Bukankah dulu wayang orang hanya dinikmati dan dimainkan oleh kalangan terbatas juga? kesenian rakyatnya adalah ketoprak, yang lebih nge-pop dijamannya?
sama seperti, siapa yang bisa nonton Opera Ida, yang dimainkan di panggung Pyramida Giza?... kan hanya orang-orang tertentu, habis tiketnya saja mahal kalau wayang orang mau dikemas seperti "La Galigo" ala Bob Wilson, bisa juga meledak dengan harga tiket melangit. Tapi, apakah mereka yang datang sungguh bisa meng-apresiasi? alih-alih menikmati, mereka yang beli tiket dengan harga melangit (ketika "La Galigo"), malah ngorok di bangku VIP materi bisa "dibeli", tapi apresiasi tidak masalahnya, kalau pun tiket murah, apakah yang datang sungguh apresiatif atau tidak fenomena Wayang Orang Bharata di JAkarta, yang bias masuk Gedung Kesian Jakarta, mungki bisa jadi bagian strategi, karena di GKJ orang bisa duduk dengan nyaman dan pertunjukkan dikemas dalam seri 2-3 jam, tidak semalam suntuk wayang dahulu adalah untuk masyarakat agraris wayang sekarang kalau mau hidup, kudu dikemas ala masyarakat industri kalau mau ada strategi kebudayaan lhoooo... eeeh seperti,... tapi Nano Riantirano dengan Republik Petruk nya mampu memaku penonton duduk di kursi penonton selama 4 jam. itu seni tinggi (high art) apa seni rendah (low art) ya? Tabik Gayatri --- On Fri, 20/2/09, BDG KUSUMO <bdgkus...@volny.cz> wrote: From: BDG KUSUMO <bdgkus...@volny.cz> Subject: [ac-i] Re: Wayang Orang Sriwedari Date: Friday, 20 February, 2009, 2:24 PM Saya kira di Indonesia, seperti di Eropa, akan terjadi pemisahan yang jelas antara seni canggih klasik dengan seni hiburan massal. Juga makin jelas perbedaan selera peminatnya. Sukar untuk menyajikan sekaligus misalnya opera Verdi dan ballet klasik Bolshoi Theater dengan show Madonna. Atau adegan wayang yang penuh dengan falsafah berat adiluhung bersama dangdut dan atau musik campursari ria. Keduanya punya peminat tertentu, aneh bila dicampur dalam kemasan bersama. Salam, Bismo DG (mencoba jadi konsumen karya seni) ----- Original Message ----- From: awind To: nasional-list@ yahoogroups. com Sent: Friday, February 20, 2009 12:52 AM Subject: [nasional-list] Wayang Orang Sriwedari http://www.ranesi. nl/arsipaktua/ indonesia060905/ 2sriwedari200902 19 Wayang Orang Sriwedari Hanya Ramai Pada Hari Libur KBR 68H 19-02-2009 Laporan KBR 68H Wayang orang merupakan warisan budaya Kraton Surakarta. Sejak zaman Pakubuwono X, yang memerintah sampai tahun 1939, pertunjukan wayang orang bukan lagi milik istana, tapi bisa dinikmati masyarakat umum. Pertunjukan yang nyaris berumur seabad itu kini seakan tertidur lelap, tak terdengar lagi kabarnya. Berikut laporan tentang pertunjukan wayang orang yang masih bertahan di tengah terpaan zaman modern. Tiga raksasa menjadi pembuka pertunjukan wayang orang di gedung Sriwedari, Solo, Jawa Tengah. Lakon malam itu 'Sakuntala' dari Mahabharata dengan pesan moral kesetiaan. Tepuk tangan penonton tak juga mengusir kesunyian pertunjukan yang berlangsung Jumat malam itu. Bukan karena kota Solo seharian diguyur hujan, tapi dari 500 kursi yang tersedia, hanya 20an yang terisi penonton. Suasana pun tampak lengang, meski lakon raksasa, lenggak-lenggok penari dan banyolan Petruk menghibur penonton. Sepi Penonton Meski sepi, setiap hari selalu disajikan lakon baru. Salah satu sutradaranya adalah Dewoso yang sudah bergabung dengan Wayang Orang Sriwedari sejak 2000. Dewoso: Kami punya program dalam satu tahun tidak ada cerita yang sama. Menyiapkan paling tidak 365 cerita, mempunyai pegangan buku yang sutradara tua referensi bukunya hanya di Sriwedari, tetapi yang sutradara muda, itu saya kasih beberapa referensi baik Mahabarata yang asli dari India. Serat-serat Pusnoporojo atau serat-serat yang berkaitan dengan wayang yang ada Museum Surakarta harap dibaca. Penonton hanya perlu mengeluarkan Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah) bagi pertunjukan selama tiga jam, dari pukul delapan hingga sebelas malam. Penjaga karcis Puji Maharani tampak santai mencorat-coret kertas kosong menunggu penonton di loket. Hingga sepuluh menit menjelang pertunjukan baru terjual tigabelas tiket. Puji Maharani: Wah hari ini 11 mas, 13 sama yang dua tadi. Biasanya sampai 20-25 hari biasa. Kalau hari Minggu lebih dari 100. Hari Minggu saja raménya. Ada 500 kursi, bawah atas. Tiap hari rata-rata 25, banyak yang kosong. Kalau malam Minggu aja sama hari libur sekolah yang ramé sekali. Kalau hari-hari biasa, apalagi ini hujan, sepi. Tadi malam cuma 14. Budaya Negeri Gedung wayang orang Sriwedari terletak sekitar dua kilometer dari Keraton Kasunanan Surakarta. Di depan gedung seluas 600 meter itu terdapat patung Gatotkaca dan Srikandi. Ada juga spanduk bertuliskan "Cintailah Budaya Negeri Kita". Sayangnya, gedung kesenian tua itu tampak tak terawat baik. Atap gedung terlihat rusak dan dinding sulit dibedakan berwarna putih atau kuning. Untunglah sebagian penonton masih merasa nyaman di dalamnya, karena dilengkapi mesin pendingin ruangan dan bangku kayu yang baik. 200 meter di depan gedung Sriwedari terdapat tempat hiburan keluarga dan anak-anak. Tempat ini ramai pengunjung, meski karcisnya lebih mahal, begitu kontras dengan gedung wayang orang. "Kesetiaan Melestarikan Peninggalan Kebudayan Keraton". Itulah panutan warga Solo untuk tetap mempertahankan wayang orang. Kebanggaan tersendiri bagi 80 anggota wayang orang Sriwedari untuk tetap bertahan di tengah terpaan zaman modern. Dewoso, koordinator yang sekaligus penari wayang orang Sriwedari, berkomitmen melestarikan wayang orang. Pertunjukan ini berasal dari zaman Pukubuwono X yang berkuasa dari tahun 1893 sampai 1939. Dewoso: Wayang orang Sriwedari itu sudah satu abad lebih. Dulu budaya kraton Surakarta yang pada masa pemerintahan Pakubuwono X. Itu awalnya sebagai hiburan khusus untuk raja, tetapi karena bukan asli budaya Solo, budaya kraton, maka dimasukkan ke Taman Sriwedari, dengan niat untuk hiburan masyarakat umum, itu sekitar tahun 1921. Masa Jaya Dewoso pun bertekad mengembalikan kejayaan pertunjukan wayang orang seperti pada tahun 1980an. Dewoso: Masa kejayaan itu sekitar 1980an. Masa-masanya pak Surono, bu Darsih dan pak Rusman, dan setelah pak Rusman meninggal itu sekitar 1999 sampai 2003 kita bisa dibilang mati tak mau dan hidup juga enggan. Pertunjukan wayang orang tak pelak lagi telah menyatu dengan masyarakat Solo. Tak ada hari tanpa pertunjukan. Pemerintah daearah kota Solo memasukkan pertunjukan wayang orang sebagai budaya kraton yang harus dilestarikan. Karena itu menurut Purnomo Subagio, kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solo, pentas wayang orang di gedung Sriwedari harus dipertahankan meski terkendala banyak masalah. Purnomo Subagio: Wayang orang itu tiap malam mesti pentas, meski tidak ada yang menyaksikan, tetapi kita itu konsekuen untuk pentas. Programnya karena kondisi fisik bangunan, kemudian peralatan yang perlu dibenahi. Kita belum tahu itu tergantung kebijakan kepala daerah, supaya wayang orang ini kembali digemari oleh masyarakat, khususnya oleh masyarakat Surakarta. Tapi niat dan komitmen saja tak cukup untuk melestarikan wayang orang. Dewoso: Untuk pelestarian budaya kami tetap eksis karena ikon kota Solo khususnya wayang orang yang di Indonesia hanya satu yang eksis yaitu hanya di Sriwedari. Terus mungkin sudah mendapat dari luar negeri bahwa wayang orang ini adalah tolak ukur budaya wayang orang. Menari Sejak Kecil Dewoso sudah tertarik mempelajari wayang orang sejak masih anak-anak. Kini dia bertugas memimpin para penari dalam pertunjukan di Gedung Sriwedari. Selain sutradara, Dewoso juga turut bermain pada tiap pementasan. Tak hanya di dalam negeri, tapi juga di mancanegara. Bersama 80 anggota penari lain, Dewoso telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Solo sejak 2000. Tugasnya menari di panggung Sriwedari, ramai atau sepi penonton. Dia bangga bisa ikut melestarikan budaya Keraton Kasunanan yang sudah 100 tahun lebih. Bahkan darah seni yang mengalir dari keluarganya kini turun ke anaknya yang juga mulai belajar tari. Dewoso: Bergabung di wayang orang, kami diangkat sebagai pegawai negeri sipil, tapi khusus untuk pelestarian budaya wayang orang. Saya secara pribadi melaksanakan tugas dan bangga karena saya bisa menyalurkan apa yang ada dalam diri saya. Saya berlatar belakang dari orang seniman, orang tua saya senima, saya sendiri seniman, dan anak saya juga. Saya merasa bangga sekali dan saya total. Materi bukan ukuran kepuasan anggota Wayang Orang Sriwedari. Tri Haryanti, salah satu penari, justru merasakan kepuasan tinggi tiap kali membawakan lakon dengan baik. Tapi kekecewaan tak bisa ditutupi kalau sepi penonton. Tri Haryanti: Main di sini seneng, kerja sini paling seneng, soalnya kerjanya santai. Kalau sepi kecewa tapi sudah biasa ya. Tapi anggap saja banyak penontonnya, biar semangat kerja. Bangga, bangga sekali. Bahkan pèngènnya lebih maju agar penontonnya banyak gitu aja. Supaya penonton membludak lagi seperti dulu, perlu banyak perbaikan. Mulai dari cerita, juga tata lampu dan pencahayaan, tata panggung serta bahasa. Penonton Setia Bambang Sugiyanto sudah menonton wayang orang Sriwedari sejak masih kecil. Meski penutur bahasa Jawa, ia mengaku kerap tidak mengerti alur cerita pertunjukan yang ditontonnya. Bambang Sugiyanto: Jujur sebenarnya saya hanya diajak kakak saya ke sini. Saya ngak tahu ini. Itu masukan saya ke kakak saya, yang kebetulan kepala bidang pariwisata. Saya ngak tahu lakonnya dan mungkin karena saya orang Jawa jadi saya tahu mau ke mana ceritanya. Sembari menunjuk panggung yang tak terlalu terang, Bambang Sugiyanto menekankan pentingnya perbaikan teknologi pencahayaan, latar panggung serta suara. Kata Bambang, kerap inilah keluhan penonton. Bambang Sugiyanto: Ya mungkin dibenahi dari teknologi pencahayaan, kemudian teknologi multi medialah, multi media itu mungkin sudah bisa. Masalahnya kalau saya lihat, anak muda sekarang senengnya dengan teknologi ya. Karena mungkin kalau mau memang dimasukkan unsur teknologi, mungkin orang tertariklah. Peran Pemda Masyarakat Solo menaruh harapan besar pada pemerintah daerah untuk melestarikan dan memajukan seni wayang orang. Tapi dana jadi kendala, kata Purnomo Subagio, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solo. Purnomo Subagio: Memang masih membutuhkan dana yang cukup besar. Kita prioritaskan di ekonomi dulu untuk tahun ini memang masalah ekonomi di kota solo dulu. Di balik kendala sini situ, Purnomo bangga karena tiap tahunnya wayang orang Sriwedari bisa menyumbang Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) ke kas daerah. Purnomo Subagio: Mereka itu sudah digaji PNS, jadi tiap bulan, makanya tiap malam main, meski nggak ada penontonnya. Karcis masuk ke PAD satu tahun dapat berapa penjualan karcis ya nggak begitu banyak mungkin targetnya cuma lima juta PAD karcis itu untuk satu tahun. Tim Liputan KBR 68H melaporkan untuk Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum. Kata Kunci: WO Sriwedari