BERENANG DAN TAO 

"Arrive without traveling, do all without doing, see all without looking."


Sekitar dua bulan terakhir ini saya punya hobi baru: belajar berenang. Awalnya 
sederhana: suatu sore saya mancing bersama kawan-kawan di sungai. Melihat air 
sungai yang jernih saya tak tahan untuk nyemplung dan berendam di dalamnya. Dua 
orang kawan saya tadi, keduanya masih sangat remaja, meminta saya berenang. 
Saya tidak bisa berenang. Lalu mereka mengajari saya: renang gaya sungai. Dari 
pengalaman itulah saya mengambil keputusan untuk belajar berenang di kolam 
renang sungguhan. Karena ternyata berenang itu sangat menyenangkan.

Pertama kali masuk kolam renang, saya takut sekali dengan air. Saya berusaha 
keras untuk tidak tenggelam. Saya gerakkan tangan dan kaki secepat mungkin, 
tapi karena ketakutan gerakan saya kacau balau, nafas ngos-ngosan, dan akhirnya 
tubuh saya tenggelam. Saya berusaha makin keras lagi. Dan makin keras saya 
berusaha... makin saya tenggelam.

Seorang instruktur renang pernah mengatakan pada saya, "Jangan melawan air. 
Menyatulah dengan air." Benar. Makin kuat kita melawan air, makin kuat pula air 
melawan kita. Saat kita rileks, tenang dan menyatu dengan air, tubuh kita akan 
mengambang dengan sendirinya.

Begitulah pelajaran berharga yang saya dalami sambil berenang: Berhentilah 
melawan, rangkullah dengan ikhlas. Maka Anda akan menang tanpa berusaha. Inilah 
esensi ajaran Tao: berhasil 'tanpa berusaha'. Saat kita berusaha terlalu keras, 
kita justru akan mendapat hasil yang sebaliknya. Saat kita rileks, dan 
membiarkannya mengalir dengan sendirinya... voila: tahu-tahu kita telah 
menyelesaikannya. 

Maka semua karya yang hebat, entah itu di bidang musik, puisi, maupun ilmu 
pengetahuan, justru dihasilkan saat pikiran dalam kondisi yang rileks. Konon 
Albert Einstein menemukan teori relativitasnya ketika sedang duduk melamun di 
dalam perjalanan dengan kereta api. Seorang penyair ketiduran di bawah pohon 
saat sedang asyik mendengarkan kicauan burung, begitu terbangun dia menulis 
sebuah puisi begitu saja dan menjadi mahakarya: Ode to Nightingales. Energi 
kreatif justru mencapai puncaknya saat pikiran rileks.

Konon, kelabang yang berkaki seribu, dulu pandai sekali menari. Dia dapat 
menggerakkan seribu kakinya dengan lincahnya. Sayang, ada makhluk lain yang 
iri: si Belalang Sirik. Maka diapun mencari cara, bagaimana agar si Kelabang 
tak bisa menari lagi. Maka dengan licik ditulislah sepucuk surat pada kelabang:

"Tn. Kelabang yang baik,
Saya sungguh mengagumi tarian Anda. Bisakah Anda menjelaskan bagaimana Anda 
menari? Apakah Anda mengangkat kaki Anda yang nomer 147 kemudian kaki nomer 92, 
lalu menurunkan kaki nomer 64?"

Maka si Kelabang pun mulai memikirkan bagaimana ia menari: makin keras ia 
memikirkannya, makin sulit ia menari. Dan konon, setelah itu ia tidak pernah 
menari lagi. 

Benang merahnya adalah: jangan berusaha terlalu keras. Rileks, dan biarkan 
semua mengalir dengan sendirinya. Biarlah Yang Alami menyelesaikan segala 
sesuatunya. Sehingga bersama The Beatles kita pun dapat berdendang:

"Arrive without traveling, do all without doing, see all without looking...."

BTW, kini saya sudah bisa menguasai gaya katak. 


Salam,
www.catatanrenungan.blogspot.com

Kirim email ke