Ulasan sangat menarik, cocok untuk abad ini. Pak Leo seringlah menulis begini waktu "bertapa" di rimba raya. Salam, Bismo DG
----- Original Message ----- From: leonardo_ri...@yahoo.com To: spiritual-indone...@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 18, 2009 5:17 AM Subject: [ac-i] I love Buddha, I love Buddha Bar T = Setuju banget kalo keyakinan itu adalah domain pribadi setiap orang. Setiap orang berhak meyakini sesuatu dengan melihat kondisi dirinya sendiri tanpa melihat apakah itu sejalan dengan keyakinan umum ato tidak. J = Ya, keyakinan adalah domain pribadi. Kita bisa beragama apapun ataupun tidak beragama apapun, dan negara sama sekali tidak berhak untuk mengatur supaya kita beragama. Indonesia sampai saat ini masih melecehkan HAM warganegara dengan menghimbau, mengancam, mengintimidasi, dan sebagainya... supaya para warganegara memilih salah satu agama dan mempraktekkan agamanya itu. Contoh nyata adalah UU Perkawinan No. 1 Th. 1974, yg bilang bahwa perkawinan hanyalah sah apabila dilakukan sesuai dengan agama kedua mempelai. Kedua mempelai diharuskan beragama sama. Ini kenajisan yg masih berlangsung sampai saat ini, karena dalam prakteknya negara (dalam hal ini Catatan Sipil) akan minta bukti bahwa kedua mempelai beragama sama dan telah memperoleh restu dari organisasi keagamaannya. Ini praktek warisan dari Rezim Soeharto. Pedahal agama adalah urusan pribadi warganegara, dan negara tidak berhak untuk ikut campur. Piagam HAM Universal yg telah diratifikasi oleh Indonesia menyebutkan bahwa pernikahan merupakan HAM dan tidak boleh di-diskriminasi dengan dasar agama, ras, etnik, blah blah blah... Indonesia mendiskriminasi mereka yg berbeda agama dan ingin melangsungkan pernikahan. Diskriminasi itu masih dipraktekkan sampai saat ini dengan cara mengharuskan mereka yg berbeda agama untuk ke pengadilan negeri dulu, setelah itu baru ke catatan sipil. Pedahal harusnya LANGSUNG ke catatan sipil. Ini diskriminasi dan kita masih terlalu munafik untuk mengakui bahwa negara kita mempraktekkan diskriminasi terhadap warganegara dengan terang-terangan. Departemen Agama juga merupakan bukti adanya pelecehan HAM Kebebasan Beragama (Religious Freedom) di NKRI, karena departemen ini mau mengatur kehidupan beragama masyarakat. Ada ajaran agama yg benar dan ajaran agama yg salah, dan semuanya ditetapkan oleh Departemen Agama di NKRI. Ini juga suatu kenajisan luar biasa. Saya ingat, di jaman Soeharto berkuasa, setiap agama bisa menunjuk aliran "sesat" (dalam tanda kutip), dan aliran sesat itu akan dikejar dan diberangus oleh negara. Jadi, waktu itu Islam bisa menunjuk aliran-aliran yg dianggap sesat, dan aliran-aliran itu lalu dibubarkan dan dilarang oleh negara. Begitu juga Kristen yg menunjuk aliran Saksi Jehovah sebagai aliran sesat. Bahkan Buddha dan Hindu juga mendapat jatah untuk menunjuk aliran sesat dari agama mereka untuk diberangus oleh negara. Sebagai imbalannya, agama-agama itu menjadi budak dari Soeharto yg lalu didukung dan dipuji setinggi langit oleh organisasi keagamaan dari 5 agama resmi (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha) di saat itu walaupun korupsi dan KKN terus merajalela. Sekarang juga masih merajalela, tetapi dulu lebih banyak munafiknya. Sekarang kita sudah berani berbicara terbuka dan apa adanya saja, dulu tidak begitu. Di lain pihak, bahkan sampai saat ini, sebagian kalangan agama masih berpikir bahwa mereka dilindungi. Masih ada UU yg menyatakan bahwa agama-agama resmi itu dilindungi dan tidak boleh "dihina" (dalam tanda kutip). Makanya orang-orang yg memakai kedok agama itu bisa petantang petenteng. Mereka pikir mereka itu berada di atas hukum sehingga bisa seenaknya menghujat orang lain, dan orang lain tidak boleh melakukan hal yg sama terhadap mereka. MUI itu menghujat pluralisme atau azas keberagaman dalam masyarakat Indonesia. Menurut MUI, pluralisme itu sesat dan yg benar atau sesuai dengan ridho Allah adalah yg berdasarkan keutamaan Islam semata, which is penganut Islam sebagai warganegara kelas satu, dan penganut agama lain sebagai warganegara kelas kambing. Ahmadiyah itu dihujat habis-habisan oleh mereka yg merasa beragama Islam yg murni, dan Ahmadiyah tidak membalas. Ini pelecehan HAM oleh kaum beragama, dalam hal ini kelompok Islam fanatik yg tidak tahu diri, dan merasa berhak untuk menghakimi orang lain. Pedahal, penganut Ahmadiyah dan aliran-aliran Islam lainnya semuanya memiliki HAM yg sama. Sama saja hak dan kewajibannya di depan hukum. Balik ke masa Soeharto lagi, mungkin sebagian dari kita ingat bahwa penulis Arswendo Atmowiloto pernah didakwa menghina Nabi Muhammad dan dipenjara beberapa tahun. Waktu itu Arswendo ditanya oleh seseorang yg bermimpi melihat Nabi Muhammad. Orang itu bertanya apa arti mimpinya. Arswendo lalu menjawab, tidak berarti apa-apa. Dan jawaban itu bisa menghantar Arswendo untuk mendekam di penjara beberapa tahun. Benar-benar tidak beradab bukan? Pedahal apa yg dikatakan oleh Arswendo itu merupakan pendapat pribadi dia saja, namanya HAM Kebebasan Berpendapat (Free Speech). Pendapat tentang nabi apapun merupakan pendapat pribadi kita, dan negara sama sekali tidak berhak untuk bilang pendapat mana yg benar atau pendapat mana yg salah. Tapi itulah yg namanya negara berkembang, masih jatuh bangun untuk melek HAM, bahkan sampai saat ini. Minggu lalu saja masih ada kelompok Islam fanatik yg demo menuntut pembubaran Ahmadiyah di bundaran HI, Jakarta Pusat. Mereka masih belum terbuka mata batinnya, karena terbutakan oleh Jibril? Dan itu sama saja halnya dengan kasus Buddha Bar sekarang ini dimana sebagian umat Buddha tertentu merasa kebakaran jenggot. Lha? Orang mao pake nama apapun merupakan hak orang, kalau dipakai sebagai nama bar dan kita tidak suka, ya tidak usah ke sana. Gitu aja kok repot? Di Jakarta ada satu restoran masakan India, di Gedung BRI, namanya Ganesha Restaurant, dan pengunjungnya itu orang-orang India asli, mostly expatriate yg tembak langsung dari India, yg enjoy makan dan having fun di sana. Dan mereka biasa-biasa saja, tanpa ada satupun yg kebakaran jenggot. Pedahal Ganesha itu salah satu dewa yg paling oke di agama Hindu. Buddha Bar itu setahu saya merupakan franchise dari Barat, dan tanggapan orang di sana juga biasa-biasa saja, cuma sebagian umat Buddha di sini saja yg over acting, merasa dirinya dilindungi. Pedahal yg dilindungi itu HAM untuk beragama (Religious Freedom), bisa beragama Buddha dengan bebas. Tetapi kalau umat beragama Buddha maupun beragama apapun sudah overacting seperti umat Islam fanatik dan menuntut "dihormati" blah blah blah... maka jadinya akan runyam sendiri. Ada yg menuntut Ahmadiyah dibubarkan. Ada yg menuntut Buddha Bar ditutup. Ada yg menuntut Ganesha Restaurant ditutup. Pedahal itu cuma nama-nama biasa saja. Buddha itu nama biasa. Menurut saya tidak ada bedanya dengan nama Nabi Muhammad Amin, teman saya yg luar biasa cerdas dan kreatifnya membuat logo-logo very cute dari berbagai parpol yg tidak becus bekerja. Masa saya bilang Muhammad Amin itu seorang nabi mengakibatkan saya dicekal? Ada orang yg bilang bahwa saya "sesat" me-nabikan Muhmammad Amin karena telah ada nabi terakhir dan Allah sudah tutup pintu dan cuci gudang. Gak boleh ada nabi lain lagi, kata Allah. Oalah, oalah... So, kita ini memiliki HAM untuk beragama apa saja atau tidak beragama apa saja. Ada juga HAM untuk berpendapat apa saja. Tetapi HAM yg ada di kita dibatasi oleh HAM orang lain. Kita bisa bilang orang lain "menista" agama kita, pedahal yg orang itu bilang cuma pendapat saja, pendapat biasa-biasa saja. Dalam hal ini negara harusnya netral dan tidak terpengaruh. Kalau ada umat Buddha yg ngotot Buddha Bar itu haram, ya biarkan saja. Bilang saja bahwa, ya memang haram. Haram bagi orang yg bilang itu haram. Kalau ada yg bilang bahwa Ganesha Restaurant itu haram, ya biarkan saja. Bilang saja bahwa, ya memang haram. Haram bagi orang yg bilang itu haram. So, in essence, kita ini sebenarnya semuanya manusia bebas, kita bisa pakai nama apapun. Bisa pakai nama Muhammad Amin, dan bisa digelari sebagai nabi juga. Saya sendiri sudah menggelari Muhammad Amin sebagai nabi, dan kelihatannya he is oke-oke aja. T = Masalahnya kemudian bagaimana dengan adat istiadat, tradisi budaya yang sering kali qta rasa berbeda/bertentangan dengan keyakinan pribadi qta? J = Tradisi budaya yg kita rasa berbeda ya tidak usah kita lestarikan. Kita ini bermacam-macam, so kita tidak perlu merasa GR bahwa kalau kita tidak melestarikan budaya permainan setan-setan yg namanya jaelangkung maka permainan itu akan punah. Tidaklah, tidak begitu. Jaelangkung bisa saja kita anggap bertentangan dengan keyakinan pribadi kita, tetapi kita tidak perlu kuatir. Masih banyak orang lain yg akan melestarikannya karena setan-setan jaelangkung dianggap lebih berbudi pekerti daripada orang-orang beragama yg menuntut dihormati dengan cara menginjak-injak HAM manusia lain. Orang beragama Islam tertentu menuntut Ahmadiyah, agama orang lain, untuk dibubarkan. Itu kelakuan yg lebih berkesetanan dibandingkan dengan setan yg masuk di permainan jaelangkung because, paling jauh, si jaelangkung cuma minta dianterin ke kuburan doang. Dan itu jelas tidak melanggar HAM siapapun. T = Di bumi Indonesia tercinta ini, terdapat begitu banyak tradisi budaya yg begitu beragam dan sangat unik. Apakah karena keyakinan qta berbeda dengan tradisi budaya tersebut maka qta boleh untuk tidak "melestarikannya"? J = Ya, boleh saja. Seperti saya bilang di atas, kalau anda tidak melestarikan permainan jaelangkung, orang lain akan melestarikannya, tenang aja! T = Di masa lalu para pemuka agama (orang-orang yang merasa lebih beradab dengan keyakinan mereka terhadap agama yang mereka anut, cukup bijaksana untuk tetap melestarikan tradisi budaya tersebut (local genius yang lebih seperti kepercayaan animisme/dinamisme). Okelah saya sangat tidak setuju dengan adanya kepercayaan terhadap suatu agama yang sekalian memaksakan tradisi budaya dari mana agama itu menyebar tp apakah qta jg akan mengabaikan tradisi budaya yang sudah ada karena qta merasa itu berbeda dengan keyakinan qta? J = Maksud anda, ada yg ingin memaksakan budaya Wahabi di sini, dan mereka mengabaikan budaya yg ada di Indonesia? Menurut saya biarkan saja karena segalanya itu adalah proses, akan terseleksi sendiri. Jelas kita bukan berbudaya Arab Wahabi, walaupun banyak dari kita memiliki darah keturunan Arab yg, maybe, termasuk saya juga. Tetapi, yg anda pertanyakan di sini adalah hal kecocokan atau taste. Kalau mereka berselera Wahabi, maka itu juga HAM yg ada di diri mereka, dan mereka tidak merasa wajib untuk melestarikan tradisi Kejawen, for instance. Tapi tentu saja tetap akan ada orang lain yg suka bakar kemenyan dan nyekar ke berbagai kubur, dan orang-orang Wahabi itu tidak perlu merasa kebakaran jenggot, apalagi yg berjilbab. So, kita semua memiliki HAM, basic rights, Hak Azasi Manusia. HAM itu hak, dan bukan kewajiban. Kalau merasa wajib melestarikan, ya lestarikanlah. Kalau orang merasa tidak cocok lagi, ya tinggalkan sajalah. Masih ada orang lain yg tertarik untuk melestarikan, betapapun absurd-nya. T = Di Bali sekarang ini berkembang begitu banyak kelompok spiritualitas dan saya yakin Leo juga sudah lumayan aware akan hal ini. Masalahnya sering kali mereka yang "sudah tersadarkan" ini menghadapi kenyataan di masyarakat yang berbeda dengan keyakinan mereka. J = Ya, saya tahu bahwa budaya di Bali begitu kuat dan terkadang begitu berat dirasakan oleh anggota masyarakat. Biar saja, itu urusan mereka sendiri. Kalau ada orang-orang Bali yg merasa bahwa tekanan kompromi budaya itu begitu berat, maka itu urusan mereka sendiri untuk membebaskan diri mereka. It's none of my business. Sama saja dengan di Jakarta di mana banyak orang sudah bilang muak dan mau muntah melihat agama Islam yg dipaksakan untuk diterima walaupun banyak tidak masuk akalnya. Nah, saya ini bukan pendukung agama apapun. Saya tidak bilang Islam jelek, yg saya bilang adalah, kalau manusianya sudah tidak suka, ya tinggalkan sajalah. Kita tidak akan menjadi manusia super karena memeluk suatu agama tertentu, dan juga tidak akan menjadi manusia hina karena tidak beragama apapun. Leo @ Komunitas Spiritual Indonesia <http://groups.yahoo.com/group/spiritual-indonesia>. Cover dari CD meditasi yg dikeluarkan oleh franchise mancanegara "Buddha Bar". I love Buddha, I love Buddha Bar. ------------------------------------------------------------------------------ New Email names for you! Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! ------------------------------------------------------------------------------ No virus found in this incoming message. Checked by AVG - www.avg.com Version: 8.0.238 / Virus Database: 270.11.18/2008 - Release Date: 03/17/09 16:25:00