Untuk Pak Luluk Sumiarso


Pengajuan usulan tahun 2009 sebagai Tahun Budaya  berdasarkan hasil Kongres
Kebudayaan  2008 cukup menarik. Lebih menarik lagi diusulkan tahun 2009
sebagai:



*Tahun Budaya Malu 2009*



*Malu:*



1, melakukan pembongkaran bangunan kuno bersejarah,

2. tak melestarikan  kesenian tradisi,

3. berbuat korupsi,

4. melakukan penebangan pohon secara liar,

5. melakukan penyelewengan hokum,

6. mengkerdilkan arti pendidikan,

7. melakukan penyimpangan politik,

8. mengerdilkan keberagaman

9. dan lain-lain.





Sampai kini kata 'budaya' belum menjadi sebuah kata kerja yang tepat di
negeri ini. Kata budaya selalu disikapi dengan gegap gempita seremonial
belaka. Dengan menambahkan kata sifat 'malu' menjadi sebuah kata kerja pada
tiap individu di negeri ini akan mempunyai dampak besar. Adakah keberanian
pemerintah dan kita semua Indonesia mendukung Tahun Budaya Malu 2009?



Salam takzim,

Agung PW




On Thu, Dec 18, 2008 at 6:40 PM, joko sulis <kanci...@yahoo.com> wrote:

>   maaf, tahun &quot;kebudayaan&quot; yg bagaimana?,kebudayaan yg seperti
> apa?..budaya bingung, budaya korup, budaya seolah olah, seolah olah
> berbudaya, atau sekedar terus optimis , membangung optimisme,,,,,bahwa jalan
> yg mulus,tanpa banyak polisi tidur, masih ada,,,,,
>
> agung kurniawan wrote:
> > saya kiri pernyataan saya tentang kanan dan kiri adalh sebuah contoh
> bagaimana selama ini para intelektual dan "budayawan" telah terjebak dalam
> iklim parokhial yang sangat parah. Ketika membicarakan sebuah kongres
> kebudayaan persoalan terpenting yang menggangu "kepentingan nasional" yaitu
> homogenisasi pola pikir tidak diangkat. Bahkan dianggap semata-mata
> persoalan kesenian. Lepas dari apakah persoalan kebudayaan akan bicara
> tentang banyak hal, akan tetapi keheningan para pelaku dan penggiat kongres
> kebudayaan tentang UU pornografi dan hadirnya hukum berdasar salah satu
> agama tertentu, dan jelas-jelas tidak sejalan dengan "kepentingan nasional"
> (negara indonesia berdasarkan atas keberagaman) menyisakan pertanyaan besar.
> Mengapa ketika kepentingan akan indonesia yang beragam diusik tidak ada satu
> rekomendasipun mengenai hal itu? Mengapa justru yang
> > muncul rekomendasi tentang tahun kebudayaan? Apakah panitia dan peserta
> tidak bisa memilih mana yang urgent dan mana yang tidak? Kalau itu tak
> terjawab jangan-jangan kita para budayawan dan intelektual kampus tak lebih
> dari budak-budak kepentingan orang lain (pemilik modal, teknokrat
> pemerintah, politisi busuk dan lain sebagainya). Tolong pertanyaan yang
> terus saya persoalankan dijawab; bagaimana respon resmi dari kongres
> kebudayaan tentang homogenisasi indonesia melalui cara-cara pemberlakuan
> hukum yang bertentangan dengan tujuan dan kepentinga nasional? kalau itu
> tidak terjawab mengapa kita harus mendukung tahun kebudayaan 2009? agung
> kurniawan   --- On Wed, 12/17/08, mangoenpoerojo roch basoeki
> <elrob...@yahoo. com> wrote: From: mangoenpoerojo roch basoeki
> > <elrob...@yahoo. com> Subject: [ac-i] BUDAYA SALAH KAPRAH To: "budaya
> art" <artculture-indonesi a...@yahoogroups. com> Cc: "artculture- indonesia
> moderator" <artculture-indonesi a-ow...@yahoogro ups.com> Date: Wednesday,
> December 17, 2008, 12:15 AM
> > Sekaligus menanggapi seluruh komentar tentang "perlunya tahun kebudayaan"
> yang dilempar oleh mas Luluk Suniarso. 1. mari kita akhiri budaya saling
> menyalahkan dengan menyadari bahwa semua kesalahan yang sedang berjalan
> (berkenaan dengan penyelenggaraan negara) adalah SALAH KAPRAH yang
> membudaya. Siapapun yang memimpin negeri ini akan terjebak oleh
> kesalah-kaprahan itu. Kita ingin perubahan tanpa tahu apa yang mau diubah,
> diubah menjadi seperti apa, dan dimulai dari mana. 2. menurut saya, dari
> segi pola pikir, harus dimulai dari pola "penggunaan ilmu pengetahuan"
> (lihat saran mas profesor bambang hidayat). Ilmu pengetahuan yang semakin
> spesialissasi, hendaknya tidak digunakan untuk memaksakan perilaku
> masyarakat agar melakukan sesuatu sesuai tuntutan spesialis.  IP
> > hendaknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam arti
> kemampuan dan tuntutan dari masyarakat yang senyata-nyatanya. So, dengan IP
> itu kita harus berupaya dulu untuk tahu sebenar-benarnya kemampuan
> masyarakat kita yang tidak banyak tuntutan itu. Ilmu manakah yang harus kita
> gunakan...... (menurut pengembaraan saya, antropologi adalah ilmu utama
> untuk masyarakat kita). 3. Dari segi politik (agar tidak terjebak akan issue
> KIRI VS KANAN, mas Agung), kita harus bersepakat tentang TUJUAN NASIONAL.
> Untuk kita sadari bahwa kita sebagai sebuah bangsa yang katanya besar,
> ternyata tidak punya tujuan (makanya sering kita dengar "mau kemana negara
> ini"). Mari kita baca baik-baik apa kata pendiri negara "kenapa kita harus
> merdeka" di dalam Pembukaan UUD. 4. Akibat dari tidak punya tujuan nasional
> adlah TIDAK PUNYA "KEPENTINGAN NASIONAL". Dalam segala kasus, kita
> dihadapkan pada tarik-menarik kekuatan antar sesama. Contohnya, demokrasi
> dan
> > HAM apakah benar-benar merupakan kepentingan nasional. Pemihakan pada
> pemilik modal dalam kasus krisi global, apakah kepentingan nasional? OK,
> contoh yang tidak berkonotasi politik yaitu soal ROKOK. Asap rokok adalah
> racun kehidupan manusia perokok maupun non-perokok ; tetapi industri rokok
> juga menghidupi jutaan keluarga manusia dan negara (pajak). Bagaimanakah
> negara ini bersikap terhadap rokok, manakah yang disebut KEPENTINGAN
> NASIONAL? Begitulah sekedar masukan. salam, robama.
> >
>
> 
>

Kirim email ke