----- Original Message ----- 
  From: Forum Pakar Pangan 
  To: milis kompas 
  Cc: milis mediacare 
  Sent: Friday, October 17, 2008 12:52 AM
  Subject: [mediacare] Korban Perang Padri Minta Pelurusan Sejarah


  Korban Perang Padri Minta Pelurusan Sejarah
  
http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/10/16/20213541/korban.perang.padri.minta.pelurusan.sejarah


  /Kamis, 16 Oktober 2008 | 20:21 WIB


  MEDAN, KAMIS - Polemik soal Perang Padri mendapat tanggapan sejarawan 
sekaligus mereka yang menjadi korban. Mereka meminta pelurusan sejarah sehingga 
bisa dipahami secara arif generasi berikutnya. Ada hal-hal dalam Perang Padri 
yang menyimpan luka mendalam bagi korban perang .

  Hal ini disampaikan sejarawan melalui surat elektroniknya yang diterima 
Kompas, Kamis (16/10) di Medan. Gerakan radikal Padri tidak bisa dipandang 
sebagai suatu yang positif. Apalagi gerakan radikal Padri dipandang mampu 
mengisi dan mendinamisasi perubahan sosial saat itu, kata pemerhati sejarah 
Basyral Hamidi Harahap.

  Basyral membantah kesimpulan tersebut. Penilaian terhadap Perang Padri 
seperti itu dia anggap gegabah. Tragedi kemanusiaan yang luar biasa tidak bisa 
dinafikan. Bukan saja di wilayah budaya Minangkabau, tetapi juga di Tapanuli, 
kata penulis buku Greget Tuanku Rao ini.

  Menurut dia Perang Padri adalah perang paling lama (1803-1838) dan paling 
kejam dalam sejarah Indonesia abad ke-19. Mereka bukan saja berupaya menguasai 
sumber daya ekonomi di luar Minangkabau, tetapi juga menghancurkan memori 
kolektif dan karya sastra serta perbendaharaan kearifan lokal dengan 
membakarnya dan membunuh orang-orang arif dan terhormat.

  Dalam Perang Padri banyak sekali naskah sejarah yang hilang. Beberapa di 
antaranya berhasil diselamatkan oleh Asisten Residen Mandailing Angkola 
(1848-1857), Alexander Philippus Godon. Dia memperlihatkan naskah kuno 
Mandailing kepada Herman Neubronner van der Tuuk ketika berkunjung ke 
Panyabungan bulan Maret 1852. Buku berisi berbagai ilmu tentang pertanian, 
hukum, tradisi, dan pengobatan.

  Motivasi 

  Sampai sekarang, kata mantan peneliti KITLV (pusat kebudayaan Belanda) ini, 
motivasi pemusnahan naskah kuno itu belum jelas. Basyral sendiri merupakan 
korban Perang Padri karena nenek moyangnya tewas dalam pertempuran di Padang 
Lawas, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Dia sepakat bahwa Perang Padri 
merupakan perang dagang semata. Penyerbuan Padri ke Sumatera Utara juga terjadi 
lantaran habisnya logistik di Sumatera Barat.

  Respons Basyral ini muncul setelah ada bedah buku berjudul Gejolak Ekonomi, 
Kebangkitan Islam, dan Gerakan Padri karya Christine Dobbin. Bedah buku ini 
digelar oleh Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan 
(Unimed), Selasa (14/10) lalu. Dalam diskusi itu hadir antropolog Unimed Usman 
Pelly dan Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumut Nur Ahmad Fadhil 
Lubis.

  Kepala Pussis Unimed, Ichwan Azhari mengatakan perdebatan tentang Perang 
Padri penting dikembangkan secara akademis. Diskusi ini , katanya, justru 
semakin bagus untuk meletakkan wacana bahwa sejarah tidak bisa dipandang dari 
satu sisi saja. Selama ini Perang Padri banyak dilihat dari satu pihak. Belum 
banyak pendapat ilmiah dari sudut pandang korban perang, katanya.

  Dalam persoalan ini, perlu muncul pandangan orang luar seperti pandangan 
Dobbin tentang Perang Padri. Dikursus tentang ini tidak harus dibatasi oleh 
masing-masing klaim kebenaran.






  Andy Riza Hidayat 

   

Kirim email ke