buncah gieb - karikatur jiwa Nov 27, '08 12:12 AM for everyone Buncah Sebelas: Bagaimana Aku Dapat Membacamu?
[-:] apa sih ini? berkali mengerjap mata tetap tak juga jelas. puzzle huruf. kode inkripsi yang tak tembus. bahan masakan. jumputan rempah tercampur. yang entah apa dan sukar diendus. sesosok dengan ekspresi tak tertangkap mematung. Membeku dan membatu. bersidekap. membentuk imaji tak lengkap. [+:] Datanglah. Aku mengggigil. Menerjemahkanmu sebagai rindu. Pun kata yang termuntahkan. Sekedar gincu. Keakuan yang haus kekamuan. Hiper realitas. Dunia sepi yang berevolusi. Anomali. Membuncah getir. Menujumu. Mendebar rasionalitas. Menteror imaji. Merusak norma. Melanggar niscaya. Meluluhlantakan kekinian. Oleh waktu. Suntukku. Akanmu. Melebihi pengetahuan tentang tuhan. Seperti kun. Yang menemu fayakun. Tanpa alif. Sekedar serak. Riak. Gosh. Aku jatuh. Di duapuluhtujuh tulang rusukmu. [-:] tutup mata. lalu kubuka lagi. dan kembali semua menghambur. percikan serpihan darinya mengaburi mataku. mencoba menjadi upaya percuma. kesia-siaan yang menjelma resah. bagaimana aku dapat membacamu? ketika yang terbuka hanya mataku. sedang benakku meliar tak menentu. [+:] Bacalah. Sebelum hingar datang. Penuhi keranjang abjadmu. Dengan heningku. Ketika di sebuah sudut kau menemukanku. Telanjang. Tanpa keyakinan. Hati yang menganga. Agamaku adalah pertanyaan. Tentangmu. Kemana lagi akan aku buang gelisah. Langit tak mau menerima. Butakan saja mataku. Biar tak aku lihat lagi benakmu yang liar itu. Aku bertanya. Di duapuluhtujuh ruas hatimu. [-:] tutup mata. lalu kucoba buka mata dalam diri. menarik nafas dalam. menghalau galau hilang. mencoba melihat dengan mata berbeda. aku mulai membacamu. [+:] Lihatlah. Tanganku masih menggigil. Saat merengkuh pinggangmu. Debarku masih mericik deras. Menenggelamkan ganas jeram gaduh. Tidak hanya tubuhmu yang masuk dalam semestaku. Kemana ia hendak menuju? Duri tajam ada di situ. Awas. Jangan sampai kena kakimu. Siapa yang menaruh di situ? Untuk apa? Sekedar menjadi kenangan. Atau sebuah kisah yang akan menemu ruang. Menciptakan jarak. Menggoda. Seperti anak kecil berdiri menantang alam. Mengejar kupu-kupu. Bermain hujan. Membentuk endapan. Menunggu pemicu. Saatnya meledak. Aku masuk. Di duapuluhtujuh urat nadimu. [-:] huruf saling bertautan membentuk untai kata. kata berkejaran membentuk sekalimat rasa. kalimat berdampingan melengkapi makna. bahan masakan terjejer rapi dengan aroma rasa. tiap satunya berbeda dengan sarat makna. sesosok menatap dengan ekspresi aneka. bergeming. bergoyang. dan berlarian. mengembang lengan. memeluk imaji diri yang lengkap. ketika aku mulai dapat membacamu. menangkap tiap serpih maknamu. [+:] Buanglah. Semua tentang ironi. Dalam bahasa dan tanda yang ditunjuknya. Biar sebab waktu kita akan menuju. Garis lengkung berayun. Awalnya tiada. Kemudian ada. Aku di sini. Kamu di sana. Pun kita dekat tapi berjarak. Tetapi jarak tak ada dalam makna. Sebab makna mengatasi jarak -kata hudan-. Aku selalu. Di duapuluhtujuh kilometermu. [-:] bukunya telah habis kubaca. sarat makna memadat rasa. begitupun kamu. ketika mata yang kubuka bukan hanya dua. melainkan mata lain yang berbeda. saat kamu tidak hanya sekedar huruf dan kata. dan bukan sekedar rasa. [+:] Tulislah. Kehadiranku dalam heningmu. Belajarlah dari semesta yang tak memaknai kerumunan. Memecah kesuntukan dengan pemberontakan dalam diam. Tubuhmu rekaan yang melesak dalam peristiwaku. Bertemu di jutaan serat optik. Lebih dari lima putaran matahari. Membangun gagasan tanpa gagasan. Menciptakan metafor dari setiap pantulan. Di jalan. Di kamar. Di toilet. Pun saat kita berciuman. Aku terantuk. Di duapuluhtujuh gurat wajahmu. [-:] demikian aku memaknaimu. [+:] Demikian aku memahamimu dengan membacamu pada sebuah buncah. By mel di sebuah pagi dan gieb di sebuah siang dan sore. --------------------------------------------- dunia puisi selalu menantangku membuat makna baru. saya tahu dalam ilmu sastra beda penafsiran dan kritik sastra. walau bedanya kita bisa lihat dalam aplikasi pengelihatan yang berimpit dalam tubuh karya sastra itu sendiri. segala macam unsur puisi seperti bunyi, koherensi yang dilekatkan si aku lirik kepada tubuhnya sendiri selalu kulihat tanpa memilah anasir anasir nya yang bagiku struktur seperti itu menjadikan puisi mengering. aku lebih suka menangkap langsung sosok puisi itu dalam totalitasnya dan puisi itu datang sebagai retakan kehidupan, sebagai momen atau satu momen yang ditatap oleh penyair, dihayatinya dengan bahasa jiwanya dan keluar sebagai bentuk puisi. filsafat ilmu bisa melansir teori tentang keindahan. tapi keindahan dalam puisi bisa kita serap seolah kita terjun langsung dari sebuah pesawat yang melayang dari angkasa dan terjunlah kita tanpa payung dan tanpa terhnik bagaimana terjun. apa yang kita temui dengan kebebasan seperti ini? bertemunya larik dalam jiwa kita sendiri dengan larik dalam jiwa sang penyair. seperti aku bertemu dengan gieb sang penyair. lama aku merenungi puisi gieb: dunia apa yang hendak dibangunnya? mengapa tak ada pikiran yang runut menuju satu titik dalam larik larik yang bertaut? ia menyampaikan puisinya secara prosa tapi walau tehnik naratif yang dipakai larik lariknya tetaplah puisi: mengandung misteri yang dalam hal gieb misteri itu retak atau membelah dirinya dan memancarlah imaji imaji jiwa yang seolah tak hendak diam dan pikiran yang tak hendak diam. akhir akhir ini aku sering nonton film kartun di acara tv kabel itu dan lalu aku tersentak: betapa kartun adalah dunia puisi yang tanpa kata - hanya gerak, warna, gerak gerak yang mengatasi sureal dalam sastra. di sana tokoh tak ada yang menderita. kematian menjauh walau kejadian yang dialami tokoh kartun begitu fantastik. dunia kata mati dalam dunia kartun dan yang tinggal hanyalah imaji. rekaan kita menatap bayang bayang tokoh yang tak nyata itu tapi begitu manusiawi nampak di hadapan kita. aku masih meraba raba dunia puisi gieb seperti itu: seolah kartun liat dan melompat ke sana kemari memamerkan kesakitan pikiran dan jiwa sang penyair. seolah ada luka yang begitu dalam. kesan ini kutulis langsung di multiply. kelak akan kurenungi lagi dan aku ingin menuliskan gieb ini secara utuh. mencari cari tali menali dalam puisinya akan pendapatku ini: bahwa logika kartun yang fantastik dapat dipakai mendekati puisi gieb. hudan Prev: jaran goyang : ajal mengerang Can I loose my weight?