Dari Arsip Andi Makmr Makka The Habibie Center “BEPPA TELLO” KUE ORANG PORTUGIS (1)
"BEPPA tELLO " Dituturkan : A.Makmur Makka Ketika saya belajar di Amerika Serikat, Kuntherra, wanita lajang teman sekelas saya dari Thailand pada suatu hari membuat kejutan kepada saya. Ia memberikan kepada saya kue Thailand kiriman dari keluarganya. Kue itu kecil berwarna kuning dan sangat manis karena memakai kuah dari gula yang bening. Kata Khunterra, kue itu kue tradisonal Thailand .. Ketika saya cicipi dan melihat bentuknya, kue itu tidak lain “Beppa Tello” berbagai bentuk, kue tradisonal orang Bugis. Bagi orang Bugis, “Beppa Tello” sering disajikan bilamana ada hajatan pengantin, atau disajikan kepada tamu-tamu khusus. Saya katakan kepada Kuntherra, kue ini sama dengan kue tradisional Bugis, tidak ada bedanya. Ia mulanya heran dan tidak percaya. Bagaimana mungkin, ada persama kue yang kami anggap sebagai kue tradisional daerah kami masing-masing. Thailand cukup jauh dari Sulawesi-Selatan. Namun kemudian, dia mengakui bahwa menurut orang tuanya, kue itu aslinya dari Portugis. Beberapa abad yang lalu, orang Portugis di Thailand mengajari orang Thailand membuatnya. Saya baru mengerti, tetapi kenapa sama dengan kami di Sulawesi -Selatan ? Thailand adalah negara Asia yang tidak pernah resmi dijajah oleh bangsa lain, termasuk bangsa Portugis. Tetapi Raja Thailand, dinasti Mongkut sampai Chulaalongkorn tahun 1800 sangat toleran dan bisa menerima bangsa apa saja dengan damai di kerajaan Thailand. Karena itu, Portugis walaupun tidak dalam kapasitas menjajah, Portugis pernah lama memengaruhi budaya kerajaan itu. Pada saat itulah kemungkinan sejumlah budaya bendawi dan tradisi Portugis diadaptasi di Thailand , termasuk “Beppa Tello” tadi. Di Indonesia para perantau Portugis sejak abad 15 sudah menjelajah Indonesia . Apalagi setelah Portugis yang menaklukkan Malaka, mengadakan hubungan dagang dengan Indonesia . Bahkan Portugis menduduki wilayah Indonesia , bermula dari Ambon . Di Suppa, Antoni de Payva malah pernah berhasil membaptis penguasa Suppa tahun 1543. Setelah itu, Portugis sangat dominan sebagai pedagang di seantero Sulawesi-Selatan. Mereka hanya terusik setelah Pelabuhan Bacukiki dipindahkan ke Somba Opu oleh Raja Gowa . Portugis juga menguasai bandar Parepare selain pengusaha Melayu dan Belanda. Pada masa itu pula, saya kira ada adopsi kebudayaan dan tradisi Portugis oleh penduduk lokal. Buktinya, “Beppa Tello” tadi.. Sejak dulu, saya percaya kita cukup banyak menerima kebudayaan luar, termasuk dari Portugis, kemudian dipindahkan dan diakui sebagai budaya dan tradisi kita sendiri. Saya tidak terlalu percaya bahwa budaya bendawi kita selalu asli dan kita ciptakan sendiri. Menurut Pelras , pada masa lalu , “perahu panjang” orang Portugis bisa lalu lalang dari Bone ke Sidenreng dan Wajo. ketika itu Sungai Saddang masih bermuara di Selat Makassar diantara Sawitto dan Suppa. Perahu Portugis ini dapat melayari Teluk Bone dengan melewati Sungai Cenrana. Bahwa ekspor hasil bumi yang berasal dari Sulawesi Selatan pada tahun 1511, dapat memenuhi semua kebutuhan orang Portugis di Malaka.. Pernyataan ini dikutip dari Pinto pengelana Portugis yang terkenal. Cukup dengan 6 cruzados atau senilai 1.800 rial Portugis atau bahasa Bugis “rella “, orang bisa membeli tiga ekor kerbau, dua puluh ekor babi, tiga puluh ekor kambing atau 360 ekor ayam. Mereka pun biasa mengangkut budak-budak yang mereka beli di Sulawesi Selatan untuk dibawa ke kawasan lain di Asia. Masih menurut Pelras, abad ke 17 di Makassar, masih ada komunitas dagang Portugis dan Mestizo, peranakan campuran Portugis dan pribumi..Setelah Portugis dikalahkan oleh Belanda di Malaka, makin banyak pengungsi Portugis datang ke Makassar , jumlahnya mencapai 3.000 jiwa. Mereka tinggal dan mendirikan gereja sendiri di Barobboso (sebelah selatan Somba Opu). Seorang pedagang Portugis ternama waktu itu Fransisco Vicera de Figueredo di Makassar di kenal dengan nama “ We Hera” . Karaeng Patingaloang, intelektual kerajaan Gowa yang terkenal, dikabarkan sangat fasih berbahasa Portugis, Jika seseorang hanya mendengar suaranya berbicara dalam bahasa Portugis, orang itu akan menyangka Karaeng Patingalloang adalah orang Portugis. Hal ini, memberikan gambaran betapa fasihnya intelektual Kerajaan Gowa yang juga ahli perbintangan ini dalam bahasa asing. Menurut Alif Danya Munsy dalam buku “ 9 dari 10 kata Bahasa Indonesia adalah Asing”. Pengaruh bahasa Portugis dalam bahasa Indonesia antara lain kata : beranda dari “veranda”, meja “meza”, peluru “pelor”, kasta “casta”, nenas “ananas”, garpu “ garfo”. Termasuk kata lemari, kemeja, kereta, martil, lentera , mentega, nyonya, dan seabrek lagi bahasa Indonesia ditiru dari bahas Portugis. Betapa banyak peninggalan budaya Portugis yang kita serap dan gunakan sampai sekarang ini. Tidak hanya di Sulawesi-Selatan, tetapi juga di beberapa wilayah Indonesia lainnhya. PUI-PUI ALAT MUSIK ASAL INDIA (2) Dituturkan : A.Makmur Makka Saya selalu memerhatikan instrument pui-pui yang dipakai oleh kelompok pemusik tradisional jika mengiringi prosesi pengantin menuju ke pelaminan. Pui-Pui bukankah alat musik India yang populer? Perhatikan penjinak ular yang biasa mengamen di pinggir jalan di New Delhi atau dimana saja di India . Karena itu, saya selalu berpikir, dari mana asal alat musik yang selalu dibanggakan sebagai alat musik asli Bugis Makassar ini. Apa benar asli dari Bugis-Makassar ? Dalam sejarah Asia Tenggara yang ditulis oleh berbagai pakar, dinyatakan bahwa bangsa-bangsa yang mendiami gugusan pulau di Asia Tenggara ini, semuanya pernah mendapat pengaruh dari kebudayaan bangsa-bangsa lain, seperti halnya India,China. G.Codes dalam bukunya “ The Indianized States of Southeast Asia”, begitu pula dalam buku Milton Osborne “ Southeast Asia” , menyebutkan bahwa “Indianization” atau “peng-Indiaan” Asia Tenggara, bukan berarti datangnya orang India berbondong-bondong ke Asia Tenggara. “Peng-Indiaan” yang dimaksudkan, adalah pengaruh budaya bangsa ini pada bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Ada bangsa yang sama sekali tidak tersentuh pengaruh India , yakni Vietnam dan Filipina.. Tetapi Indonesia , Kambodja dan Thailand termasuk yang terkena pengaruh India . Indonesia terpengaruh melalui hubungan kerajaan Majapahit pada abad ke sebelas. Saat itu, Majapahit di Jawa adalah kerajaan Hindu yang sangat kuat di Nusantara. Bukti peninggalan Majapahit yang dipengaruhi Hindu terlihat pada peninggalan candi-candi yang masih ada sampai sekarang ini. Candi Borobudur misalnya, mencontoh stupa-stupa candi di India dengan patung-patung Budha di dalamnya. Relief pada dinding candi menunjukkan cerita yang diadaptasi dari Ramayana dan Mahabrata. Dewa-dewa yang dipercaya seperti Syiwa , Wisnu, Batara Guru sangat familiar di Jawa. Begitu pula kesusasteraan dalam bahasa Sanskerta pada Negarakertagama. Semua ini menunjukkan pengaruh India di kerajaan nusantara , melalui adaptasi budaya dan system pemerintahan yang dipraktekkan oleh penguasa masa itu. Hanya di Bali sampai saat ini yang masih tetap menganut agama Hindu, karena kerajaan-kerajaan Hindu yang ada di Jawa tenggelam dan lenyap dengan masuknya pengaruh Islam di abad ke enambelas . Sulawesi yang terletak diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik adalah lalu lintas perdagangan yang ramai disinggahi berbagai bangsa. Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit yang Hindu, seperti yang ditulis Prapanca dalam Negarakertagama, sekitar tahun 1365, ekspedisi Majapahit pernah menyinggahi Sulawesi .Kemungkinan saat itu, terjadi kontak budaya dengan penduduk setempat. Cerita dalam mitos I Lagaligo banyak bercerita tentang Dewa-Dewa yang banyak ditemukan dalam cerita-cerita Hindu. Dewatasewae’, Batara Guru, misalnya adalah idiom-idiom Hindu. Sebagian kecil masyarakat seperti To Lotang di Sidrap, sampai sekarang mengakui menganut kepercayaan Hindu. Bissu yang masih banyak kita temui sekarang ini adalah peninggalan dan tradisi kerajaan-kerajaan yang masih mewarisi kebudayaan Hindu. Pakaian mereka yang kuning, mengingatkan kita pada pakaian Biksu di negara Hindu seperti India , Thailand , Burma . Begitu pula bahasa yang digunakan Bissu adalah bahasa khas yang masih bersentuhan dengan bahasa kepercayaan Hindu. Pada masa lalu, kita sangat suka menggunakan bahasa Sanskerta, tidak terkecuali di daerah-daerah di luar Jawa. Bahasa itu dipopulerkan melalui pejabat dan pakar bahasa di Jakarta . Lihat misalnya kata : “ graha paripurna” ( ruangan pertemuan paripurna) , “grahasaba” ( ruangan sidang utama) ,” pustakaloka” ( ruangan perpustakaan) . Kata “perpustakaan”, “perwira” dan sejumlah kata serapan lain adalah bahasa sanskerta yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia . Namun kita biasa meniru secara berlebihan. Bunyi-bunyian dan Kancing Upacara yang kita akui sebagai “adat dan tradisi” pada perkawinan bangsawan Bugis – Makassar yang masih banyak dipraktekkan sampai sekarang ini, ternyata banyak budaya impor. Misalnya, setelah melalui tata cara pernikahan berdasarkan syariat Islam , maka dilakukan tata cara adat yang masih sangat kental meniru cerita mitos Lagaligo ( pengaruh Hindu). Hanya Bissu sekarang digantikan oleh seorang Indo Botting ( harus perempuan). Kancing sebuah alat seperti dua gong ukurang kecil yang saling bisa diadu dan menghasilkan bunyi, terbuat dari kuningan adalah alat bunyian-bunyian dalam praktek keagamaan Hindu. Upacara Mappasikarawa ( membatalkan wudhu), dulu dipimpin oleh Bissu yang menuntun pengantin laki-laki menuju pengantin perempuan, memegang masing-masing ujung kain putih yang dipilin , adalah symbol pelangi dalam mitos Lagaligo, yang cenderung menggunakan idiom budaya Hindu. Peralatan rumah tangga dari kuningan yang biasa digunakan pada pesta perkawinan anak bangsawan juga bukan seluruhnya asli buatan orang Bugis. Misalnya tempat makanan ( kompu), cerek ( cere), baki ( bosara) , kobokan ( akkonnyoang), tempat sirih-pinang ( ototang) semua kini sudah langka. Bosara sekarang hanya terbuat dari karton dililit hiasan kain dan kertas emas. Kerajinan ini menurut Pelras, kemungkinan pernah dibuat oleh pengrajin Bugis, tetapi sangat meragunkan diproduksi missal, karena sumber atau bahannya tidak ada di Sulawesi . Sekarang peralatan ini, hanya disimpan oleh segelitir keluarga, kadang-kadang dipinjamkan jika ada pesta penting. Atau dijadikan tempat sesajin di “Pusat rumah” atau Posi Bola. Kadang-kadang saya berpikir, kebudayaan bendawi mana yang asli kita miliki ? Hampir rata-rata menjadi kebudayaan pinjaman yang kemudian kita akui sebagai asli milik kita. Semua ini memberikan pelajaran bahwa kita harus hati-hati mengklaim sesuatu peninggalan budaya adalah asli atau genuine milik kita. Kita harus akui bahwa selalu ada asimilasi budaya antarbangsa , selalu ada akulturasi antarbangsa, suku, yang melalui proses waktu yang sangat panjang sampai akhirnya seperti yang kita dapati sekarang. Instrumen musik Pui-pui dari mana, gesong-kesong, sinrili darimana ? Baju Bodo, Baju Labbu, arisitektur rumah, cara bertani, system berlayar, semua mempunyai sumber yang mungkin asli. Tugas kita, memang harus selalu kreatif mengadaptasi dan menjawab tantangan waktu.**** New Email names for you! Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/