JURNAL TODDOPULI:
 
 
DARI  KONSET  DANIEL BÖHREN, L'HOMME DE REVOLT
 
 
 
Dalam rangka acara menyambut Tahun  Baru 2009, FR2, salah satu terus tivi 
Perancis, menyiarkan konser Philharmoni Wina, Austria yang kali ini khusus 
menggelarkan karya-karya Johan Strauss. Ruang konser yang megah dihiasi 
bunga-bunga diselenggarakan dengan penuh ritual sebagai "sahabat mususi 
klasik" . Ritual, sebagai suatu penghargaan Austria kepada para seniman-seniman 
yang mengangat nama bangsa dan negeri segi kebudayaan. 
 
Saya bukanlah orang  yang mengerti musik tapi menyukai musik, termasuk menyukai 
Strauss dan walsanya. Saya mengaggumi juga bagaimana penyelenggara negara dan 
suatu bangsa menghargai seniman-senimanya. Jasa dan karya-karya mereka. 
Menghargai dan mengenang seseorang sesuai tempatnya.  Jika masalah penghargaan 
ini diluaskan lingkup masalahnya, maka kitaakansamâipadamasalah ingat dan lupa 
dalam sejarah. Masalah kejujuran. Apabila kejujuran ini  ada, kita tidak akan 
lupa orang-orang yang berjasa bagi kemausiaan dan pemanusiawian manusia;, 
kehidupan dan masyarakat. Kita tidak akan membunuh pahlawan sampai 
berkali-kali, apa pun corak pemikiran mereka. Kita tidak akan  
menjungkirbalikkan sejarah bangsa kita sendiri .
 
Kesan inilah yang saya dapatkan mlihat konser dan ritualitas ketika 
menggelarkan karya-karya Strquss hari ini di bawah pimpinan Daniel  Böhren.
 
Konser Philharmoni Wina kali ini juga melayangkan kenangan saya akan peringatan 
ulta Brahms yang ke-100 di Paris bebrapa tahun silam. Dalam rangka peringatan 
seabad lahirnya kompo,is ini, Peracis mener itkan dalam jumplah besar, 
karya-karya Brahms dalam bentuk CD. Di berbagai tempat, mumai dari gedung 
kesenian tertetup memalui taman-taman sampai ke kuburan, dselenggarakan 
konser-knser yang memperagaka karya Brahms. Konser-konser ini senantiasa penuh 
sesak dengan pengunjung. CD nya pun segera terjual habis. Melihat keadaan 
begini, saya menyaksikan betapa karya-karya komponis ini dinikmati oleh 
masyarakat dan menjadi keperluan masyarakat.  Saya lalu teringat akan arahan 
Lekra tentang dua tinggi: "tinggumutu ideologi dan tinggi mutu artistik" serta 
"meluas dan meninggi". Laris habisnya CD karya-karya Brahms dan konser-konser 
terbuka serta tertutup yang selalu dipadati pengunjungi,   bartangkali bisa 
menunjukkan bahwa masyarakat ketika sampai pada
 tingkat apresiasi sastra-seni tertentu bisa menikmati karya-karya "dua 
tinggi".  Hal ini juga saya saksikan ketika untuk menyaksikan pamaera van Gogh 
dan Picasso , jauh-jauh hari diperlukan pemesanan tempat atau  karcis masuk. 
Keadaan begini pun perah saya saksikan dalam bidang saastra  ketika saya berada 
di Republik Rakyat Tiongkok -- negeri yang bisa dibilang tingkat buta aksaranya 
sudah samai pada tingkat nol. "Nyanyian Remaja" karya Yang Mo, atau Ouyang Hai, 
sekalipun dicetak dalam jumlah berjuta-juta eksemplar segera habis terjual. 
 
Adanya tingkat minat pada saastra-seni begini barangkali tak lepas dari tingkat 
minat baca, tingkat buta aksara dan apresiasi sastra-seni.  Ketika berbicara 
soal apresiasi barangkali tak terlepaskan peran kritikus astra-seni dan 
pendidikan apresiasi. Dalam konteks ini, saya melihat arti penting karya 
Nurhady Sirimorok "Laskar Pemimpi, Andrea Hirata. Pembacanya Dan Modernisasi 
Indonesia" [Insist Press, November 2008,  191 hlm.]. Lepas dari sepakat 
tidaknya kita dengan pendapat Nurhady Simorok,  saya kira karya Nurhady mengisi 
lengang dunia kritik sastra- seni yang serius. Nurhady berusaha membahas karya 
Andrea secara menyeluruh, bertanggungjawab, meggunakan pembanding dan acuan . 
Bukan dengan metode celetukan atas nama apresiasi dan kritik yang sering 
mengesankan berangkat dari penilaian diri berkelebihan yang tidak diperlukan 
oleh kritik sastra serius apalagi jika dihubungkan dengan ilmu yang memerlukan 
kerendahan hati dan kejujuran. Kritik sastra
 serius barangkali dekat dengan usaha medapatkan batu giok dengan melempar batu 
bata.
 
Konser Philharmoni dengan Daniel Böhren  yang kocak dan komunikatif  sebagai 
konduktur meningggalkan kesan lain dalam soal keberpihakan. Ia mempunyai kaitan 
keluarga dengan Israel tapi  memegang paspor Palestina --dan  negara-negara 
lain seperti Amerika Serikat. Untuk menganjurkan ide perdamaian langgeng 
antara  Palestina-Israel,  Daniel pernah menyelenggarakan konsert bersama 
antara musisi Palestina dan Israel untuk perdamaian. Perdamaian antara 
Plestina-Israel merupakan komitmen manusiawi Daniel sebagai seniman. Daniel 
bukan seorang seniman setril yang tak acuh pada politik. Seni tidak dipisahkan 
oleh Daniel dari politik. Daniel tidak ia tabukan dan menjadi alergi. Komitmen 
manusiawi ini dengan tandas ditunjukan oleh Daniel saat ia bermain sebagai 
konduktur Philharmoni Wina hari ini. Ia menyla konser dengan pidato singkat 
yang menggarisbawahi perlunya hidup berdampingan damai antara Palestina-Israel. 
Sesudah pidato singkatnya, seluruh
 manusiawi Philharmoni berdiri serentak dengan mengacungkan tangan, 
berseru:"Damai di bumi". 
 
Ketika téahun lalu di Paris pameran bnku internasional dengan Israel  sebagai 
tema utama, saya ketahui bahwa  secara umum, sastrawan-sastrawan tergolong 
nyanh anti perang dan berpihak pada hidup damai berdampingan antara Israel- 
Palestina. Sikap ini pun tercermin di dunia filem Israel.  Sikap yang berbeda 
dengan sikap penyelenggara negara Israel.Dari sini saya melihat bahwa dunia 
sastra-seni merupakan republik berdaulat sendiri yang berdiri berhadap-hadapan 
dengan republik politik. Daniel Böhrem yang mentas  bersama Philharmoni Wina, 
Australia  saat merayakan Tahun Baru 2009 menggarisbawahi posisi berdaulat 
republik sastra-seni.  Posisi sadar begini lebih dimungkinkan ketika 
sastrawan-seniman tidak mengucilkan diri dari politik tanpa usah  menjadi 
partisan partai politik. Buta politik akan menumpulkan hati dan otak senoman. 
Brangkali. Ketumpulan hati dan kepala yang membuat kepekaan manusiawi pun akan 
menyebabkan keasyikan pada diri
 sendiri tanpa acuh pada lingkungan di mana ia hidup Mengasingkan diri sendiri 
secara sukarela. Keasingan diri dari hidup dan masyarakat inilah yang 
disinggung oleh Albert Camus dan yang menyebabkan ia menjadi seorang 
"pemberontak". Pemberontakan tidak akan ada pada yang tidak acuh dan asing dari 
kehidupan. Pemberontakan, "l'homme de revolte"  adalah tanda keberpihakan 
manusiawi. Pemberontakan artistik inilah yang saya saksikan pada konser Daniel 
Böhren bersama Philharmoni Wina, Austria. ***
 
 
Toddopuli, 2009
----------------------
JJ.Kusni


      Happy Holidays from Yahoo! Messenger. Spread holiday cheers to your 
friends and loved ones today! Get started at http://emoticarolers.com/

Reply via email to