Subject: Marco Ketua Dewan Kesenian Jakarta Mengusir Saut Situmorang dkk
Date: Thursday, January 8, 2009, 10:53 PM


Jumat 19 Desember 2008 kira-kira jam 2 siang lebih. Saya Saut Situmorang, Wowok 
Hesti Prabowo dan Viddy A Daery masuk ke sebuah ruangan tempat diadakannya 
"mukernas" dewan kesenian se-Indonesia di hotel Sheraton Media Jakarta. Saya 
mendapat info bahwa mukernas tersebut akan membahas soal "dewan kesenian 
Indonesia" yang beberapa waktu dulu ide pembentukannya mendapat tentangan keras 
dari banyak seniman. Ide awal pembentukan dewan kesenian Indonesia tersebut, 
kata orang, berasal dari Ratna Sarumpaet dan dia hari itu akan memberikan 
pidato tanggapan atas idenya yang mungkin dia rasa dicuri orang itu. Sebuah 
acara menarik untuk ditonton, bukan? Di pintu masuk ruangan mukernas itu saya 
sempat disapa oleh seorang cewek yang bekerja untuk Dewan Kesenian Jakarta 
alias DKJ, yang merupakan tuan rumah mukernas. Di pintu masuk saya tidak 
melihat ada pengumuman "YANG TIDAK DIUNDANG DILARANG MASUK!".

Setelah berada di dalam ruangan saya dipanggil oleh Iyut Fitrah kawan penyair 
dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Dia minta saya duduk dekatnya. Saya pun pergi 
ke arahnya dan duduk di sebuah kursi di dekatnya. Begitu pula Wowok dan Viddy. 
Sambil ngomong-ngomong, saya bagikan jurnal keren "boemipoetra" yang segera 
saja beredar ke meja-meja para peserta mukernas. Saya juga melihat bekas adik 
kelas saya di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dulu, Jabatin, duduk 
di meja dekat saya itu dan saya pun menyapanya. Wowok kemudian berdiri dan 
mulai membagikan "boemipoetra" ke meja-meja di sudut lain ruangan. Saat itu 
Ratna Sarumpaet sudah berdiri di podium setelah diundang untuk memberikan 
pidatonya.

Pada waktu itulah tiba-tiba saja terdengar suara seseorang berteriak membentak, 
"Wowok, keluar!!! Anda tidak diundang, keluar!!!" Begitulah kira-kira bunyi 
teriakan tersebut yang ternyata berasal dari mulut seseorang bernama Marco yang 
adalah ketua Dewan Kesenian Jakarta. Wowok merespon dengan mengatakan bahwa dia 
"diundang" oleh Ratna Sarumpaet. Ratna membenarkan waktu Sang Marco 
mengkonfirmasikanny a ke dia. Tentu saja peristiwa itu menciptakan suasana 
tegang. Para peserta pun nampak kaget heran kebingungan penasaran. What the 
fuck is going on? Saya yakin begitulah yang mereka gumamkan dalam gumaman 
mereka. Lalu tiba-tiba lagi suara tadi berteriak membentak lagi, "Saut, 
keluar!!! Saya tidak mengundang Anda, keluar!!!" Saya nyaris gemetaran 
mendengar bentakan yang kayaknya dikeluarkan pakek sinkang ala ilmu Auman Singa 
Kim-mo Say-ong Cia Sun dari kitab "Ie Thian To Liong" karya Chin Yung itu! 
Kemudian Sang Pangcu DKJ itu melambai-lambaikan jurnal
"boemipoetra" ke udara sambil berkata sesuatu seperti "Dilarang membagikan 
'boemipoetra' di sini. Ini cuma berisi fitnah!". Untunglah berkat latihan 
Kiuyang Sinkang yang saya pelajari dari Bu Kie saya cepat memperolah ketenangan 
saya kembali dan segera menjawab Sang Pangcu DKJ itu, "Kalau benar jurnal 
'boemipoetra' adalah fitnah, silahkan bawa kami ke pengadilan!" Di 
tengah-tengah keributan itu saya mendengar Ratna Sarumpaet berkata sesuatu 
seperti kenapa acara kesenian bisa jadi sekaku ini, atau yang mirip-mirip itu 
maksudnya. Lalu, entah dari mana nongolnya, seorang laki-laki bertampang sangar 
kayak "bouncer bar" di Selandia Baru sana mulai juga berteriak-teriak sambil 
berpidato di tengah ruangan bahwa dia akan membubarkan acara tersebut! Pokoknya 
penuh otoritas macam itulah. Saya gak kenal makhluk aneh ini tapi Wowok 
kemudian di taxi mengatakan dia itu orang DKJ juga. Karena bosan mendengar 
retorika kekuasaannya itu saya berdiri dan mengajak Wowok dan Viddy untuk 
keluar saja dari hiruk-pikuk drama kekuasaan Dewan Kesenian Jakarta tersebut. 
Banyak juga ternyata peserta dari dewan kesenian se-Indonesia di situ yang 
keluar ruangan. Waktu saya mulai beranjak dari tempat duduk saya itulah Sang 
Marco, sambil tetap teriak-teriak, mendatangai saya dan tiba-tiba saja memegang 
lengan kiri saya. Tentu saja secara spontan ilmu Kiankun Taylo-ie Sinkang dari 
Bengkaw yang juga saya warisi dari suhu Bu Kie bereaksi cepat dan saya tampar 
tangan jahat yang penuh racun itu! Dia nampak kaget jugak rupanya, hahaha... 
Tapi dia tidak melakukan apa-apa lagi dan kami bertiga pun keluar dari ruangan 
pibu itu dengan penuh kemenangan.

Di luar, seorang kawan dari Jawa Tengah yang juga salah seorang peserta 
mukernas tersebut menghampiri dan menyalami kami. Oiya, di luar itu saya juga 
tidak melihat ada pengumuman, "DILARANG MEMBAGIKAN 'BOEMIPOETRA' DI DALAM 
RUANGAN!" 

Bagaimana ya seandainya yang kami bagikan itu adalah majalah "Kalam" milik 
Teater Utan Kayu? Apa kami akan mendapat perlakuan yang sangat premanis, 
ketimbang Pramis, begitu? Siapa sebenarnya yang direpresentasikan Marco dan 
Dewan Kesenian Jakarta-nya di acara dewan kesenian se-Indonesia tersebut? 
Lucunya lagi, waktu dia membuat kericuhan di acara dewan kesenian se-Indonesia 
itu, tidak pernah sekalipun dia menanyakan pendapat para peserta mukernas soal 
"kehadiran" kami, apa mereka keberatan atau tidak! Menurut SMS seorang kawan 
yang juga peserta "diundang" acara, setelah kami bertiga keluar ruangan, para 
peserta dipaksa untuk "mengembalikan" kepada DKJ jurnal "boemipoetra" yang 
sedang dibaca para peserta tersebut! Banyak juga, kata kawan tersebut, yang 
tidak bersedia "mengembalikan" jurnal keren kami itu, hahaha... 

Oiya, ada yang bilang (saya tidak tahu benar atau salah karena saya sendiri 
tidak diundang juga, hehehe...) ada yang bilang bahwa para peserta mukernas 
dewan kesenian se-Indonesia itu dibawa Marco dan DKJ-nya makan malam di 
Salihara, hahaha...

Saut Situmorang
 


Reply via email to