis di dunia nyata (bahkan bisa dikatakan
> pula mereka yang menganggap ahli agama di indonesia), tak
> pernah menggunakan keahliannya untuk mengeksplorasi nilai
> nilai agama yang berhubungan dengan alam dan menemukan hukum
> alam dengan ilmunya.
> 
> selalu soal makna. soal soal yang abstrak yang sering tidak
> dimengerti oleh orang banyak yang sedang dan terus menderita
> kekurangan dalam arti kemiskinan. miskin benda dan miskin
> harta. yang akhirnya membuat miskin jiwa pula. dan selalu
> yang disentuh oleh agama dan terutama oleh novel ayat ayat
> cinta ini adalah manusia yang miskin makna. bukan manusia
> yang miskin benda. di mana di dalam tangannya dia mempunyai
> cukup ilmu untuk, setidaknya, membuka wacana ke arah itu:
> eksplorasi benda.
> 
> melo agama itu nampak dari peran novel mendudukkan manusia
> perempuan dalam pola hubungan dengan manusia lelaki. di sini
> empat perempuan menjadi alat belaka, seolah perempuan yang
> tak mempunyai kehendak bebas demi nilai agama yang memandang
> kedudukan lelaki di antara perempuan. empat perempuan yang
> sengaja dikalahkan eksistensi dirinya. tapi ini sudah sering
> dibahasa orang dan pendapatku sama dengan penentang pentang
> novel ini.
> 
> novel ini disebut orang sebagai novel pembangkit jiwa.
> mungkin saja. tapi ketahuilah yang dibutuhkan oleh kita saat
> ini bukan lah kebangkitan jiwa tapi keberpunyaan benda benda
> secara merata di dalam masyarakat.
> 
> novel seperti ini tidak bisa tidak adalah novel yang
> merdeka dalam ungkapannya. tidak dibelenggu oleh nilai nilai
> agama formal yang belum kena penafsiran. sehingga ia menjadi
> novel yang mengeksplorasi kebebasan berpihak secara radikal.
> sehingga ia menjadi lambang bagi semangat jiwa orang untuk
> mencari. mencari rahasia rahasia alam baik alam di dunia
> makna maupun (dan terutama) alam di dunia benda. maka
> terjadi: dengan spirit sebuah novel yang mengandung
> kemerdekaan penuh, atau seni pada umumnya, akan menimbulkan
> ledakan inspirasi bagi kehendak untuk merambah rahasia
> rahasia alam.
> 
> sudah lahirkah novel novel dengan spirit serupa itu? sudah.
> tapi sebentar lagi novel novel yang begitu, atau seni yang
> demikian, agaknya akan terjerat oleh uu pornografi sepanjang
> bangsa dari negeri ubi kayu ini tidak terkena penyakit
> hangat hangat tai ayam dalam penerapan aturan aturan yang
> telah dibuatnya sendiri.
> 
> tapi pernah dalam rangkaian sebuah email di dunia maya,
> saya dan eddy a efendi dikatakan gila dan disebut serupa
> anjing, gara gara bersuara kritis terhadap novel yang memang
> digemari sebagian besar masyarakat, mereka yang menjadikan
> agamanya sebagai wacana wacana formal belaka. agama yang
> beku dan tak menumbuhkan penafsiran di dalam nilai nilai
> agungnya sendiri.
> 
> hudan hidayat
> 
> 
> 
> 
> 
> --- Pada Rab, 17/9/08, Damhuri Muhammad
> <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
> Dari: Damhuri Muhammad <[EMAIL PROTECTED]>
> Topik: [*Apresiasi-Sastra*] Sindrom Ayat-ayat  Cinta
> Kepada: [EMAIL PROTECTED]
> Tanggal: Rabu, 17 September, 2008, 5:15 AM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> SINDROM AYAT-AYAT CINTA
> 
> 
> 
> (Jawa Pos, Minggu 7 Sept 08)
> 
> 
> 
> Akhir-akhir ini cerita perihal suka duka mahasiswa
> Indonesia di
> 
> Universitas Al-Azhar, Mesir, makin marak dibincangkan.
> Gairah itu
> 
> muncul seiring dengan fenomena novel Ayat-ayat Cinta (AAC)
> karya
> 
> Habiburrahman El-Shirazy yang berhasil menembus angka
> penjualan lebih
> 
> dari 400.000 eksemplar. Fahri, tokoh utama novel itu,
> berhasil
> 
> menyita perhatian ratusan ribu pembaca untuk mengenal lebih
> jauh
> 
> tentang liku-liku kehidupan mahasiswa Indonesia di Kairo.
> Bahkan ada
> 
> sebagian besar penikmat novel yang terjerembab pada
> fanatisme
> 
> berlebihan terhadap sosok Fahri yang digambarkan sebagai
> laki-laki
> 
> tanpa cela, tak pernah salah, apalagi berdosa. Idealisasi
> yang utopia
> 
> dan sukar ditemukan dalam realitas yang sesungguhnya.
> 
> 
> 
> Barangkali itu sebabnya, setelah Ayat-ayat Cinta,
> berhamburan pula
> 
> novel-novel pengekor dengan modus pengisahan yang kurang
> lebih sama,
> 
> bahkan formulasi judul dan nama pengarangnya dirancang
> hampir-hampir
> 
> mirip. Salah satunya "Bait-bait Cinta" (2008)
> karya Geidurrahman El
> 
> Mishry yang penjualannya telah menembus angka 35.000
> eksemplar. Meski
> 
> terbilang pengekor, novel ini menyangkal idealisasi tokoh
> imajiner
> 
> yang serbasempurna dalam AAC. Pengarangnya berusaha
> membangun
> 
> idealisasi yang lebih realistis, lebih manusiawi, dan
> sesekali bisa
> 
> khilaf berbuat dosa.
> 
> 
> 
> "Langit Mekah Berkabut Merah" ini novel kedua
> Geidurrahman setelah
> 
> sukses dengan "Bait-bait Cinta" (BBC). Setali
> tiga uang dengan AAC
> 
> dan BBC, lagi-lagi ''lakon''-nya mahasiswa
> Al-Azhar. Namanya Firdaus,
> 
> yang tampil sebagai laki-laki ''nakal'',
> gemar gonta-ganti cewek,
> 
> bahkan berani menikah diam-diam tanpa sepengetahuan orang
> tua.
> 
> Pusaran kisahnya tidak di Kairo, tapi di Mekah, Saudi
> Arabia. Cerita
> 
> berangkat dari pengalaman tragis Midah, TKW asal Indonesia
> yang kabur
> 
> dari rumah majikan setelah berkali-kali nyaris diperkosa.
> Ia terlunta-
> 
> lunta di penampungan tak resmi lantaran KJRI tidak sanggup
> lagi
> 
> menampung TKW-TKW bermasalah. Pada saat yang sama, Firdaus
> sedang
> 
> bertugas sebagai temus (tenaga musiman), selama musim haji
> di Mekah.
> 
> 
> 
> Perwatakan Firdaus bertolak belakang dengan karakter Fahri
> yang
> 
> serbaideal dalam AAC. Ada dua perempuan yang ditaksir
> lelaki itu
> 
> sebelum ia jatuh hati pada Midah. Ia tergoda oleh
> kecantikan Thien,
> 
> dokter muda, petugas medis di Mekah selama musim haji. Pada
> saat yang
> 
> sama Firdaus juga menaruh hati pada Dina, putri pejabat
> tinggi yang
> 
> memilih Firdaus sebagai pemandu keluarganya selama
> menjalankan ibadah
> 
> haji. Kepribadiannya rapuh, labil, bahkan bisa disebut
> ''mata
> 
> keranjang''. Meski begitu, petualangan cintanya
> terasa lebih masuk
> 
> akal, tidak utopia sebagaimana idealisasi Habiburrahman
> dalam AAC.
> 
> 
> 
> Selain romantika yang mengasyikkan, novel ini juga
> menyingkap silang
> 
> sengkarut persoalan yang mendera para pahlawan devisa yang
> mendulang
> 
> rupiah di Timur Tengah. Midah sudah mengadukan persoalannya
> ke KJRI
> 
> Jeddah, tapi alih-alih mendapatkan perlindungan, ia malah
> disalahkan
> 
> karena kabur dari rumah majikan. Akhirnya Midah jatuh ke
> tangan Ubed,
> 
> lelaki pemilik tempat penampungan tak resmi untuk TKW-TKW
> bermasalah.
> 
> Uluran tangan Ubed bukan tanpa pamrih. Ia berkenan membantu
> karena
> 
> Midah masih belia, dan tentu saja; cantik. Ubed berhasrat
> hendak
> 
> mempersuntingnya sebagai istri ketiga setelah ia menikahi
> dua TKW
> 
> telantar lainnya yang juga ia ''simpan'' di
> penampungan itu.
> 
> Untunglah Firdaus buru-buru menghalangi niat Ubed, teman
> karibnya
> 
> itu. Lagi pula, setelah Firdaus mengenal Midah, ternyata ia
> adalah
> 
> anak perempuan guru mengajinya sewaktu kecil di Indramayu.
> Midah dan
> 
> Firdaus berasal dari daerah yang sama. Ubed berbalik untuk
> bersungguh-
> 
> sungguh membantu Midah, karena ia tahu, Firdaus telah jatuh
> hati pada
> 
> gadis lesung pipit itu.
> 
> 
> 
> Hubungan Midah dan Firdaus ternyata tak segampang yang
> mereka
> 
> pikirkan. Firdaus yang tidak tahan melihat perempuan
> cantik, kena
> 
> batunya. Dokter Thien ditemukan mati mengenaskan di lembah
> antara
> 
> Jabal Nur dan Jabal Rahmah. Ada seragam temus atas nama
> Firdaus tak
> 
> jauh dari mayat korban pemerkosaan dan pembunuhan itu.
> Firdaus
> 
> tertuduh sebagai pelakunya. Dalam persidangan, Midah
> memberi
> 
> kesaksian berikut bukti-bukti bahwa pada malam terjadinya
> pembunuhan
> 
> itu Firdaus ada di penampungan tempat tinggal Midah.
> Kesaksian itu
> 
> dibenarkan majlis hakim, karena ternyata kasus ini
> didalangi oleh
> 
> Junaidi, pejabat urusan haji yang menaruh hati pada dokter
> Thien. Ia
> 
> cemburu, karena Thien jatuh hati pada Firdaus. Junaidi
> memecat
> 
> Firdaus sebagai temus, dan memfitnahnya sebagai pelaku
> pemerkosaan.
> 
> 
> 
> Firdaus memang bebas, tapi ganti Midah yang dihadang
> masalah besar.
> 
> Tak lama setelah persidangan Firdaus, bekas majikan Midah
> dan dua
> 
> polisi Saudi datang ke penampungan. Midah ditangkap dengan
> tuduhan
> 
> kabur dan melakukan praktik prostitusi liar di penampungan.
> Tanpa
> 
> pengadilan Midah divonis dengan hukuman cambuk. Sebelum
> eksekusi,
> 
> Midah diperkosa oleh petugas-pertugas berseragam secara
> bergiliran,
> 
> hampir tiap hari. Bahkan ketika Midah sedang haid, mereka
> terus saja
> 
> melakukannya. Waktu itu, Firdaus sudah meninggalkan Mekah,
> ia berada
> 
> di Jakarta, di rumah Dina Oktaviola, putri pejabat yang
> baru saja
> 
> dinikahinya. Ia tersentak setelah menyaksikan tayangan
> televisi yang
> 
> memberitakan bahwa seorang TKW asal Indonesia akan
> dieksekusi dengan
> 
> hukuman cambuk. TKW itu Midah, perempuan yang lebih
> dicintainya
> 
> ketimbang istrinya sendiri.
> 
> 
> 
> Meski Firdaus datang ke Saudi dengan pengacara, dan telah
> melakukan
> 
> segala upaya agar kasus Midah bisa disidangkan, tapi
> semuanya sia-
> 
> sia. Gadis muda asal Indramayu itu akhirnya harus
> memasrahkan diri di
> 
> hadapan algojo, menerima hukuman cambuk yang bakal
> melumpuhkan semua
> 
> persendian di tubuhnya. Ia meninggal beberapa hari setelah
> eksekusi.
> 
> Firdaus sempat membawanya ke rumah sakit dan Midah sempat
> pulih. Ia
> 
> meninggal bukan karena sakitnya luka akibat lecutan cambuk,
> tapi
> 
> karena Firdaus bersijujur mengakui bahwa ia telah menikahi
> perempuan
> 
> lain. Midah yang peruntungannya tak mujur itu hanya satu
> dari sekian
> 
> banyak gadis-gadis muda Indonesia yang bercita-cita hendak
> mendulang
> 
> rupiah di Timur Tengah, tapi ujung-ujungnya pulang membawa
> musibah.
> 
> 
> 
> Kalau memang novel ini hendak membangun wacana tandingan
> 
> terhadap ''demam'' Ayat-ayat Cinta,
> utamanya dalam hal idealisasi
> 
> tokoh-tokoh cerita, kenapa nama pengarangnya masih mengekor
> pada AAC?
> 
> Bukankah itu sama saja dengan membangun rumah baru dari
> puing
> 
> reruntuhan rumah lama? Semestinya pengarang berani
> memosisikan novel
> 
> ini sebagai karya yang mampu tegak di atas kaki sendiri,
> tak harus
> 
> dijangkiti oleh ''sindrom'' Ayat-ayat
> Cinta...
> 
> 
> 
> DAMHURI MUHAMMAD
> 
> www.damhuri. tk
> 
> 
> 
> DATA BUKU :
> 
> 
> 
> Judul  : Langit Mekah Berkabut Merah
> 
> Penulis: Geidurrahman El-Mishry
> 
> Penerbit: Grafindo, Jakarta
> 
> Cetakan : I, Juni 2008
> 
> Tebal: 338 halaman


      

Kirim email ke